PART 6: Human Diary

1K 136 4
                                    

Melihat dosennya telah keluar kelas seusai kelas berakhir, Yeonjun langsung beranjak pergi ke parkiran mobil kampus, menjawab teman sekelasnya yang menanyakan dia akan kemana dengan seadanya. Tujuannya kali ini adalah mengambil sisa pakaian miliknya yang masih ada di rumah lamanya, lebih tepatnya rumah papanya.

Sejak seminggu sebelum minggu UTS semester ini, Yeonjun akhirnya dapat menyewa dan pindah ke apartemennya sendiri demi tidak serumah dengan papanya yang kalau disuruh menyebutkan namanya saja sudah enggan. Oleh karena Yeonjun pindah dengan terburu-buru, beberapa pakaian dan mungkin barangnya masih tertinggal di rumah papanya.

Sinar matahari hari ini cukup terik seperti biasanya, mengingat sekarang sedang musim panas. Yeonjun menggulung lengan kemeja biru muda bergaris putihnya karena merasa gerah.

Setelah berhasil memasukkan kode kunci rumah papanya, Yeonjun segera melangkah ke arah kamarnya tanpa memberi salam. Rasanya tidak perlu untuk memberikan salam di rumah ini.

Kamar Yeonjun terletak di ujung rumahnya yang cukup luas, sehingga dia harus melihat isi rumah yang penuh kenangan. Foto keluarga yang diambil saat Yeonjun menginjak sekolah dasar masih terpajang rapi di dinding ruang tengah. Dapur dengan meja marmer berwarna coklat tua terlihat dingin karena jarang digunakan.

Tiba-tiba Yeonjun merasa rindu dengan rumah ini, lebih tepatnya, dengan suasana hangat yang pernah terjadi di rumah ini. Semuanya tidak dapat Yeonjun temui lagi sejak papanya membiarkan pihak luar memasuki kehidupan keluarga kecil mereka saat Yeonjun berumur 14 tahun.

Lamunan Yeonjun buyar saat sebuah suara asing yang berasal dari kamar papanya.

"Ah, sial. Suara orang itu." gumamnya. Yeonjun mengerutkan kening karena tidak sengaja mendengarnya.

Dengan cepat dia melangkah ke kamarnya dan membereskan semua bajunya yang tersisa di lemari. Sekilas dia melihat ke sekeliling kamar dan menyadari kalau foto keluarganya dulu masih tertinggal di meja belajarnya. Dengan cepat Yeonjun mengeluarkan foto itu dari bingkainya dan merobek foto bagian papanya, menyisakan bagian dirinya dengan sang bunda lalu memasukannya ke dalam tas.

Langkah Yeonjun terhenti di depan pintu saat mendengar sebuah ponsel berdering di atas lemari rak kecil dekat pintu. Milik papanya. Tertera nama, 'Mahasiswi Soyeon'.

Pasti mau bimbingan. Kasian skripsinya macet karena dapet dosen yang mikirnya pacaran mulu kayak ABG yang baru kenal cinta. Batin Yeonjun. Soyeon adalah teman main di kompleknya dulu, sebelum keduanya sibuk dengan urusan masing-masing.

Merasa telepon yang tak kunjung berhenti itu penting, Yeonjun mengambilnya lalu dengan cepat membuka pintu kamar papanya lalu melempar ponsel tersebut ke dekat kasur dengan asal sambil menutup matanya. Setelah itu Yeonjun beranjak pergi rumah itu, meninggalkan kedua pasangan yang kaget akan tindakan Yeonjun.

***

Sebelumnya, pemuda yang sekarang sedang berada di kafe melukis ini berniat untuk menyewa dance room untuk menenangkan pikiran, tapi karena waktunya berdekatan dengan jam mata kuliah selanjutnya, dia memutuskan untuk melakukan hobi terselubungnya. Bukan, bukan melukis. Tapi berada di dekat Beomgyu dan kalau bisa, sekalian mengganggunya.

Beomgyu baru saja sampai di kafe melukis saat Yeonjun menanyakan keberadaannya tadi. Hari ini hari tanpa mata kuliah, jadi Beomgyu berniat untuk melupakan semua tugas menggambarnya sejenak dengan menggambar hal lain tanpa tuntutan nilai.

Oleh karena itu, sekarang Yeonjun duduk di hadapan Beomgyu dengan sesekali memandang sekitar lalu memandanginya yang sedang melukis.

"Kenapa dah? Gabut?" tanya Beomgyu yang mulai risih karena ditatap terus. Yeonjun mengangguk. "Pengen gangguin lo tapi takut itu kuas nanti nancep di kepala karena lo lempar." Yeonjun tertawa sedikit saat melihat tatapan julid Beomgyu.

Yeonjun juga bingung sebenarnya mau melakukan apa selain melihat sahabatnya ini melukis dengan teliti. Baginya, wajah serius Beomgyu itu lucu. Kadang bibirnya mengerucut seperti bebek karena saking fokusnya.

