SL : 27

6.6K 358 5
                                    

Yo vote dulu.
Doain bisa tamat bulan ini🙂

•••

Dulu aku hanya dibuat patah, tapi kini aku hancur berkeping-keping.

🥀🥀🥀

Alan cemas. Sudah hampir senja, tetapi adiknya belum juga pulang. Biasanya jam segini Alya sudah di rumah, jikapun ada janjian dengan pacarnya, mereka akan pergi jam 7 malam.

Andai saja ada kabar, Alan tak mungkin secemas ini. Namun, sejak tadi Alya tak bisa dihubungi sama sekali. Alya tak pernah seperti ini, dia bahkan tipe orang yang akan mengisi baterai ponselnya meski masih 50%, tak pernah membiarkan ponselnya kehabisan baterai. Wajar saja jika sekarang Alan dibuat ketar-ketir.

Tak hanya Alan. Pemuda yang akhir-akhir ini sering bersamanya pun sama cemasnya. Genta juga sudah berkali-kali menghubungi Alya. Tak ada satu pun yang terjawab. Mereka pun tak punya nomor Rama atau bahkan teman sekampusnya untuk ditanyai.

Alan hanya punya nomor Kaila- teman terdekat Alya saja. Ia kemudian menghubunginya, harap-harap jika adiknya sedang bersama gadis itu sekarang.

"Kai kamu-"

"Assalamualaikum, Bang."

Alan menutup mulut, meringis kecil. Dia lupa mengucap salam saking cemasnya. "Waalaikumsalam. Kai, apa kamu lagi sama Alya sekarang?"

"Enggak. Aku di rumah. Emang Alya belum pulang?"

Ada helaan napas yang refleks keluar dari mulut Alan. Kaila bisa mendengarnya dari seberang telpon, membuatnya bingung. "Kenapa Bang? Ada masalah?"

"Alya belum pulang. Dia juga gak bisa dihubungi. Abang bingung mau nanya siapa, abang gak punya nomor temen Alya selain kamu. Apa kamu punya nomor Rama atau teman kampusnya?"

Tak ada sahutan. Alan mengernyit, memandang sekilas layar ponsel untuk memastikan apa sambungan masih terhubung atau tidak.

Ternyata masih. Ia memanggil nama teman adiknya itu lagi. "Kai? Halo?"

"Ya, halo, Bang. Aku gak punya nomor temen-temennya. Dan juga sekarang udah ada di depan rumah abang. Ayo kita cari Alya."

Mendengar itu mata Alan melotot. Dengan cepat beranjak dari dudukannya di tepi kasur menuju ke jendela kamarnya. Genta ikut bingung, refleks mengikuti Alan untuk melihat ke luar jendela.

Alan menyibak tirai. Menyipitkan mata untuk melihat Kaila yang ternyata memang sudah berada di depan pos satpam rumahnya.

"Itu Kai, kan?" Genta bertanya, tapi Alan tak menjawab. Memilih berbicara dengan Kaila di telepon.

"Gercep banget kamu, Kai. Abang sampe kaget." Alan terkekeh kecil. Genta yang melihatnya jadi mengernyit heran, padahal tadi Alan cemas bukan main sekarang bisa-bisanya dia tertawa.

"Tunggu di sana, abang turun sama Genta. Kita cari Alya sama-sama."

Panggilan diputus. Alan mengambil jaket yang ditaruh di kursi putarnya, memakainya sambil berkata singkat dengan wajah berubah serius lagi. "Ayo cari Alya."

Genta hanya mengangguk. Mengikuti pergerakan Alan.

"Kalian mau ke mana? Ini udah sore?" Raden berkata. Dia sedang bersama Deswita di ruang tengah saat melihat Alan dan Genta turun dari tangga demgan buru-buru.

"Mau ... Jemput Alya." Alan memberi alasan.

"Jadi dia masih belum pulang?" Deswita terlihat kaget. Baru menyadari Alya tak ada di rumah.

Second Lead (Toxic) ✓Where stories live. Discover now