04. Sahabat Jadi Cinta

17 5 0
                                    


Ada pepatah yang mengatakan, mustahil pria dan wanita menjalin persahabatan. Pasti diantara mereka ada saja yang mempunyai rasa lebih dari sahabat. Hal itu terjadi di dalam kehidupanku, kami bersahabat sejak awal masuk Sekolah Menengah Atas. Entah dahulu siapa yang memulai hingga kami bisa sedekat ini.

Kebersamaan kami terlihat kentara didepan orang-orang, sampai mereka mengatakan. "Dimana ada Ara di situ ada Ari", karna kemanapun aku pergi sosok Ari lah yang selalu menemani. Namun, Sekarang semuanya berubah karna keegoisannku.

Hari itu Ari mengajakku ke Taman, katanya ada yang ingin dibicarakan. Padahal kalau ingin bicara ya bicara saja, macam presiden saja harus izin segala.

"Ra gue suka sama lo" pernyataan itu seketika membuatku tak menyangka dan terkejut, Ari ternyata mempunyai perasaan lebih padaku. Otakku berkelana memikirkan kami selanjutnya.

Ku coba ajak bercanda agar tidak terlalu tegang, "Apaan Ri, bercanda lo garing sumpah," kataku diiringin kekehan. " Gue serius Ra, dari dulu gue udah punya rasa lebih ke lo. Pacaran sama gue yuk Ra" pintanya. Ku tatap netranya tajam, tak ada gurauan yang kulihat hanya keseriusan.

"Kita ini sahabat Ri, Ga mungkin kita bisa pacaran. Gue lebih nyaman kita sahabatan Ri" Tukasku, semua yang aku katakan hanyalah omong kosong, sebenarnya aku sama halnya dengan Ari mempunyai rasa sama. Tapi aku terlalu memikirkan resiko kedepannya nanti.

Setelah kejadian itu, kami tak saling sapa. Ari seolah menjauh dari kehidupanku, tak ada lagi Ari dan Ara selalu bersama. Kini, kami hanyalah dua insan asing tak bertegur sapa.

Genap satu Tahun kami tak saling bicara, tatapan netra yang selalu menjadi saksinya. "Ra, katanya Ari jadian sama si Mona" suara Dinda mengalihkanku dari mie ayam lezat bu Pipit. "Liat deh Ra, Ari dari tadi liatin ke sini aja sumpah. Gue jijik sama si Mona kerjaannya nempelin Ari mulu" dumel Dinda. Napsu makanku sudah tak berselera lagi, segera aku beranjak dari kursi kantin. Aku tak mengidahkan panggilan Dinda dengan terus berjalan menjauhi area kantin.

Masalah demi masalah terus bergilir didalam hidupku. Selain masalah dengan Ari, Papah selalu mendesakku untuk menerima perjodohan ini, "Ara papah cuman minta satu sama kamu, kamu terima perjodohan ini saja papah sudah senang nak " Pinta Papah. "Tapi Pah.. Ara masih sekolah, nanti bagaimana sekolah Ara?" Sanggahku. Papah tetap Papah dengan sikap keras kepalanya.

"Tenang saja, Papah jamin pihak sekolah tak ada yang tahu". Menjadi anak penurut sudah Aku lakukan sadari dulu. Apakah sekarang aku bisa egois dengan masa depanku ?, Karna percuma saja aku menolak. Papah akan terus menjalankan perjodohan konyol ini.

Rooftop adalah tujuanku menumpahkan segalanya, tak ada yang tau tempat ini selain aku dan Ari. Aku butuh Ari untuk menjadi pendengar setia dan sandaranku. Kini Ari nya Ara sudah berbeda, sudah asik dengan dunianya sendiri.

"Mau sampai kapan Ra, lo begini terus sama Ari" Suara itu berasal dari pintu masuk, sangat aku kenali. Dia Akbar, tapi anehnya mengapa dia bisa tahu tempat ini. "Gue sering mergokin lo nangis sendirian disini" tuturnya mulai mendekat. Aku langsung mengahapus air mataku, agar tak terlihat cengeng dihadapan Akbar.

"Lo sebenarnya juga sama rasa kan sama Ari, Tapi lo mendam demi persahabatan lo agar tidak hancur dalam kata putus" Jelasnya dengan nada serius, aku tak bisa berkutik hanya menatap datar.

Perkataan Akbar tempo itu membuatku sadar, mau sampai kapan aku dan Ari bepura-pura asing. Sedangkan minggu depan aku akan melaksanakan pertunangan dengan lelaki lain.

Di sekolah aku mempunyai karib sepermainan, kami selalu melakukan waktu luang untuk berkumpul. Murid lain menyebutnya kami adalah sebuah geng penghuni kantin, karna tempat tongkrongan kami di kantin sekolah. Geng tersebut diantaranya Akbar, Dinda, Adit, Yuli, aku dan Ari. Permasalahan aku adan Ari diketahui oleh mereka, karna kentara Ari tak pernah ikut gabung bersama kami lagi.

Waktu LuangWhere stories live. Discover now