CHAPTER 43

1.4K 74 6
                                    

"Cinta itu seperti lingkaran berputar tanpa ujung dan tak memiliki ruang untuk berhenti."

-rafzyanrm-

"

" Waalaikumsalam kak Syifa"

Gus Adnan bergegas ke kursi tamu untuk membantu Asna duduk di sofa depan.sebab Gus Adnan tak enak hati tengah menggendong Asna. Ia menyenggol lengan Asna yang mematung untuk menemui keluarganya yang jauh dari kota Bandung untuknya. Tapi tatapan Asna seakan membunuh. Seperti biasa Gus Adnan hapal benar yang terlintas dibenak istrinya, ia mengedipkan mata untuk meyakinkan Asna bahwa semua akan baik-baik saja.

"Ya Allah anak Abi, kamu kenapa?" Suara itu terdengar parau, Asna mendekap Abi nya erat. Hubungan ayah dan anak ini memang acap kali berseteru tapi tak pernah lenggang.

"Abi.. suaranya kok serak?"


"Abi cuma habis nggak enak badan kemarin, tapi sekarang udah sehat kan udah ketemu Asna." Ujar Abi dengan senyum sumringah.

"Wah covid nih Abi hahahahah." Ejek Asna

Abi menjitak lembut kepala Asna yang tidak berubah cerocosnya dari dulu, "kamu ini yah asal aja kalo ngomong dari dulu."

"Ummiiii...." Ujar Asna yang melirik ibunya sambil merengek seperti bocah.

"Umi sengaja kesini jenguk kamu, yah walaupun besok harus balik lagi ke Bandung soalnya Abi kamu ada ketemu klien."

"Ettdah cepet amat sih umi." Cerocos Asna dengan santai nya seperti beberapa saat yang lalu jauh sebelum ada Gus Adnan yang mengubahnya.

"Kaki kamu kenapa sampai begitu sih?"

Suara itu memecah keheningan, lirih tapi memekik suasana. Semua mata menatap padanya, gadis bergamis nude dengan jilbab pashmina itu tersenyum pias. Asna menelan salivanya kasar.

Bisa-bisanya nanya gara-gara apa buta apa yah matanya, dia yang membuat luka dia sendiri yang tanya kenapa? Cih. - Asna bergumam terus menerus sampai gondok didalam batinnya.

ia sebenarnya sudah tidak sanggup untuk sekedar basa-basi dengan sebuah sumber luka. Sekalipun itu adalah kakaknya luka tetaplah luka. Asna diam menusuk dengan tatapan tajam, Gus Adnan yang sudah mengira ini hanya akan menyulut masalah langsung berdiri membuat semua terhenyak kaget.

"Mau kemana, nan?" Tanya Abi

"Mau bikinin minuman dulu yah, Adnan permisi umi Abi.." ujar Gus Adnan melenggang pergi.

Gus Adnan bersembunyi dibalik gorden dapur, ia seperti sedang ditimbun oleh ribuan bom atom yang siap meledak diwaktu bersamaan. Kikuk rasanya. Walaupun kalau boleh jujur, ia sudah tidak memiliki rasa itu lagi buat kak Syifa. Barang secuilpun bisa dibilang sudah raib. Tapi apa boleh buat, semua sudah carut marut sulit diluruskan. Apalagi dengan Asna yang membaca email kiriman Kak Syifa kemarin, ia yakin pasti Asna gondok setengah mati hari ini.

"Bukannya kak Syifa mau nikah, ngapain juga masih segala email sih?" Gumam Gus Adnan sembari membuka wadah teh dan menuangkan satu persatu gelas dengan air panas.

"Yah karena kamu ngasih harapan dia."

Gus Adnan kelabakan spontan saja menoleh ke arah sumber suara, ada Asna yang berjalan sempoyongan ke arah dapur. Gus Adnan langsung memapahnya. Ia kehilangan akal untuk meluruskan semuanya. Asna hanya geleng-geleng kepala dan membantu mengaduk teh di nampan.

"Aku..."

Asna menutup mulut suaminya dengan jarinya, "nggak baik beradu mulut didepan orang mas. Serumit apapun hubungan kita, tetap saja perlihatkan kita tuh baik-baik saja." Ujar Asna.

Jodoh Dalam DoaWhere stories live. Discover now