CHAPTER 46

1.1K 55 20
                                    

"Dunia itu berat. Maka kamu butuh cinta untuk meringankan semuanya."

-ridwan kamil-

----------

Wanita itu mematut dirinya didepan cermin, membenarkan ujung kerudungnya yang nampak berwarna senada dengan suaminya. Ah, entahlah ada banyak hal yang beberapa akhir ke belakang bersarang penuh ditiap sudut otaknya. Hari ini ia tidak memiliki rencana apapun selain datang ke kajian yang diadakan santri abdi ndalem. Setidaknya dia tidak perlu bersitegang dengan saudaranya sendiri kali ini sebab keluarganya sudah berpamitan pulang ke Bandung tadi malam. Dadakan memang, ada acara mendadak itu yang bisa Asna simpulkan dari basa-basi semalam.

"SAYANGGG!!!!"

Asna terhenyak, hampir saja ia hanyut dalam lamunannya. Padahal Gus Adnan sudah berdiri di belakang pintu kamar mandi sejak tadi tapi dienyahkan oleh Asna. Dengan kemeja senada dengan sarungnya, ia segera mendekati istrinya. Ia menerka-nerka apa yang sedang bersemayam dibenak wanita-nya itu.

"Are u okay sayang?" Ucap Gus Adnan membelai lembut pundak Asna.

"Mas..."

Lirih suara Asna, sedikit membuat Gus Adnan terheran pasalnya ia tahu betul kalau istrinya bukan tipe orang yang berbicara selembut itu, bahkan semut pun sudah mendengarnya mungkin. Ia menaikkan alisnya sebagai penanda rasa penasarannya yang semakin menggebu.

"Mas ada salah sama kamu? Atau kamu kepikiran Kak Syifa? Mas beneran udah nggak ada perasaan sama kakakmu." Ujar Gus Adnan menatap mata Asna dengan berbinar, sudut matanya mengembang ia tak enak hati pernah melukai begitu dalam hingga menimbulkan rasa trauma pada istrinya.

Gus Adnan menepuk bahu Asna kembali, "mas nggak bohong sayang." Timpalnya kembali meyakinkan Asna yang masih diam seribu bahasa tanpa ada pergerakan sedikitpun atau berbicara barang sepatah katapun.

"Bukan mas, bukan itu.."

Gus Adnan makin terheran selama ini hanya itu hal yang sering membuat istrinya murung. Lalu kesalahan manalagi yang sekiranya ia perbuat hingga merusak suasana. "Lalu, sayang?"

"Mas nggak malu punya istri nggak bisa hamil kek aku? Kita udah menikah setahun loh sayang?" Lirihnya bercampur sendu menghunus relung hati Gus Adnan yang seketika termenung.

Ia tak munafik. Setiap orang yang menikah pasti mendambakan anak, dan Gus Adnan tidak memungkiri itu apalagi usia pernikahan mereka dibilang sudah bukan hitungan hari atau bulan. Bukan seumur jagung. Tapi apa memiliki anak itu prioritas utama dalam menikah. Bukankah menikah itu karna untuk menyempurnakan sunah rasul dan menyempurnakan agama sekaligus menyatukan dua insan dalam halal.

"Mas diam?" Asna menatap ragu mata suaminya, "ah, mas pasti sudah lama memendam ini yah kecewa sama Asna yah?" Ujarnya dengan suara serak.

"Enggak, sama sekali engga sayang."

"Lalu apa? Kak Syifa sudah mau menikah, sampai dia duluan yang hamil. Pasti mas malu dan kecewa. Mas salah pilih istri."

Gus Adnan tahu ini ranah sensitif wanita. Ia takut berbicara banyak pasal takut salah bicara apalagi kalau soal kehamilan.

"Menikah atau hamil itu bukan ajang perlombaan. Tidak masalah dia duluan atau terakhir. Semua ada porsinya. Kamu nggak boleh merasa minder sayang."

Gus Adnan memeluk erat istrinya, lalu mencium keningnya lembut. Bahunya hangat oleh air mata Asna, ia berusaha menyeka tiap tetes air mata itu agar tidak tumpah ruah.

"Kamu jangan khawatir sayang. Daun yang jatuh saja sudah punya takdir kapan akan jatuh, apalagi kita manusia. Allah pasti menyiapkan rencana indah buat kita." Ujar Gus Adnan, "sudah jangan nangis, ayo kita keluar udah mau mulai acaranya. Jangan lupa bawa kitab kuningnya yah sayang."

"Iyaa mas, tungguin aja disana yah. Aku mau benerin bedak aku dulu luntur gara gara nangis.mana mascara aku luntur." Ucap Asna menghadap ke suaminya

Gus Adnan malah memecah tawa, "Asnaa liat mata kamu sayang, itu udah kek panda item semua hahaha."

"Ihh nyebelin..." Ujar Asna sembari menutup bagian matanya dengan jemarinya. Sebelum kemudian mencubit tangan suaminya.

"Coba mana panda aku... Gemoy banget bisa Ngambek nyubit segala." Hibur Gus Adnan.

"Ishhhh massss" ujar Asna dengan pipi merah merekah malu seperti kepiting rebus.

-----------

Ris,,, malam ini yah. Tunggu didepan masjid

Sent

Siap mec, kamu langsung nyampur aja sama santri

Sent

"Woy, lu maen hape gua perhatiin ditutupin Bae sih. Ngeliat Japanese lu yah. Njir!" Teriak Diki memekik suasana santri yang ziarah sampai menoleh ke arah mereka, beruntung Haris buru-buru membekap mulut ember Diki.

"Gua sunat lu yah lemes beud jadi cowok. Kagak ege.."

"Enak aja habis dong njir."

Haris memasukan hape nya ke kantong sebelum ketahuan pengurus abdi ndalem . Bisa disita dan tidak dikembalikan hape satu-satunya punya dia.

"Lagi lu maen nuduh Bae. Sorry yah kagak maen gua liat begituan."

Diki melotot dan reflek mundur selangkah, menutup dadanya dengan tangan yang disilangkan. Membuat Haris mengernyitkan dahi.

"Lu kenapa dah." Tanya Haris

"Astaghfirullah Haris. Jan ngadi-ngadi lu yah. Lu suka cowok? Sampai nggak suka film begituan. Nggak waras loh!" Ujar Diki.

"Nenek ku kayang. Gua normal ege!" Timpa nya.

"kaki gua jangan Lo injek juga." Pekik Diki sebelum kemudian ia melihat sosok gadis berkerudung pink dari balik masjid menyelinap diantara kerumunan. Haris mengecek kembali hape nya untuk kembali memastikan penglihatannya yang tak bisa dibenarkan.

Aku pakai jilbab pink udah sama temen-temen

Sent

"Syukurlah..." Ceplos Haris.

Diki menarik baju Haris sampai ia kerjatuh didepan santriwati. "Sakit bego!" Keluhnya sembari ditatap semua peziarah.

"Lagian lu udah nginjek gua malah disyukurin lagi."

"Auah serah lu. Gua lagi bahagia." Ujar Haris.

"Wuih... Rumah lu kegusur jalan tol lagi? Apa nenek ku udah meninggal dapat warisan?"

"Njirr... Lu yah!"

----------

Hallo Assalamualaikum semuanya
Maaf yah late post banget hampir setengah taun semoga kalian masih suka. Makasih banget yang udah nungguin. Jangan lupa tinggalkan jejak yah....

Regards
Rafzyanrm

Bekasi, 17 Oktober 2022

Jodoh Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang