CHAPTER 49

963 29 3
                                    

"jangan kaku. Tetaplah lentur sebab hidup ini tentang kesiapan menerima benturan."

-adimasnuel-

------------

Asna mengibas rambutnya sembari menggunakan hairdryer di dalam kamarnya, tempat satu-satunya yang bisa menenangkan Asna saat satu dunia merutukinya. Hari ini Gus Adnan berniat mengajak istrinya pergi berlibur keluar pondok. Masa bodo, jika Gus Adnan mengajak nya keluar karena pertengkaran mereka kemarin. Jelas tanpa samar senyum Asna merekah sejak pagi buta.

"Kira-kira Mas Adnan mau ngajak kemana yah?" Ujarnya sembari menyisir ujung rambut.

Selang beberapa menit, Gus Adnan membuka pintu kamar terperangah melihat Istrinya tampak antusias untuk pergi. Ia menutup pintu buru-buru sebab Asna sedang tidak mengenakan jilbab, rambutnya masih digerai lucu membuat Gus Adnan menahan gemas. Manusia dengan gengsi selangit itu duduk membersamai istrinya.

"Kamu mau kemana?"

Asna menganga lebar, tak habis fikir dengan pertanyaan yang dilontarkan manusia menyebalkan yang tiba-tiba datang dan merusak moodnya dalam hitungan sepersekian detik. Ia mencabut hairdryer, dan mengikat rambutnya yang sejak tadi terurai.

"Ku sunat dua kali yah kau, mas. Ngadi-ngadi tadi bilangnya mau ngajak keluar. Ini aku udah siap loh?" Ucapnya kesal

Tapi yang ia dapati hanya gelak tawa dari suaminya, "kamu lucu." Ujar Gus Adnan dengan entengnya saat Asna tengah meraung seperti macan yang siap menerkam.

"Kamu nggak ada takut-takutnya yah padahal aku udah marah kek macan."

"Iya, iyaa udah apa ngamuknya."

"Lagian pertanyaan kamu itu bikin naik darah."

"Lah kata kamu, aku jangan jadi pendiem suruh banyak nanya banyak omong."

Asna mengigit ujung jilbabnya gemas, ia greget dengan suaminya yang polos atau pura -pura polos. "Yah ga gitu juga Bambang."

"Bambang siapa sayang? Ya Allah kamu selingkuh?" Ujar Gus Adnan menatap kedua mata Asna.

"Udah deh bunuh aja aku deh. Bunuh. Lurus amat idup lu ya Allah mas. Yaudah intinya ini jadi apa kagak pergi nih?" Tanya Asna kembali menegaskan pertanyaannya.

Gus Adnan mengangguk, "iya....."

"Yey!!!!!"

"Emang kita mau kemana mas?" Tanya Asna kembali dengan mata yang tidak bergeming menatap suaminya.

"Nanti kamu juga akan tau sayang "

Asna mendengus kesal pasalnya ia tidak suka menerka-nerka. Perihal kemana dan dimana tempatnya. Apalagi ini hal yang jarang bahkan bisa diitung jari yang dilakukan Gus Adnan untuknya. Selama menikah mereka menghabiskan waktu dipondok.

"Udah jangan dipikirin." Ujar Gus Adnan mengusap wajah Asna seraya menggodanya.

"Ihh kamu, makeup aku cemong jelek." Rengek Asna.

"Gapapa cemong jelek juga cantik!" Tukas Gus Adnan membuat Asna terdiam.

"Oh berarti aku jelek aku cemong? Oh gitu yah... Sekarang kamu." Teriak Asna.

"Hadeh wanita-wanita mmpphhh..." Belum sempat bersuara mulut Gus Adnan penuh dengan roti yang tergeletak dimeja, Asna menyuapinya kesal hingga penuh

"Makan nih wanita."

