SL : 21

5K 275 15
                                    

Rama, apapun yang terjadi. Aku harap kamu gak akan berhenti berusaha untuk menerimaku.

🥀🥀🥀

"Sebenarnya aku udah punya pacar."

Di tengah suara dentingan sendok dan piring tiba-tiba suara itu mengintrupsi. Membuat si pendengar melirik pemuda yang tengah duduk manis di sampingnya.

"Oh ya? Sama Qinan, kan?" Mia memicingkan mata. Putranya melirik, melihat mata berlensa keabuan yang tengah menggodanya.

Rama tersenyum tipis, kemudian menggeleng. Seketika membuat tatapan itu berubah menyipit bersamaan dengan kerutan halus yang muncul di kening.

"Kalau bukan Qinan siapa? Bukannya kamu sejak dulu sukanya sama dia?" tanya Mia, tahu betul fakta tersebut.

"Sejak dulu ... Cuma aku yang suka. Tapi dia enggak." Rama membasahi bibir lalu tersenyum lebih lebar pada bundanya. "Namanya Alya. Dia pacarku. Kita udah empat bulan pacaran."

"Kamu suka sama dia?" tanya Mia membuat Rama menelan ludah. "Maksud bunda, apa kamu udah lupain perasaan kamu sama Qinan dan beralih sama Alya?"

Rama mengangguk kecil tanpa mengatakan apa-apa. Mia tersenyum, maklum. Mengusap surai hitam putranya penuh sayang. "Kenapa baru bilang sekarang? Kamu udah berani sembunyiin sesuatu dari bunda nih?"

Rama terkekeh. "Enggak kok. Aku cuma ... baru pengen bilang sekarang aja."

"Gimana orangnya? Cantik gak? Baik gak?"

"Bunda bisa nilai sendiri nanti. Kalo bunda suka, aku akan lanjut sama dia. Tapi kalo bunda gak suka, mungkin ... aku akan putusin dia."

Mia terdiam. Tak menduga akan mendapat jawaban seperti itu. "Kenapa begitu? Kamu yang jalani. Kalo bunda gak setuju sekalipun, emangnya kamu gak mau perjuangin?"

"Keputusanku akan didasarkan pada sudut pandang bunda."

Mia terkekeh. Antara terharu dan tak menyangka jika putranya sudah sedewasa ini. Seyumannya semakin lebar, kerutan tipis yang mulai nampak di area sudut bibir dan bawah matanya tak serta merta membuat kecantikannya hilang. "Bunda gak sadar ternyata kamu udah sebesar ini."

"Udah lama aku lebih tinggi dari bunda." Rama menyengir.

Mia mencubit pipinya gemas. "Jadi kapan kamu ajak pacar kamu ke sini?"

"Besok. Bunda ada di rumah kan?"


***

Alya belum pernah merasa segugup ini hanya karena memasuki sebuah rumah. Hanya rumah Rama, satu-satunya yang bisa membuat Alya grogi bahkan hanya untuk melangkahkan kaki.

Tadi pagi saat Rama datang ke rumahnya, dia memang bilang akan mengajak Alya ke suatu tempat yang belum pernah Alya kunjungi. Namun, Alya sama sekali tak menyangka jika tempat itu adalah rumah Rama.

"Bunda kamu ada?"

"Justru karena itu gue ajak lo. Ayo masuk." Rama meraih tangan Alya, menariknya untuk masuk ke dalam rumah. Akan tetapi si gadis malah bergerak berlawanan dan menariknya mundur.

"Kenapa?"

Alya menyengir kaku. "Entah kenapa aku ... gugup."

"Nah, sekarang lo ngerasain kan gimana gugupnya? Waktu itu lo terus aja maksa buat masuk ke rumah lo, gue juga sama gugupnya, Al." Rama terkekeh geli.

"Maaf."

"Gak usah minta maaf, lagian sekarang bagian lo ke rumah gue." Rama berpindah ke belakang Alya, mendorong pelan pundak gadis itu, mengarahkannya ke depan pintu rumahnya.

Second Lead (Toxic) ✓Where stories live. Discover now