SL : 35

10.9K 383 28
                                    

Part terakhir?

Jangan lupa vote dulu sebelum baca:)

•••

Terimakasih sudah datang ke kehidupanku dan maaf karena aku sempat membuatmu terluka.
Aku menyayangimu ... Dan akan selalu begitu.

🥀🥀🥀

Sudah hampir dua minggu Rama terus mengirimkan setangkai bunga mawar merah ke rumah Alya. Itu ide dari bundanya, waktu itu bunda bilang jika ayahnya juga selalu melakukan hal yang sama kepada bunda jika bunda sedang marah. Kenangan yang manis, tapi sekaligus terasa pahit jika mengingat kini kedua orangtuanya justru telah berpisah.

Namun, kisah itu memberi Rama kekuatan juga. Ia melakukan hal yang sama. Esok hari setelah hari dimana Rama mengatakan perasaannya, Rama terus mengirimkan setangkai bunga mawar disertai dengan catatan kecil yang menggulung tangkainya.

Rama akan datang pagi-pagi sekali, lalu menitipkannya pada Pak Anton di pos satpam. Bukan ia tak mau memberikannya langsung, hanya saja di kampus Alya selalu menghindar jika Rama mendekat bahkan saat tak sengaja melihat keberadaannya sekalipun. Lalu jika dia langsung menghampiri Alya di rumah, dia takut jika akan mendapat usiran dari Alan—jujur saja Rama trauma bertemu dengan pemuda itu lagi.

Hari ini pun Rama datang lagi.

Pukul lima pagi motor Rama berhenti pelan di depan gerbang rumah Alya. Ia turun dari motor, mengambil setangkai bunga mawar yang dia simpan di dalam tas, kemudian mendekat ke pos satpam dan berseru pelan memanggil Pak Anton.

"Pak."

Biasanya satu kali panggil, Pak Anton akan muncul. Namun, kali ini bukan satpam tersebut yang keluar, malah orang lain yang membuat Rama terkejut dengan tubuh menegang.

Alan. Pemuda itu keluar gerbang untuk berhadapan langsung dengan Rama. Ia memasang wajah dingin dengan tatapan tajam. "Mau sampai kapan begini?"

Rama menelan ludah. Tak bisa menjawab apa pun. Hanya bisa menunduk dengan keberanian menciut.

"Gak ada satupun bunga lo yang sampe ke Alya. Gue selalu buang bunganya, jadi percuma aja lo kasih itu." Alan berkata tajam. Sengaja memberi penekanan agar Rama bisa sadar diri.

Akan tetapi ekspresi Rama tak sesuai prediksi Alan. Rama tak terlihat terkejut sama sekali, pemuda itu sudah menduganya. Alan tak mungkin tak tahu dan diam saja saat mengetahui ini.

"Aku cuma ... pengen ketemu Alya." Akhirnya Rama bersuara. Namun, dia masih belum berani membalas sorot tajam Alan.

"Lo lupa sama omongan gue waktu itu? Gue gak akan biarin kalian balikan lagi, bahkan meski lo mohon-mohon sekalipun." Lagi, Alan sengaja mengatakan kalimat menyakitkan itu. Dia bukan tipe orang yang suka berkata buruk, tapi untuk Rama, pengecualian.

"Aku tau, Bang. Tapi ... " Rama menelan ludah susah payah. "Aku bener-bener sayang dia."

"Udah telat. Lo harusnya sadar diri, bukannya malah gatau malu begini." Alan menghela napas kasar. Lama-lama dia makin tersulut emosi jika terus melihat pemuda itu. "Mending lo pergi dan gak usah kembali sambil ngasih apapun lagi. Keberadaan lo itu ganggu." Alan berkata tajam  sebelum kemudian berbalik hendak kembali ke rumah.

Second Lead (Toxic) ✓Where stories live. Discover now