------------------

Haris duduk di Selasar asrama. Ia memandangi sudut kaca jendela tempat dimana Mecca biasa mencuri pandang dengannya yang dibatasi tembok pagar asrama. Gadis itu hari ini sedang di sidang oleh ketua asrama putri perkara acara kabur kemarin. Hati Haris cemas, ia takut Mecca diberi hukuman berat. Haris menyeduh kopi hitam dimeja dengan sedikit helaan nafas kasar.

"Etttt kopi guaaaa!!!" Teriak Diki.

"Eh sorry sorry, abis lu sih taruh di meja."

"Yah lu pikir biasanya gelas kopi taruh nya dimana? Batang indung lu?" Geram Diki mengambil paksa gelas yang kini tinggal ampasnya.

Ia memandang nanar, kopi yang ia buat naas habis ditangan pemuda budak cinta yang galau di depan asrama putra.

"Lu mah yah. Pengen gua gibeng deh. Galau ya galau aja. Kopi gua abis, emang lu mau bikinin?" Cerocos Diki.

"Iyaa sini gua bikinin. Kebetulan kan dapur asrama putra lagi dibenerin. Jadi bisa lewat ke dapur asrama putri deh."

Diki makin melotot tajam, ia tidak habis pikir dengan pemikiran bujang lapuk didepannya ini. Ia sebagai pecinta wanita saja tidak sampai kepikiran kesitu.

"Dih elu yah bener.. bener ."

"Apa?" Tanya Harus

"Bener-bener cerdas gua ikuttt!"

Kalau ada pepatah, kamu sesat aku juga sesat itu adalah mereka berdua. Mereka mulai beranjak dari Selasar dan mengarah ke gerbang asrama putri. Kebetulan dapur dekat dengan ruang abdi ndalem dan ketua asrama. Haris bukan seperti Diki yang cengar-cengir tebar pesona ke santri putri yang lewat. Ia hanya ingin melihat dan memastikan Mecca baik-baik saja didalam sana.

Pasalnya sudah hampir berjam-jam sejak Mecca memberitahunya untuk masuk kesana. Ia tidak melihatnya lagi. Haris harap cemas takut Mecca dikeluarkan dari pesantren. Ia yang dulu mati rasa, seperti menemukan semangat hidup saat melihat Mecca. Entah orang menyebutnya cinta buta tapi ia tidak peduli dengan itu.

"Ayo cepetan masuk dapur. Ketauan ketua asrama putra dicekek kita."

"Lu aja yang masuk gua yang jaga diluar."

Diki pun masuk ke dalam. Haris menunggu diujung pintu. Tapi perhatiannya teralihkan saat mendengar suara Isak tangis dalan ruang ketua asrama pikirannya tertuju pada Mecca.

"Mecca..." Haris meninggalkan dapur dan masuk ke ruang sidang. Disana Mecca menunduk mengusap air matanya.

"Haris? Kamu ngapain disini?"

"Ehmm.." Haris mencari tisu atau barang untuk menghapus air mata Mecca. Akhirnya ia mengeluarkan sarung tangan kesayangannya.

"Ini dihapus dulu."

"Makasih... Aku gapapa kok."

Sementara itu Diki yang fokus dengan kopinya terkejut melihat sosok ketua asrama sudah berdiri didepan pintu dapur.

"Mana si Haris... Kenapa adanya dia sih. Mampus guaaa!" Gumamnya pelan.

"Ehem lagi ngapain" tanya ketua asrama putra

"Engga lagi ehm lagi ngukur meja dapur asrama putri lebarnya seberapa tadi tukang yang di dapur asrama putra nanya. Iya nanya heheeehehe"

"Oh nanya. Saya juga mau nanya kamu ayo ikut saya ke ruangan saya "

"Mampus. Si Dajjal kemana lagi harisss!"

---------------

Assalamualaikum wr WB

Maaf yah readers aku slow update semoga tetep suka. Jangan lupa voment dan kritik sarannya. Sayang kalian ❤️

Bekasi, 7 Agustus 2023
Rafzyanrm

Jodoh Dalam DoaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant