CHAPTER 41

1.3K 86 12
                                    

"Hati itu tempatnya keegoisan dan nafsu. Mengikutinya hanya akan membuatmu terjerembab."

-rafzyanrm-

Rencana keberangkatan Asna dan suaminya ditunda. Mungkin bahkan bisa saja mereka batalkan. Melihat Asna dengan luka sayatan bekas pecahan mug membuat dia berdiri saja kelimpungan. Sebenarnya sudah dari kemarin, Asna masih saja merengek ingin ke rumah mamanya. Tapi Gus Adnan tidak mengizinkan. Bukan perkara ingin menjauhkan Istrinya dengan orangtuanya, kolot sekali jika Samapi pemikirannya begitu. Ini soal Asna yang harus mengeringkan lukanya sampai bisa jalan kembali. Walaupun selalu kalau ditanya sakit atau tidak, dia tetap akan kekeuh bilang tidak sakit. Sekarang Asna masih tidur, memang obat yang dia minum ada efek ngantuk jadi Gus Adnan membiarkan istrinya istirahat dikamar. Gus Adnan memilih duduk diruang tamu dengan laptop dipangkuannya.

"Astaghfirullah.." Gus Adnan mengacak rambutnya asal.

"Sebenarnya Asna kenapa sih, dia nggak pernah seceroboh ini?" Ujarnya sembari mengecek proposal pembangunan pondok yang dikirim lewat email oleh pengurus.

Gus Adnan membaca seksama tiap detail laporan itu, tentu saja karena Abi sudah memberikan tanggung jawab penuh urusan pondok kepada Adnan. Ia tidak ingin mengecewakan nya. Selesai membaca proposal, ia melihat pesan terbuka dibawah proposal.

"Email pribadi? Siapa kok udah kebuka?"

Gus Adnan membuka email itu, membuat matanya melotot tajam. Ia berulang kali memastikan nama yang teratur dibawahnya. Setelah sekian lamanya, dia berusaha melupakan wanita itu. Kenapa dia datang kembali, ia sadar bahwa hati tidak bisa dibohongi. Tapi dia tidak ingin jadi pecundang hanya karena mengikuti nafsu cinta. Asna alfiyah cukup baginya.

"Jangan-jangan yang baca email ini Asna?"

"Kalau iya kenapa? Takut ketahuan kamu masih belom move on?" Teriak Asna dari arah pintu kamar.

Gus Adnan melirik ke arah istrinya yang sempoyongan memaksa berjalan ke arah ruang tamu. Ia tidak bisa berfikir lagi, Asna pasti salah paham. Gus Adnan segera meletakkan laptopnya ke nakas, lalu membantu istrinya yang hampir jatuh. Asna menampik tangan suaminya.

"Aku bisa sendiri."

Asna memegang tembok merayap dengan perlahan. Seperti belajar berjalan. Hingga akhirnya tirai yang dia pegang lepas membuat dia terjatuh, Gus Adnan langsung menangkap badan Asna yang terhuyung hampir ke lantai.

"Kan aku bilang sayang, aku bantuin. Astaghfirullah keras kepala banget kamu ih.."

"Urusin aja kak Syifa."

Gus Adnan menuntun Asna duduk diruang tamu, membenarkan roknya yang tersingkap. Ia tidak kesal kepada istrinya. Karena bukankah arti cemburu itu cinta? Ia hanya kesal kenapa kak Syifa terus saja menjadi bayang-bayang yang tidak pernah hilang. Membuat rumah tangga mereka selalu goyah.

"Aku jujur, gatau masalah email itu. Kan kamu juga yang baca sayang?" Ujar Gus Adnan yang duduk dibawah kursi sambil mengelus tangan Asna perlahan.

"Yah iya sih. Tapi kamu tau kan sakitnya? Aku kira semuanya udah selesai. Kita semua berdamai sama masa lalu. Ternyata aku salah."

Gus Adnan berdiri mengusap kening istrinya, memandangnya dengan tatapan teduh. "Mas emang kagum sama Kak Syifa dulu. Dengan segala lembutnya dia dan cantiknya dia."

Jodoh Dalam DoaWhere stories live. Discover now