13. Revolution love

1.2K 175 43
                                    


~Read slowly and enjoy~
.
.
.
.
.
.






Setelah kemarin seharian penuh diluluh lantak oleh badai, hari ini jauh terasa lebih hangat. Tidak ada lagi gulungan awan kelabu, tidak ada lagi gemuruh yang diteriakan langit. Pagi ini hangat, Sujin menikmati hangatnya di tengah bingkai jendela, kelopak matanya dipejam lembut lalu jarinya mengetuk-ngetuk kusen jendela.

Apa semalam itu ia bertengkar lagi dengan Taehyung? Ia rasa itu bukan pertengkaran, ia juga tidak berniat menghitung sudah berapa kali mereka bertengkar, karna pastinya itu sudah tak terhitung lagi. Semalam mereka berunding, dengan Sujin yang duduk di atas wastafel selama tiga puluh menit mungkin.

Mereka mengambil dua keputusan. Entah ini revolusi jenis apa, yang terpenting Sujin ingin perubahan dalam hubungan ini. Ia menuntut kebebasannya, ia tak mau hal-hal sekecil apapun tentang dirinya terus-terusan diatur oleh Taehyung. Ia ingin memotong rambutnya tanpa minta izin, sesekali ia ingin memoles wajah tanpa minta izin. Sujin bisa mati jika terus-terusan diatur-atur begitu.

Yang kedua, tentang psikolog. Sujin membujuk Taehyung untuk mencari psikolog untuk pria itu sendiri. Sujin tak suka Taehyung marah terus-terusan, ia tak suka dipukuli dan dijadikan samsak tinju terus-terusan. Itu titik temu kenapa Sujin sangat-sangat tersiksa dalam hubungan ini. Ia tahu Taehyung sudah melalui hal yang sangat berat, ia memaklumi tapi ia tak mau dijadikan pelampiasan. Itu sakit, sudah banyak bekas luka yang tercipta di sekujur tubuhnya ini jika mau tahu.

Taehyung harus cari psikolog untuk dirinya sendiri, agar pesakitan itu tak memenjarai jiwanya lagi. Jiwa Taehyung masih sakit, Sujin ingin jiwa pria itu sehat lalu mencintainya dengan cara yang benar.

"Aku cemburu padanya," suara yang terlalu Sujin kenal menyentaknya. Ia memutar tubuh lalu ia dapati wajah Taehyung yang pagi ini air mukanya terlihat lebih cerah, apalagi sinar pagi menyirami wajah itu.

"Pada siapa?" Pun satu tungkikan alis penuh tanya ia tandangi untuk Taehyung.

"Matahari." Taehyung menunjukan satu jarinya ke arah atas.

Sujin berbalik lagi mentapi seberengkas sinar matahari yang Taehyung tunjuk masuk dari jendela. Sujin menyalurkan tangannya, debu-debu halus berenang di antara sinar-sinar terang,  kemudian tangannya terasa hangat selama satu menit disirami sinar, sudah ia bilangkan jika matahari pagi ini sangat hangat. Rasanya sudah lama ia tidak membuka jendela selebar ini, rasanya sudah lama udara tak menggelitikinya seperti ini, juga sudah sangat lama Taehyung tak menggodanya seperti tadi.

"Kenapa begitu?" Sujin membalik tubuh lagi, kini ia melipat tangan di depan tubuh, pinggangnya ia biarkan menyandar di kusen.

"Apa mataharinya lebih hangat dari pada aku? Jika iya, aku cemburu...." Taehyung menyandarkan pinggulnya di pinggiran meja rias, hendak memasang dasi sendiri, tapi saat ia melihat Sujin di sana yang sangat cantik karena disirami cahaya Taehyung baru ingat, jika memasangkan dasi adalah tugas Sujinnya. Jadi ia urungkan hal itu, lalu meletakkan dasinya di atas meja rias.

Sujin memberinya kekehan selembut kain wol yang baru angkat dari jemuran, sangat lembut sampai menggelitiki rungunya. Setelah kekehan itu berhasil ia lahirkan, Sujin mendesah panjang memejami kelopak mata lagi. "Dunia indah hari ini..... kenapa ya? Atau semua ini karena revolusi hubungan yang kita rundingkan semalam?" Sujin berkata setelah ia menghembus napas tanpa bobot.

"Revolusi...." ucap Taehyung menggelengkan wajah seraya terkekeh juga. "Kita menyebutnya revolusi, keren ya." Senyum lebar ia tandangi untuk Sujin yang kini kelopak matanya sudah terbuka lagi.

HALCYON [√]Where stories live. Discover now