SL : 23

4.9K 279 1
                                    

Mon maaf baru up.
Jangan lupa votenya pencet dulu.

•••

Bagaimana caranya kamu tau perasaan orang lain, jika kamu sendiri bahkan tak bisa memahami perasaanmu sendiri?

🥀🥀🥀

"Sebagai bentuk perayaan pertemanan kita, mau makan sesuatu?"

Di tengah perjalanan pulang tiba-tiba Genta menanyakan hal itu. Alya meliriknya sekilas, sebelum kemudian menjawab singkat.

"Aku udah makan bakso tadi."

"Mau eskrim?" Kali ini Genta yang mencuri lirik, saat itu Alya pun refleks menoleh lagi padanya. "Rasa stroberi campur coklat?" tambah Genta, seketika membuat sudut bibir Alya terangkat sedikit. Itu adalah paduan rasa eskrim favoritnya.

"Yaudah boleh kalo maksa."

Genta terkekeh. "Oke, kita meluncur."

Tak butuh lama untuk sampai di tempat tujuan. Genta masih mengingat betul jika di sini tempat langganannya dan Alya jika makan eskrim. Dan ternyata tempat ini masih belum berubah sama sekali.

Genta jadi tersenyum cerah, kenangan manis dari masalalu merayap di pikirannya. Dia kemudian melirik Alya yang baru keluar mobil. Gadis itu pun sejenak tertegun di tempat, memandangi bagunan kecil di depan yang sudah lama tak pernah dia kunjungi lagi-lebih tepatnya sengaja tak mengunjunginya karena ia tak mau jika tempat ini akan mengingatkannya pada Genta.

Namun, lihatlah sekarang. Alya datang lagi dengan langkah percaya diri-bahkan bersama orang yang semula enggan dia pikirkan sama sekali.

"Tempat ini masih sama, ya, kan?"

Alya tersenyum sangat tipis. Dia mengedarkan pandangan sesaat, kemudian menunjuk salah satu tempat duduk yang ada di depan kedai.

"Ada yang berubah. Dulu, gak ada kursi di situ. Terus, gak ada tanaman-tanaman itu juga," bantahnya menunjuk beberapa pot bunga yang ditaruh di samping pintu masuk.

Genta menipiskan bibir. Entah kenapa ucapan Alya terasa seperti sebuah tamparan untuknya.

Mereka masuk ke kedai, Genta membeli dua gelas sedang eskrim. Alya dengan rasa Stroberi campur coklat, dan Genta dengan rasa matcha.

"Masih aja suka matcha?" Alya bertanya dengan pandangan aneh. Tak sangka jika Genta masih saja jadi maniak matcha.

"Kenapa? Kamu masih ngerasa kalo rasa matcha itu kayak kaos kaki basah?" Genta membalas dengan seringaian jahil, lalu terkikik saat melihat Alya jadi menyipitkan mata dengan sinis padanya. Itu berarti ucapannya benar, kan?

"Padahal kamu belum pernah makan kaos kaki basah, gimana bisa kamu bandingin itu sama rasa matcha?"

"Feeling." Jawaban singkat Alya membuat tawa Genta semakin pecah. Sementara si gadis refleks mendelik, tak tahu bagian mana yang lucu hingga Genta tertawa seperti itu.

"Kamu itu aneh banget."

"Orang yang suka matcha jauh lebih aneh." Alya balas tak mau kalah.

"Iya deh iya, aku yang aneh." Genta manggut-manggut sambil tersenyum. Lalu fokus menyantap eskrim kesukaannya tersebut. Tanpa menyadari jika hal ucapannya tadi membuat gadis di depannya mendadak tertegun hingga kehilangan rona cerahnya.

Genta benar-benar tak berubah sama sekali.

Hanya pemikiran itu yang membuat Alya mendadak tertegun. Sikap yang selalu mengalah atas hal apa pun dan sikap yang selalu menghindari perdebatan ternyata masih melekat dalam diri Genta. Yang entah kenapa hal tersebut membuat Alya ... merasa bersalah.

Second Lead (Toxic) ✓Where stories live. Discover now