CHAPTER 33

2.6K 177 30
                                    


"Pendam, Redam Hingga Padam"

-rafzyanrm-

------------

Asna menatap dirinya nanar dari pantulan cermin kaca dilamarnya. Rambutnya panjang terurai disisir lembut, ia menahan diri untuk tidak mencat rambut seperti dulu. Ia bahkan tak pernah berambut hitam dulu. Selalu saja warna mencolok mata yang ia pilih untuk tatanan rambutnya. Suasana kamar dan ndalem begitu hening. Tidak ada hiruk pikuk atau kehidupan apapun di sini. Hanya ada suara ayam dari kandang sebelah ndalem yang saut-sautan, selebihnya hanya deru nafas Asna yang naik turun tak berirama. Kebetulan Gus Adnan sedang bersama Abi ke ladang yang diurus santri putra, dan Umi sedang tidur dikamar tamu. Ia membuka laci lemari, matanya memicing melihat suaminya itu meninggalkan ponselnya di nakas kecil.

"Loh ini kan punya mas Adnan?"

  Asna memutar ponsel itu. Ia bimbang mau mengembalikan ke empunya atau membiarkannya saja. Ia kelimpungan sendiri dengan fikirannya yang kontras.

"Udahlah biarin aja." Ujarnya, "eh, tapi kalau ada urusan pondok gimana?" Sanggahnya kembali.

   Asna buru-buru memakai pashmina peach miliknya, ia menyematkan jarum pentul dibawah dagunya. Ia begitu ahli menata hijab sekarang, tidak seperti dulu jarum pentul ia tusuk tusuk ke kepala hingga kesakitan. Tak lupa Cardigan rajut untuk menutupi bajunya yang agak ketat, ia tak enak hati jika berpakaian tidak sopan diarea pondok apalagi ia yang notabennya istri seorang Gus. Apa saja tingkah lakunya disorot persis seperti bintang film.

Drrttt

  Saku bajunya bergetar oleh pesan ponsel, ia mengambil ponsel miliknya. Menggeser menu dan tak menemukan barang pesan atau notif apapun. Alisnya mengernyit, ia mengambil ponsel suaminya. Bola matanya mendelik hampir loncat dari tempatnya. Bisa-bisanya ia melihat hal semacam ini, saat berusaha memulihkan overthinkingnya kepada suaminya.

Kak Shila: Gus Adnan boleh kita ketemu.

"Perempuan Gila!" Ujarnya menggetok ponsel Gus Adnan ke meja kesal. Asna menghela nafas, ia membalas pesan tersebut berusaha berpura-pura menjadi Gus adnan.

Gus Adnan: iya, dimana?

Kak Shila: di taman Deket ndalem, sekarang yah Gus. Jangan sampai Asna tahu yah.

"Syaitan emang yah, laknat bener. Pelakor apa gimana sih kak Shila. Niatnya apa coba? Emang aku ganggu dia?" Umpat Asna mengacak jilbabnya kesal. Segala sumpah serapah sudah memuncak panas diotaknya.

   Asna akhirnya memutuskan menemui Kak Shila. Ia membiarkan ponsel itu tetap padanya. Biar dikata ia dan Gus Adnan tidak berawal dari dlaing mencintai tapi mustahil jika tidak saling cemburu. Toh mereka menikah sudah hampir setahun, selalu bersama memang perasaan batu yang tidak bisa diubah. Tentu saja Asna sudah memiliki rasa, entah sebaliknya ia tidak paham. Kali ini ia pergi keluar pelan-pelan, takut sampai Umi bangun dan masalah rumah tangganya terbongkar.

   Setelah keluar dari ndalem, langkahnya memburu. Ia sesekali celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada yang tahu keberadaannya. Apalagi dua bocah tuyul yang suka menguntitnya: Diki dan Haris. Kalau sudah ditangan mereka bukan beres masalah malah tambah runyam tidak berujung. Asna melihat Kak Shila duduk di bangku taman, tatapannya ke arah sebuah foto ditangannya. Asna menaikkan alis, ia menepuk bahu Kak Shila.

Jodoh Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang