7 - Foto Bersama

14 3 0
                                    

“Kak David, boleh minta tolong pindahin Kafi ke depan ya.” Gita menginterupsi David yang sedang bersiap memotret anak-anak panti. Setelah melalui perdebatan begitu panjang akhirnya Gita mau memanggil David dengan sebutan ‘kak’. Tadinya gadis itu akan memanggil dengan sebutan ‘mas’. Tentu saja David tidak setuju. Memangnya dia mas-mas tukang parkir? Enak saja gadis itu yang memberi panggilan yang sembarangan.

Dan kini David semakin bertambah kesal karena Gita berani-berani sekali memberinya perintah. Di sini dialah yang fotografernya. Dia yang paling mengetahui posisi seperti apa yang tampak bagus. Tapi sejak tadi Gita yang mengoceh ingin membentuk pose yang sesuai dengan keinginannya.

“Lo bisa diam, gak?” protes David.

“Tapi Kafi nanti gak kelihatan kalau di sana Kak David,” kukuh Gita tetap keras kepala dengan pendapatnya.

Gita sangat bahagia bisa bertemu dengan anak-anak panti lagi setelah lima bulan ini selalu menghindari mereka. Ini adalah kunjungan pertamanya lagi setelah sekian lama. Bertemu dengan Kafi dan teman-temannya membuat Gita begitu semangat. Bocah laki-laki yang aktif namun pemalu ketika di potret itu malah menyempil di tengah dan David membiarkannya saja. Tentu Gita tidak akan membiarkan itu. Kafi harus terlihat jelas di foto nanti.

“Kafi gak mau pindah depan, Kak Gita!” seru bocah laki-laki itu saat David hendak menyela Gita lagi. David memandang Gita dengan tatapan seolah berkata ‘see?’, agar Gita melihat kenyataannya bahwa Kafi sendiri yang tidak ingin berada di depan. Jadi Gita tidak bisa menyalahkan dirinya. David sendiri tidak pandai membujuk anak kecil. Selama ini dia jarang mendapatkan pekerjaan untuk memotret anak-anak.

Gita mengabaikan David dan fokus kepada Kafi yang kini wajahnya sudah memerah. Bocah itu tampak tidak nyaman sekali difoto meski bersama dengan teman-temannya. Bahkan ada Sela juga yang biasanya sangat dekat dengan Kafi. Tapi kehadiran Sela tidak juga membuat Kafi merasa nyaman. Kafi terpaksa mau difoto karena Gita akhirnya datang ke panti lagi dan bermain bersama mereka meski tidak seasik saat dulu lagi. Ketika Gita akan dengan senang hati bermain petak umpat. Keadaan Gita tidak memungkinkan bagi gadis itu bermain petak umpat. Tetapi Kafi sudah bersyukur Gita masih mau mengunjungi mereka. Jadi bocah itu tidak ingin mengecewakan Gita kalau menolak ikut berfoto.

“Apa sebaiknya Kafi tidak perlu ikut saja, Git?” Bu Asih memberi usul. Dia tidak tega juga melihat Kafi yang berusaha menahan air matanya agar tidak menangis ketika foto diambil.

“Kalau Kak Gita juga ikut difoto gimana?” cicit Kafi dengan nada yang pelan.

“Iya Kak Gita!” seru anak-anak lain begitu kompak.

Tetapi raut wajah Gita seketika menjadi pias. Dalam keadaannya yang seperti sekarang ini, Gita merasa tidak senang jika difoto. Gita merasa malu dan tidak percaya diri. Jujur saja Gita sebenarnya juga belum siap datang ke panti itu lagi. Tetapi entah mengapa ide itu muncul paling depan saat kemarin dia mencoba mendekati David sebagai usahanya meminta maaf atas insiden kamera yang tercebur ke dalam kolam renang di tempo hari itu. Sudah sampai di sini, mau tidak mau Gita harus bisa bersikap seceria mungkin. Meski dari beberapa anak tadi ada yang mundur ketakutan saat melihat Gita dengan kursi rodanya. Gita hanya bisa tersenyum pahit melihat hal itu.

“Kak Gita mau, ‘kan?” tidak disadari Gita, Sela sudah mendekat padanya. Gadis kecil yang hari ini mengenakan dress warna toska dan rambut yang dicepol rapi itu menatap Gita dengan padangan meminta. Tidak tega, akhirnya Gita pun mengabulkannya. Gadis itu mengangguk.

David dengan gentle langsung membantu Gita mendorong kursi rodanya ketika melihat gadis itu yang kesusahan.

“Makasih kak David,” ujar Gita dengan senyuman di bibirnya namun tidak sampai ke matanya yang berembun. David mengerti kalau sebenarnya Gita masih tidak percaya diri pada kondisinya saat ini.

Dear You, Gita! ✔ [Sudah Terbit]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora