CHAPTER 31

3.6K 181 34
                                    

"Semua hal memang butuh alasan tapi tidak semua alasan harus disuarakan. Jaga diri baik- baik. Untuk hatimu, harimu dan dirimu."

----------

  Asna lari sempoyongan meninggalkan Gus Adnan yang masih terpaku di perbatasan asrama santri putri. Ia sekarang benar-benar tak paham dengan racun apa yang bersarang merongrong didalam otak suaminya. Tak masuk akal. Tidak ada angin juga tidak ada hujan, tanpa ba-bi-bu Gus Adnan berubah. Bahkan, dari pertama kali mereka menikah tidak pernah secuil pun laki-laki itu menyinggung pertemanan Asna. Ini bukan lelucon. Mereka teman Asna juga bukan sebuah barang yang harus menjadi opsi dari pilihan konyol suaminya. Asna memijit kepalanya sambil terus berjalan menyusuri lorong mengabaikan beberapa santri yang menguliti Asna. Jika sekalipun semua santri keluar karena melihat Asna beradu mulut dengan Gus Adnan di muka umum, dia tidak peduli. Sekali saja, Gus Adnan berhenti egois tidak mengedepankan perasaannya saja. Asna menitikkan air mata dan acapkali ia usap pelan sebelum menetes ke pipinya.

   

"Apa maksud kamu?" Ujar Asna melotot.

"Ya-- Ya pilih saja. Apa susahnya. Kalau aku memang kamu anggap suami harusnya nggak sulit buat bilang pilih aku dan meninggalkan mereka." Sahut Gus Adnan gelagapan.

Asna meringis, "ish.. ternyata kamu picik yah. Kamu kekanak-kanakan." Ujar Asna mendorong tubuh Gus Adnan hingga terhuyung jatuh ke kursi panjang di gerbang.

Gus Adnan terperangah mematung membiarkan punggung wanita-nya hilang dari pandangan. Ia juga tak paham apa yang terjadi dengan dirinya. Rasanya ia ingin memiliki Asna sepenuhnya, hingga bisa berlaku se-egois itu. Ia mengacak rambutnya kesal dan menendang gerbang keras.

Brakkkk!

"Ahh!" Teriaknya memekik membuat Diki dan Haris diam-diam kabur masuk ke kamar mereka.

   
    Asna kembali ke kamar, Menutup pintu rapat-rapat. Kakinya sudah lemas untuk berdiri. Ternyata menjalin rumah tangga tidak semudah membalikkan tangan. Ia harus kembali jatuh bangun mempertahankannya. Untuk berapa kali hatinya kembali patah dan tak berarah. Kalau boleh menyerah, ia ingin mengakhiri semuanya saja. Tapi pernikahan tak selucu itu, kalau bosan bisa ditinggalkan ini tentang komitmen seumur hidup yang seharusnya dipahami juga sama Gus Adnan. Laki-laki itu membuat Asna jatuh cinta sekaligus patah hati diwaktu yang bersamaan. Asna terduduk lemas dibalik pintu meringkuk memeggang lututnya, spontan bulir air matanya yang terbendung sedaritadi meluap panas mengalir disudut matanya. Ia biarkan, karena memang harusnya seperti itu. Mungkin saja akan terasa melegakan.

Tok!
Tok!
Tok!

"Asnaa... Buka pintunya sayang."

Asna mendelik, ia terpaksa beranjak dan mengusap air matanya kembali. Gus Adnan berulang kali mengetuk pintu, ingin rasanya Asna tetap mengurung diri di kamar tanpa suaminya. Tapi ia tak enak hati dengan umi dan Abi, "iyaa."

Asna membuka pintu, membiarkan laki-laki bertubuh tegap itu masuk. Ia masih mematung dingin dan kembali mengunci pintu. Asna tak angkat bicara ia hanya berjalan menuju kasur. Tiba-tiba sebuah pelukan hangat membuatnya diam tidak berkutik sejengkal pun. Gus Adnan mengusap punggung tangan Asna, dan menggenggam jari jemari itu erat. Asna berbalik badan mengangkat alisnya malas, dan si empu-nya nampak memelas.

Jodoh Dalam DoaWhere stories live. Discover now