Wish to Stuck

167 29 8
                                    


..

Stain Grace Hospital

Bagi gadis yang meratapi langit tanpa henti, memandang dunia luar yang sepertinya mulai membencinya, dan juga hilangnya gairah akan hal-hal yang ia sukai dulu. Apakah ini merupakan kutukan atas penyesalah abadi?

Ia mulai membenci dirinya. Juga menyalahkan diri sendiri atas semua ini. Kenapa tidak pergi dari dunia saja? Harap bahwa ia secepatnya ditelan oleh bumi, adalah keingian paling brutal tatkala rasa sakit datang menjemput. 

Seharusnya ia sudah menyadari ini jauh sebelum kebencian ini datang. Bahwa ia tak berhak bahagia, yang mungkin sejatinya, ialah yang membunuh kebahagiaannya sendiri. Semua yang ada di mata gadis itu terlihat jelas sekarang, bahwa memang pantas jika ia tiada.

Bukanlah akan lebih mudah jika aku mati?

Semua orang tidak akan terbebani atas itu. Bahagia mereka sudah ku renggut tanpa sadar. Apa aku harus dimaafkan?

Dan tanpa sadar, ia meneteskan air mata dengan derasnya. Tak berniat untuk mengusap atau apapun itu, tak terbesit sama sekali bahwa ia akan menghentikan air mata itu. Biarkan hari ini, hari dimana ia mendengar diagnosa dan juga hitungan mundur secara jelas dari dokter Lee. 

Tawa sumbang agaknya terdengar tatkala kepala itu menengadah. Berharap bahwa hari ini juga malaikat maut menjemputnya dengan atau tanpa senyuman. Rasanya memang benar-benar menyakitkan, bahkan jika aku mati, aku akan bersyukur.

"Arrggghhhh…"

"Tuhan jemput aku… mereka akan menderita jika aku masih ada di dunia hiks…

Dengan emosi yang menguasai dirinya, Yeji melempar buku diary kesayangannya secara asal hingga membuat buku itu terjatuh di antara sofa dan meja kecil. Sekarang ia benci semuanya, ia benci menari, ia benci menulis, dan yang paling ia benci adalah keadaanya saat ini. 

Yeji sama sekali tidak pernah berkeluh kesah atas kaki yang mulai tak bisa bergerak ketika ia membutuhkannya. Tak pernah mengadu bahwa sakit pada tubuhnya datang walau ia sudah menjalani kemo terapi. Pikirnya, itu adalah hal yang paling sia-sia karena satu-satunya jalan agar dirinya terbebas dari rasa sakit adalah kematian. 

"hiks… kenapa kalian mau aku sulitkan?" 

"huh… huh… huh… a-aku ingin hidup dengan damai- ugh… sakit!" Dia kembali, sesak yang kerap menyapa dadanya itu akhirnya datang juga. 

Yeji menutup matanya rapat-rapat sembari meremat dada sebelah kirinya. Rasanya sesak dan juga berdenyut tak karuan. Seperti malaikat maut sedang memberinya tanda bahwa sebentar lagi, mungkin adalah waktunya untuk mengucapkan selamat tinggal. 

Yeji hanya bisa meringkuk di atas brankar sendirian. Tak berharap bahwa seseorang atau perawat datang dan memberinya obat yang ia benci itu.

cklek.

"Astaga, ya Tuhan! Yeji, ambil napas perlahan!" 

bep-bep!

Yeji yang terlalu awal untuk meminta pergi dari dunia atau perawat yang dengan cepat datang, karena ini adalah jam makan siang dan juga kontrol harian. Gadis itu masih mengatur napasnya dengan susah payah ketika perawat mulai memasang selang oksigen dan juga memanggil dokter dengan bel yang tersedia di setiap kamar inap. 

"Yeji, bertahanlah sebentar, Dokter Lee akan segera datang– Dokter! Yeji kumat lagi," adu perawat itu tatakala pintu terbuka dan Dokter Lee mulai memasuki ruangan rawat inap Yeji.

"Siapkan keperluan operasi, hubungi keluarganya juga." Pinta Dokter Lee sembari memberikan Yeji penanganan pertama.  Gadis itu sendiri sudah diambang sadar dan tidak, tangannya yang semula meremat pakaian rumah sakit itu kini melemas dan terjatuh di sisi tubuhnya. 

YOUPHORIA [✔]Where stories live. Discover now