19 - Ngedate?

10 0 0
                                    

Gita tersenyum sendiri sembari memperhatikan ponselnya. Sahabat-sahabat Gita yang melihat tingkah gadis itu menjadi menatapnya dengan pandangan heran. Rudi menyikut lengan Anton untuk berbisik menanyakan sikap Gita yang aneh itu. Sebab belakangan ini Gita lebih sering bersama Anton. Mungkin saja Anton salah membawa Gita ke sebuah tempat yang ternyata angker lalu tanpa sadar Gita dirasuki oleh makhluk halus sampai menjadi aneh seperti ini.

“Kamu kenapa, Git?” Annisa angkat bicara untuk bertanya langsung.

“Kak David mau ngajak Gita jalan. Ini kali pertamanya dia bertanya langsung ke Gita,” cerita gadis itu masih dengan senyuman yang menurut sahabat-sahabatnya tampak aneh.

“Kamu mau ngedate sama David?” tembak Tere. Sejak melihat David yang tempo hari lalu menjemput Gita ke kampus dan membawa gadis itu kabur padahal sudah bilang akan pulang bersama Anton, Tere sudah menduga bahwa David menyukai sahabatnya. Awalnya ia memang tidak menyukai sikap kasar David, tapi apa boleh buat kalau Gita saja terlihat menyukai David juga. Sebagai sahabat, ia hanya bisa ikut bahagia atas kebahagiaan yang sedang dirasakan oleh Gita.

“Ah, bukan begitu Tere,” elak Gita tapi rona wajahnya menunjukkan ekspresi malu-malu. Lalu secepat kilat berubah sendu kala Gita berkata, “Mana mungkin Kak David menyukai Gita dengan kondisi Gita saat ini,” lirihnya. Gita menunduk dengan napas berat yang mengiringinya.

Di banding Sasa yang cantik dan ekspresif, Gita jelas merasa tidak ada apa-apanya. Apalagi Sasa sudah hadir lebih lama. Sementara dirinya hanyalah orang baru. Sangat tidak mungkin untuk David menyukai dirinya, mengingat laki-laki itu juga masih sering berkata kasar padanya.

Gita memang nyaman bersama David. Apa pun yang mengikuti diri David selalu membuatnya kagum. Entah itu pribadinya ataupun kisah-kisah tentang perjuangan mimpi laki-laki itu yang sempat ia curi-curi informasinya dari Pandu. Gita mengetahui kalau David sedang merajut impiannya kembali setelah dihancurkan dengan cara yang curang oleh saingannya. Itu terjadi tepat hampir bersamaan dengan dirinya mengalami kecelakaan yang merenggut fungsi kedua kakinya. Gita seolah merasa satu nasib dengan David.

Bedanya jika David langsung bangkit, sementara Gita malah semakin terpuruk dan putus asa dengan keadaannya.

“Kamu gak boleh merendahkan diri sendiri, Git. Apa pun keadaan kamu, kalau seseorang ingin tulus menyayangi kamu, dia pasti akan menerima segala kondisi kamu. Jadi jangan insecure lagi, ya!” nasihat Tere untuk Gita yang masih belum mau mengangkat wajahnya.

“Iya, Git. Aku yakin kok kalau Kak David itu pasti naksir kamu. Kelihatan dari sikap dia ke kamu,” tambah Annisa.

“Emang David itu orangnya yang mana sih? Ada di Fakultas apa?” sahut Rudi dengan sebuah pertanyaan. Itu membuat Annisa dan Tere langsung menepuk dahi mereka.

Rudi ke mana saja sampai persoalan tentang David saja dia tidak tahu. Padahal Anton yang lebih sibuk saja sudah mengetahuinya. Membicarakan calon dokter itu, Anton saat ini melirik Gita dengan pandangan yang sendu. Mati-matian ia berada di dekat Gita dengan menyembunyikan perasaannya dan berharap perlahan Gita akan menyadarinya, kini dalam waktu yang singkat seseorang yang baru masuk di hidup Gita malah bisa dengan mudahnya merebut seluruh perhatian gadis itu.

Rasanya begitu sakit ketika Anton melihat sendiri bagaimana Gita yang merona hanya karena mendapat panggilan dari sang fotografer itu. Saat ia mengajak Gita ke lapangan basket itu, Anton mengetahui kalau David menelepon Gita. Bahkan sejak di kampus saja sebenarnya Anton sudah menyadari keberadaan David yang hendak menjemput Gita. Ia membiarkan itu dan tidak mengatakannya pada Gita.

“Iya gak, Ton?”

“Hah?” Anton tersentak begitu mendengar Annisa yang bertanya kepadanya. Ia lantas tersenyum lalu mengangguk seadanya. Padahal Anton tidak yakin apa yang sedang dibicarakan oleh Annisa itu. Pikirannya terus berkelana tentang Gita dan perasaan gadis itu kepada David.

Dear You, Gita! ✔ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now