CHAPTER 3

8.5K 409 5
                                    

" Berhenti memilih. Hakikatnya tak ada manusia yang sempurna. Bisa saja jodohmu sudah ada, namun kau terlalu pemilih untuk mengenalnya."

--------

  Asna masih berkutat dengan dapur, ia turun tangan sendiri untuk memasak semua makanan yang akan disajikan nanti sore. Umi hanya mengintruksi dan berkomentar layaknya juri di ajang masak. Iya, kalau Asna sudah ahli mungkin lain cerita tapi Asna tidak bisa memasak buat mie instan saja terlalu banyak air sampai berubah jadi bubur. Asna mengusap peluhnya, sesekali ia mendumal sebab bawang yang ia potong membuat sudut matanya berair sampai pedas.

  Ini kali pertamanya ia tahu bumbu dan alat dapur, sebab dari dulu yang suka masak siapa lagi kalau bukan kakaknya yang menurut Asna kuker pakai kuadrat. Tapi, Asna tidak memungkiri kalau masakan Kak Syifa sangat enak bahkan Umi kalah jago dengan Kak Syifa. Mangkanya Asna heran, Kak Syifa tamak saat pembagian rezeki dan kelebihan oleh Allah. Ia ambil jatah banyak orang untuk dirinya sendiri, gadis cantik, semampai, pintar, jago masak, hafidzoh, dapat beasiswa kuliah di Universitas Al-azhar Kairo.

    MasyaaAllah, jika Asna jadi laki-laki mungkin Kak Syifa adalah perempuan yang idaman. Soal Beasiswa kuliah, Kak Syifa belum menjawabnya padahal tanggal berangkat ke kairo seminggu lagi. Asna gemas sendiri melihatnya. Mereka memang terpaut umur tidak terlalu jauh sekitar tiga tahunan. Asna menghentikan lamunannya lagi, hampir saja Ayam yang ia goreng gosong tanpa ia sadari. Helaan nafas panjang terdengar, Umi hanya geleng-geleng kepala tanpa andil ikut komentar. Detik berganti ke menit dan menit berganti ke jam. Sudah kurang lebih tiga jam ia memasak, dan kini semua masakan itu ia susun rapi di meja makan. Rencananya setelah acara selesai, Abi mau ajak Keluarga Gus Adnan makan bersama untuk menyambung silaturahim.

  Abi kelahiran jombang besar di malang, sedang ibu palembang. Itu sebabnya Abi ingin anaknya berjodoh dengan orang yang tidak jauh. Kata Abi, takdir itu bisa diubah oleh do'a dan Abi memohon kepada Asna untuk selalu istikharah dalam setiap pilihan di hidupnya. Itu akan langsung dilakukan jika yang dinasehati Kak Syifa, tapi Asna mungkin ogah-ogahan. Asna duduk di sofa depan, sedang Umi sedang wudhu untuk shalat dzuhur. Asna cemas, ia takut Kak Syifa salah paham. Ia sangat sayang dengan kakaknya. Fikiran Asna makin kacau bertebaran.

"Hush.. Asna. Ayo sholat, jangan ngelamun mulu. Minta petunjuk sama Allah, curhat sama yang punya hidup." Ujar Umi menarik lengan baju Asna.

"Baik, Umi." Sahut Asna lemas.

Tiba-tiba Asna menghentikkan langkahnya dan mencekal lengan Umi, membuat wanita paruh baya itu membalik badan. Tersirat kesedihan di sorot mata bungsunya, cairan hangat itu menetes tanpa ada yang memaksa.

" ya Allah, Asna. Kamu kenapa?" Tanya Umi panik seketika.

"Umi... Kak syifa itu suka sama Gus Adnan. Asna nggak mungkin nerima perjodohan ini, nggak adil. Kasian kak syifa, umi.." ujarnya penuh penekanan tapi sedikit mengobati sesak didadanya.

"Hmm... Umi paham, tapi kamu harus ingat bahwa nggak semua yang kita inginkan itu adalah yang kita butuhkan. Kak syifa akan ambil S2 dan ia sudah dewasa untuk memahami semuanya."

"Tapi, umi. Ini pasti menyakitkan."

"Kak Syifa punya iman dan Allah, ia pasti tau bagaimana mengobati luka hati. Umi menjodohkan kamu karena takut kamu berzina, kamu terkena fitnah, dan Gus Adnan in syaa Allah bisa membimbingmu Asna." Jelas Umi

"Mi..." ucapan Asna dipotong oleh Umi.

"Sudah ayo kita sholat, Allah sudah menunggu kita. Minta keyakinan pada Allah, berdoalah nak." Kini Umi pergi meninggalkan Asna yang mematung sendirian.

    Kemudian, Mereka menunaikan kewajibannya shalat empat rakaat. Di kamar Umi mereka shalat berjamaah, Umi sebagai imamnya. Setelah shalat runtutan do'a mulai dipanjatkan Asna berharap ada titik terang. Tiba-tiba ada suara deru langkah yang menggebu dari arah pintu depan. Umi dan Asna melepas mukena dan berlari ke areal depan rumah mereka. Mata mereka membulat tajam saat melihat Kak syifa yang memporak porandakan kamar dan duduk disudut kamar sembari memeluk kakinya yang ditekuk.

"Asna... kenapa kamu nggak  jujur. Kenapa harus Abi dulu yang ngomong sama kakak? Kenapa harus Gus Adnan?" Tanya Kak syifa beringas.

Asna menunduk, ia berjongkok dan mendekati Kak syifa didekapnya tubuh yang bergetar itu erat. "Kak.. ini bukan kemauan Asna. Tadi pagi Asna mau bilang tapi Kak syifa pergi. Maaf." Terang Asna lirih. Kak Syifa hanya diam termangu, nafasnya terdengar berat menderu. Umi mendekati Asna untuk sedikit memberi jarak karena emosi kakaknya yang meluap. Kak Syifa menyingkirkan bahu Asna, ia mengambil sebuah koper besar dari atas lemari kamarnya. Seluruh barang dan pakaian dimasukkan urakan tanpa peduli, Asna sontak kaget. Ia memeggangi kaki kakaknya sembari menangis.

"Syifa.. kamu mau kemana nak?"

"Syifa mau ke kairo terima beasiswa kuliah S2 disana mi. Syifa ngga mau tinggal sama pengkhianat. Assalamualaikum." Ujarnya sembari menyalami Umi.

Asna terus merengek, dan meronta pada umi agar menggagalkan semua rencana yang telah disusun rapi. Tapi Umi hanya menggeleng, sebagai seorang istri tentu Umi tidak bisa menyergah titah suaminya. Apalagi Abi sedikit keras kepala jika punya kemauan. Hingga Kak syifa sudah hilang dari pandangan, matanya sudah dibanjiri air mata. Ia tidak ingin menjadi sumber masalah yang mungkin saja membuat Kak Syifa enggan kembali. Asna lunglai, kakinya lemas tak bertenaga.

"Kak syifa... umi.." ujarnya dengan bibir bergetar hebat.

Umi mendekap Asna yang tubuhnya roboh, dan pandangan Asna menghitam.

~~~~~

Agak pendek dulu yah.. next part in syaa Allah lebih baik.
Nb: itu yg dimulmed Asna ya.

~jazakumullah katsiran~

Jodoh Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang