SL : 33

7.6K 366 17
                                    

Akhirnya bisa up. Stuck banget otak gue.

Menurut kalian cerita ini tamatnya bakal kyk gimana?

***

Orang lain bisa memberimu kebahagiaan, akan tetapi tetap saja kamu sendirilah yang memutuskan untuk menerima bahagianya atau tidak.

🥀🥀🥀

Genta mengantar Alya pulang lagi. Semenjak Alya putus dengan Rama, Genta mendadak menjadi seperti supir pribadinya. Alya tentu peka dengan niatan Genta yang ingin mendekatinya lagi, tetapi bukannya menjaga jarak, ia malah membiarkan Genta memberikan perlakuan manisnya.

Alya bukannya mau memberikan harapa untuk Genta. Hanya saja, dia tak tahu harus memberikan alasan apa untuk menjaga batasan setelah ia putus dengan Rama. Lagipula, selagi sikap Genta tak mengganggunya, itu masih wajar, kan?

Setelah mampir ke mall untuk berbelanja dan sekedar berjalan-jalan akhirnya mobil Genta berhenti di depan gerbang rumah Alya. Ia melirik gadis di sebelahnya, tersenyum manis. Lalu mengambil paperbag di kursi belakang, memberikannya pada Alya. "Ini kado buat kamu. Happy birthday, Alya. Aku punya banyak harapan dan doa buat kamu, jadi gak bisa disebutin satu-satu. Tadinya aku mau kasih kejutan, tapi hari ini aku gak sempet buat apa-apa, jadi cuma bisa kasih kado aja."

Senyum Alya merekah senang. Menerimanya. Itu adalah kado kedua setelah kado dari Alan pagi tadi. "Jadi ini alasan kakak ngajak ke mall dulu?" Genta tergelak kecil. Mengangguk. "Gak masalah, gini aja aku seneng kok. Makasih, Kak."

Genta mengulurkan tangan untuk mengusap pucuk kepala gadis itu. Seketika membuat Alya terdiam sesaat, membalas tatapan Genta. "Aku ... sayang banget sama kamu, Al."

Alya mengerjap. Tertegun.

Pemuda itu menurunkan tangan, bergerak pelan mengaitkan helai rambut Alya yang berantakan ke telinganya. Menatap lekat gadis yang selalu dia puja-puja dengan mata berbinar. "Dan aku harap kamu juga bisa sayang sama diri sendiri. Jangan sedih lagi, jangan terus terpuruk, bahkan jika orang lain berusaha buat kamu bahagia, tetap saja kamu sendirilah yang memutuskan buat terima kebahagiaan itu atau enggak. Aku harap kamu bisa dapat kebahagiaan yang kamu mau tanpa bergantung sama orang lain."

Alya menelan ludah segera mengalihkan wajah, mendadak canggung. "Iya, Kak, tentu. Eung ... Kak Genta mau mampir dulu?" tanyanya kikuk kemudian.

Tak seperti biasa kali ini Genta menggeleng. "Gak bisa, aku ada urusan setelah ini."

"O-oh, yaudah. Sekali lagi makasih, Kak."

Alya segera keluar mobil, tak mau berlama-lama di dalam sana yang mendadak dipenuhi sesak. Ia melambai kecil melalui jendela sembari tersenyum tipis. Mobil Genta pergi. Saat itu pula senyum Alya lenyap dari bibirnya.

Gadis bersurai panjang itu menghela napas kasar, diam-diam membenarkan ucapan Genta tadi, tentang dia yang harus bisa menyayangi diri sendiri. Selama ini, Alya kira aktingnya untuk terlihat baik-baik saja berhasil-selalu berusaha memasang wajah senang, padahal hati masih retak, jauh dari kata utuh.

Walau nyatanya semua itu gagal total.

Kalau Genta saja menyadari hal tersebut, apalagi Alan dan Kaila. Mereka orang-orang yang paling peka menurut Alya. Jika sudah begini entah topeng apa lagi yang harus ia pakai jika berhadapan dengan mereka.

"Neng, Alya, kenapa bengong di pinggir jalan?"

Seseorang menepuk bahu Alya, membuat gadis itu terpranjat. Segera menguasai raut wajah, menghadap Pak Anton si satpam rumahnya.

Second Lead (Toxic) ✓Where stories live. Discover now