Tiba-tiba terlintas sebuah ide di kepala Yeonjun. "Di sini bebas mau ngelukis apa 'kan?" Yeonjun bertanya dengan tiba-tiba dan Beomgyu terkejut sedikit. "Ho'oh. Kalo lo mau ikutan bilang aja di meja resepsionis depan sana, nanti ada yang nganterin alat-alatnya sesuai yang lo pesen." Beomgyu menjelaskan tanpa berpaling dari kanvasnya. Dia sedang melukis pemandangan kota sore itu.

Setelah mendapatkan set alat-alat lukisnya, Yeonjun segera menyalurkan ide yang dia dapatkan tadi. Beomgyu sempat heran melihat Yeonjun menggambar lalu melukis dengan semangat seperti itu, karena yang dia ingat, Yeonjun terakhir melukis saat dia SD.

***

Musik jazz melantun dengan merdu dari pengeras suara restoran di sore hari yang cukup terik itu. Yeonjun dan Beomgyu sedang menyantap dengan lahap makan siang mereka yang terlambat, melupakan baku hantam yang terjadi dua puluh menit yang lalu.

"Emang kenapa sih kalo gua gambar lo? Bagus tau. Lo harus berterima kasih udah digambarin sama pelukis jago kayak gua," ucap Yeonjun setelah 'ketahuan' kalau dia melukis Beomgyu yang sedang melukis tadi. Beomgyu memutar mata. Jago apanya, untuk melihat ada orang di lukisan itu saja sulit. "Gua tau lo suka kan?" tanya Yeonjun dengan cepat, membuat Beomgyu kebingungan.

'Suka dalam konteks apa? Suka apa?'

"Suka lukisannya maksudnya." Yeonjun tertawa kecil setelah melihat wajah merengut Beomgyu yang berpikir keras. Yang ditertawai hanya mendengus kecil, enggan mengakuinya karena nanti kepedean sahabatnya itu meningkat drastis. "Enggaklah. Lukisan lo jelek. Lagian kenapa ngelukis gue dah? Naksir mah bilang,"

"Ya emang."

Beomgyu membulatkan matanya. "APANYA YANG 'YA EMANG'?" suara Beomgyu yang cukup keras mengundang orang-orang di jalan gang menuju restoran yang mereka tuju menengok ke arah mereka berdua.

"YA– Ya emang kenapa sih? Duh,"

Satu. Dua. Tiga detik. Tidak ada respon dari Beomgyu. Yeonjun jadi takut salah omong.

Baru saja Yeonjun mau menyenggol lengan Beomgyu, kepalanya sudah dipukul dengan kanvas yang Beomgyu bawa. Yeonjun tentu kaget dan mengaduh kesakitan.

"Berisik lo! Sana, jauh-jauh!" seru Beomgyu dengan cepat sambil berjalan ke tujuan mereka setelah puas memukuli pemuda berambut biru itu, meninggalkan Yeonjun yang masih mengusap kepala kesayangannya.

Mangkuk Yeonjun sudah bersih sejak dua menit yang lalu, sedangkan mangkuk Beomgyu masih berisikan setengah porsi kalguksu–mi tepung gandum potong yang berisikan berbagai macam topping. Alhasil, Yeonjun sesekali mencomoti potongan-potongan acar kubis alias kimchi dengan tanpa beban dan Beomgyu menatapnya dengan penuh penghakiman.

Yeonjun meneguk teh jagungnya. "Abis ini gua nganterin lo ya–"

"Bukannya emang harus?" Beomgyu memotong.

Untung Yeonjun sabar.

"Tapi sebelum lo menginjakan kaki di rumah, lo harus bantuin gua ngerekam dulu di taman komplek lo, kan bagus tuh." lanjut Yeonjun setelah menghela napas demi meningkatkan kesabarannya. Beomgyu mengernyitkan dahi. "Bukannya–"

"Iya, gua mau bolos kelas sore." Kata Yeonjun seolah-olah mengetahui apa yang akan Beomgyu katakan. Sahabatnya itu tentu bingung. Menurutnya, Yeonjun itu bukan orang yang malas kuliah, absen pun jarang.

Merasa harus menjelaskan lebih karena Beomgyu terus menatapnya, Yeonjun menjelaskan alasannya secara pendek dan agak tidak jelas, yaitu karena sumpek.

"Sumpek....?" tanya Beomgyu dengan hati-hati, berusaha memikirkan kemungkinan alasannya. Yeonjun hanya mengangguk dan sambil mengalihkan pandangannya ke jendela restoran, dia melanjutkan perkataannya, "selain itu, gua juga lagi pengen sama lo, my human diary."

Maaf kemarin-kemarin ngilang lagi because of some reasons (mainly college) T__T nah, karena itu sekarang ayo cepet putar lagu Ghosting by Tomorrow x Together.

POPULAR • YeongyuWhere stories live. Discover now