Biggest Fear

186 34 13
                                    

..

"Hmm, disini hanya ada satu tulisan saja dengan bahasa asing. Mungkin bahasa latin?"

Liebesfraud.

"Memangnya itu apa, Ayah?" Jinhee memiringkan kepala bertanya pada Sang Ayah. Ia mengerjap lucu dengan ketidaktahuannya itu. Sedangkan Beomgyu hanya menggeleng dan mengendikkan bahunya tanda tak tahu. Menurutnya, kotak musik itu– hadiah dari Yeonjun, adalah benda unik.

cklek.

"Ibu Jin!"

Jinhee terus terang turun dari ranjang, menerjang Ryujin yang baru saja masuk dengan membawa dua cup puding rasa coklat, tentu saja itu adalah kesukaan Jinhee.

"Aku mau puding!"

"Ini untuk Jinhee, habiskan." Gadis kecil itu menurut, duduk di tepi ranjangnya dan kemudian sibuk makan hidangan penutup itu sendirian. Dan Ryujin yang melihatnya pun hanya geleng kepala sembari berjalan ke arah ranjang milik Jinhee, duduk tepat di sebelah suaminya yang masih saja sibuk mengamati kotak musik milik Jinhee.

"Bagaimana menurutmu? Apa ini cantik?" Ryujin mengangguk, ia juga turut melihat benda itu.

Warna biru pastel dan juga tulisan timbul warna putih yang sudah sedikit pudar menarik perhatian Ibu satu anak itu. "Ini benda lama kak Yeonjun?"

"Ku rasa. Aku yakin dia memberikannya bukan secara cuma-cuma. Ah, maksudku dia pasti ingin Jinhee yang menjaga setelah dia," jelas bukan, bahwa benda itu memang terlihat bermakna bagi Yeonjun sampai ia memberikannya pada Jinhee sebagai hadiah.

"Tulisan apa ini? Li-Liebes-fraud? Apa itu?"

"Aku juga tidak tahu, mungkin semacam judul lagu yang dimainkan kotak musik ini atau bahasa latin dan semacamnya." Ryujin mengangguk, ia kembali memandangi Sang putri yang kini sudah hampir selesai dengan pudingnya itu.

"Jinhee sudah selesai makan?"

Gadis itu menoleh dengan senyum mengembang, "hehe, apapun buatan Ibu Jin sangat enak dan aku suka."

Tidak ada yang lebih membahagiakan dari pujian buah hatinya, sejak pertama kali Jinhee memakan masakan Ryujin, gadis kecilnya itu nampak menikmati dan mengatakan bahwa masakan Ryujin adalah yang terbaik. Tentu saja hati Ryujin menghangat.

"Terima kasih, sayang. Kalau sudah, buang ke tempat sampah dan naik kesini." Ya, Jinhee selalu menurut apa kata orang tuanya. Membuang cup ke dalam tempat sampah di sudut kamar dan naik ke ranjangnya, duduk di antara Beomgyu dan Ryujin setelahnya.

"Baiklah mari kita dengarkan bersama." Tutur Beomgyu sembari memutar tuas berkali-kali agar lagunya bisa selesai dengan baik.

Dan ketika nada pertama keluar, suaranya begitu lembut menyapa telinga. Alunannya merdu dan mampu membuat ketiganya menikmati tanpa sadar. Terkhusus Ryujin sendiri. Ia tak tahu apakah ini hipnotis atau memang selembut itu untuk membuatnya terbang ke masa lampau.

Bukan, ini bukan seperti era 80an atau semacamnya. Tapi masa dimana ia sekolah dulu, sewaktu SMA. Suasana di siang hari yang terik namun begitu terasa teduh dan juga nyaman. Ada sedikit rasa senang di sini. Ia ingat betul seperti apa bayangan ini, tentang mereka dulu. Ia, dan juga satu gadis– sahabatnya.

"Ibu Jin..."

"Ibu..."

"Sayang!"

Ryujin tersadar begitu saja. Bak ditarik waktu untuk kembali ke masa kini. Ia tanpa sadar mengusap matanya yang sedikit berair. Membuat Jinhee takut tiba-tiba.

"Ibu Jin menangis? Apa Ibu sedih karena aku? Maafkan aku Ibu..."

Ryujin memandangi putrinya sembari tersenyum hangat sebelum membubuhkan kecupan di pipi gadis kecil itu beberapa kali. Memeluknya dalam pangkuan juga. "Hahaha, tidak sayang. Ini bukan salahmu, lagi pula Ibu hanya merasakan rindu kehadiran teman lama Ibu."

YOUPHORIA [✔]Where stories live. Discover now