18 - Video Call

7 0 0
                                    

“Udah jadi, Bos?”

“Hm,” jawab David begitu singkat. Laki-laki itu sedang memandangi foto Gita yang behasil ia bidik dan sudah ia cetak. Tidak menghiraukan Pandu yang datang membawakan berkas-berkas kontrak dengan klien.

“Sebenarnya perasaan lo ke Gita itu gimana sih, Bos? Lo tertarik ‘kan sama dia?” cecar Pandu. Sejenak David melirik pada anak buahnya itu.

“Seperti yang sudah lo duga,” ujar David tak mengelak. Ia tidak tahu kapan persisnya mulai tertarik kepada Gita. Atau karena ia bertemu lagi dengan gadis itu atau saat mereka datang ke panti dan ketika itu David melihat ketulusan Gita untuk anak-anak yatim piatu itu. David tidak tahu jelasnya kapan, yang pasti ia ingin memberikan motivasi pada Gita agar gadis itu mau menjalani terapi.

“Kalau begitu kenapa gak lo tembak aja?”

“Belum saatnya.”

“Nunggu sampai Gita jadian sama cowok lain?”

“Maksud lo apa?” David melirik Pandu dengan kernyitan di dahinya.

“Lo gak sadar atau lo terlalu percaya diri sampai membiarkan sahabat Gita itu semakin dekat? Gue seratus persen yakin cowok itu naksir Gita.”

David tahu siapa cowok yang dimaksud oleh Pandu. Dirinya juga tidak bodoh sampai tidak menyadari perasaan Anton untuk Gita. Itu terlihat jelas di matanya. Entah apakah Gita menyadarinya atau tidak, kini David memikirkannya dengan serius. Mungkin saja Gita juga mengetahui itu dan membiarkannya. Atau malah Gita juga menyukai Anton? Seketika David menjadi panik sendiri. Ia meremas kertas berisi nomor ponsel Gita. Mereka baru bertukar kontak dan kemarin itu ia meminta Gita menuliskannya dalam kertas saja dan sekarang baru akan David pindah ke ponselnya.

“Kemarin mereka jalan berduaan di taman, Bos,” bisik Pandu ingin memanas-manasi David. Ia setuju saja jika David dengan Gita. Di banding dengan Sasa yang punya mulut geledek. Pandu lebih sejutu jika David dengan Gita. Anaknya manis, baik hati, dan jujur. Itu yang bisa Pandu nilai dari sosok Gita sejauh dia mengenalnya.

“Bonus lo bulan ini ditahan.”

“Loh, Bos kok begitu?” protes Pandu tapi tidak dihiraukan oleh David. Laki-laki itu sudah kembali fokus pada Laptopnya untuk mengedit foto-foto yang dipesan kliennya.


***

David pergi ke kampus Gita untuk menjemput gadis itu. Ia ingin memberikan kejutan. Foto-foto gadis itu kemarin sudah ia cetak semua dan dimasukkan ke dalam amplop. David akan memberikannya pada Gita. Agar gadis itu bisa melihat ekspresi wajahnya sendiri. Menilai bagaiman ia tampak selama ini. David berharap Gita bisa lebih menyayangi dirinya sendiri setelah ini.

Tetapi niat David itu harus diundur karena ia melihat Gita berada di mobil yang melaju melewati mobilnya. Yang menjadi permasalahannya adalah karena Gita bersama dengan Anton. Seperti yang dikatakan oleh Pandu, keduanya memang semakin dekat layaknya sepasang kekasih. Kalau sahabat mengapa tidak ada sahabat Gita yang lain? Mengapa mereka harus berdua saja?

Pegangannya di kemudi yang menguat menunjukkan bahwa saat ini David sedang kesal. Desisan yang keluar dari mulutnya juga menjadi pendukung. David memukul setir dengan geram lalu memutuskan kembali ke studio. Suasana hatinya menjadi sangat tidak baik.

Sebenarnya David ingin melihat Gita karena mungkin gadis itu bisa menjadi penghibur untuk hatinya yang sedang kacau. Klien yang tadinya hendak menggunakan jasanya, tiba-tiba saja membatalkan kontrak dan baru David ketahui kalau klien itu berpindah menggunakan jasa studionya Rainer. Bagaimana ia tidak menjadi kesal? Rupanya Rainer kembali ingin menghancurkan usahanya.

Dear You, Gita! ✔ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now