37. End.

63.7K 2.5K 233
                                    

Jaemin segera menyusul Jeno ke kamar, tak peduli jika akhirnya dia diusir lagi karena Jeno butuh space-nya sendiri. "Mas," Jaemin menutup pintu kamar dengan hati-hati, sama seperti langkahnya yang terasa berat untuk mendekati suaminya.

Jaemin bersimpuh pada lantai, di depan Jeno yang duduk di pinggir ranjang. Tangan Jaemin bertumpu pada lutut suaminya, "Kamu inget nggak? kita pernah janji kalau kita bertengkar jangan sampai bawa masalah masuk ke kamar." Mata berkaca-kaca Jaemin menatap Jeno dengan dalam.

Jaemin menghirup napas panjang, berusaha tetap tenang. "harus dibicarain baik-baik. Masalah diluar ya biar diluar, kalau udah masuk kamar artinya nggak boleh ada perselisihan lagi. Kita disini tetap jadi sepasang insan yang disatukan Semesta dan Tuhan."

Ya, itu benar. Rosa sendiri yang membekali rumah tangga mereka agar tentram dan bahagia. Salah satunya jangan membawa masalah ke dalam kamar, mereka di kamar harus jadi pasangan yang romantis.

Jaemin serba salah karena Jeno tetap membisu, suaminya bahkan tidak membalas tatapannya.

Jaemin membuat pola acak di paha Jeno, dengan dalih ingin mencuri atensinya, "Sekarang aku tanya, mas Jeno mau aku gimana biar nggak marah lagi?" Suara Jaemin begitu kecil, bergetar dan terdengar ragu-ragu.

Pundak si manis tak lagi tegap, Jaemin merasa energinya semakin tipis. Semalam tidurnya jauh dari kata nyenyak, setengah hari juga ia lalui dengan melamun— menyesali perbuatannya dan menangisi suaminya yang tak kunjung pulang.

"Aku mau ngajuin resign, tapi handphoneku hilang."

Menikah dengan Jeno, dirinya tahu betul bagaimana laki-laki itu menghargai privasi pasangannya. Jadi Jaemin tak akan mengira bahwa Jeno lah yang mencuri ponselnya.

"Niatku tadi habis jemput anak-anak mau ke kantor," kalimatnya tertahan karena Jeno, "Ngapain? Nemuin bos mu?"

Jaemin menggeleng cepat, kedua tangannya bahkan melambai di udara. "Aku mau minta resign, terus nyariin kamu mas." Bibirnya melengkung kebawah sangat tajam, si manis berusaha keras menahan tangisnya.

Jeno menunduk, menatap suaminya yang masih bersimpuh di lantai, didepan kakinya.

Entahlah, ego Jeno merasa puas melihat Jaemin merendahkan dirinya hingga rela duduk di lantai dan mengemis permintaan maaf.  "Ga usah repot-repot ngajuin resign, kamu juga udah dipecat."

Tubuh kecil Jaemin tersentak, "di–dipecat?" Pertanyaan retoris dengan mata bulatnya mengundang simpati Jeno.

Alis Jeno terangkat satu, "ga seneng?" Tanya dengan heran.

"Se–seneng, aku seneng kok." Jaemin lantas menggigit bibirnya, desakan air mata juga semakin tak terkendali.

Pada akhirnya Jaemin kalah, tubuh kecilnya bergetar, terisak keras, air matanya tumpah ruah.

"Jaemin?" Jeno dibuat bingung karena suaminya tiba-tiba menangis kejer, "Kamu beneran ga mau dipecat?!" Otaknya klik dengan kalimat mereka sebelumnya.

Jeno pikir Jaemin menangis karena sedih kehilangan pekerjaannya, namun si manis menggeleng— menyanggah tuduhan suaminya.

"Terus kenapa kamu nangis?" Jeno yang tak tega melihat suaminya terisak di atas lantai segera menariknya agar berdiri.

Alah, ego ego tai anjing! Suaminya tengah menangis dan Jeno masih keras gara-gara egonya?! Ia pasti gila. Sekiranya itu bunyi perang batin Jeno dan hatinya.

Pipi bulat Jaemin basah, bulu matanya menggumpal karena basah, dan kelopaknya berkedip dengan pelan. "nggak papa mas," helaan nafasnya sangat lemah, menyapu wajah Jeno dengan lembut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BINAL || NoMin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang