Chapter 6

8.1K 403 5
                                    

" karena setiap hati butuh kepastian, bukan perhatian kosong tanpa sebuah keterikatan."

------

  Asna duduk di meja rias menatap pantulan wajahnya yang tertera jelas di cermin lonjong dengan ukiran khas jepara miliknya -- pemberian Umi katanya sebagai hadiah pernikahan. Ia masih terus mengerjapkan mata, seperti masih dalam sebuah mimpi ia sudah menjadi istri sah dari Gus Adnan. Asna tiba-tiba senyum sendiri sambil mengusap riasan yang menempel erat di kulit wajahnya. Sesekali menuangkan pelembab ke kapas lalu menyapukannya perlahan sampai terasa segar dengan sedikit rasa dingin.

Ia tak menyangka mimpi itu nyata, takdir itu sama dengan mimpi-mimpinya seminggu kebelakang. Setiap tidur ia selalu memimpikan seorang laki-laki bertubuh tegap dan berpeci berdiri dirumahnya sambil tersenyum padanya, walau dalam mimpi itu samar wajahnya tapi Asna yakin itu Gus Adnan -- pria Ar-rahman milik Asna seutuhnya. Asna melepas jilbabnya dan menggerai rambut panjang miliknya, ia mengambil sisir dan membenahi tatanan rambutnya. Tiba-tiba siluet dari balik pintu membuat Asna terlonjak kaget dari tempatnya.

"Hah.. Adnan???" Teriak Asna histeris.

Ia meraba-raba meja sambil terus mencari jilbab-jilbabnya, ah ketemu. Asna lantas melilitkan jilbab itu seadanya dikepalanya, hampir saja jantungnya berlarian karena spot jantung. Gus Adnan mendekat dan menarik peniti dikepala Asna perlahan lalu meletakkan pashmina coklat itu dibahu Asna sambil tertawa. Ia tak sanggup menatap air muka istrinya yang kaku dan tampak teggang seperti sebuah robot berjalan.

"Letakkan saja disini, aku ini suamimu." Ujarnya lalu kembali menjauh duduk di pinggiran ranjang.

Asna berbalik lagi ke arah cermin, ia menunduk. Tak biasanya Asna malu pada seorang pria, ia banyak bergaul dengan laki-laki tapi baru kali ini semua terasa canggung dan aneh. Asna sendiri tak menemukan alasan yang tepat untuk ketakutannya. Asna mengkucir rambut dan masih diam menunggu ada suara yang memulai. Sedetik, dua detik, tiga detik hampir tiga menit dan mereka sama-sama diam tak berkutik atau berbicara apapun hanya mematung tanpa berniat mendekati satu sama lain.

"Ehmm.." gumam mereka bersamaan, lalu tawa pecah diantara mereka.

"Eh.. kamu duluan deh, nan." Ujar Asna.

Gus Adnan meletakkan pecinya, "gapapa, perempuan dulu baru laki-laki."

"Eh.. nggak jadi deh." Ucap Asna malu.

"Semalam tidur?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Gus Adnan membuat Asna tercekat, ia sulit mengelak karena semalam ia insomnia.

"Tidur." Ujarnya, "pulas malah berjam-jam" tambah Asna percaya diri.

"Hape kamu ada yang bajak?"

"Eh.. nggak kok nggak ada." Sergahnya.

"Semalam aku liat kamu online medsos sepanjang malam, dan kamu tau apa yang aku suka?" Tanya Gus Adnan membuat Asna penasaran.

"Apa, emang?"

"Kamu udah hapus semua foto-fotomu di medsos, masyaa Allah." Ujar Gus Adnan sembari maju dan mengacak rambut istrinya, "semoga kamu mau menjaga kencantikanmu agar hanya aku yang melihatnya."

Asna bersemu merah padam, "iya, aku berusaha kok nan." Jawab Asna.

"Boleh aku minta sesuatu darimu?" Tanya Gus Adnan lagi, membuat Asna meringis. Ia belum siap menjadi istri seutuhnya, untuk memenuhi kebutuhan biologis suaminya ia tidak bisa. Tidak untuk saat ini. Asna mengangguk.

Gus Adnan tersenyum lalu mendekati Asna semakin dekat dan ia hanya berjarak satu senti dengan Asna, "panggil aku mas, bukan Agus atau Adnan." Bisiknya membuat Asna melotot tajam. Lidahnya kelu dan ia sama sekali tak mengisyaratkan jawaban apapun.

Jodoh Dalam DoaWhere stories live. Discover now