Butterflies

207 31 22
                                    


..

Mendung menjemput. 

Hari-hari kelabu hadir semakin pekat. Pertanda bahwa langit sedang tak baik-baik saja. Bersedih atas perginya patahan sayap malaikat dan menjadi gelisah paling fatal setelah mati rasa usai.

Rintik gerimis mulai turun, membasahi bumi dengan tempo teratur. Sayup-sayup terdengar sesak tangis di telinga. Semua tahu bahwa pakaian hitam adalah lambang atas perginya seseorang. Payung-payung mulai terbuka, dan semua orang yang mengiringi perginya gadis itu, berteduh di bawahnya. Tak ingin hujan membuat mereka semakin merasa sedih.

Tapi ada satu hal yang cukup membuat lelaki itu tetap bertahan, menunggu dan mengamatinya dari jarak jauh. Namun bingkai foto dan juga karangan bunga cantik di sekitarnya tetap ia tangkap dengan baik. Semesta cukup mewakili betapa kacau hatinya karena kepergian orang yang selalu ia tunggu untuk kembali. 

Bukan tak punya nyali, ia hanya tahu diri, dimana ia berpijak adalah tempat yang pantas untuk saat ini. Di hari duka paling dahsyat ini, ia tak ingin membuat semua semakin kacau. Cukup ia dan segala rindu yang belum selesai itu saja. 

Bahkan kupu-kupu hitam memilih untuk menghampiriku, dia tidak takut hujan, batinnya saat melihat kupu-kupu kecil berwarna hitam terbang di dekatnya. 

Dan sebelum orang-orang berhamburan keluar dan pulang, lelaki itu melangkah dengan berat hati meninggalkan area penuh duka itu. Perih rasanya, tapi ia hanya punya satu tempat yang bisa membuatnya mengurangi rasa sesal di hari-hari lalu. Tempat dimana gadis Hwang membuat janji untuk mereka dulu. Tempat yang gadis itu inginkan dari lama.

"Aku sudah sampai, Yeji. Seperti katamu dulu, kan?" Lirihnya pada hamparan danau sepi dengan rintik hujan yang menggetarkan seluruh airnya. 

"Kapan kau akan datang? Akankah itu lama?" 

Yeonjun tak dapat merasa, yang mana air mata yang mana hujan. Karena keduanya menyatu dalam satu guyuran. Semua juga tahu bahwa ini adalah sia-sia, bintang yang ia punya sudah pergi. Lalu untuk siapa matahari bersinar, jika yang disinari sudah tidak ada? Apa langit akan tetap gelap dan juga senyap?

"Katakan jika ini mimpi, Yeji… kau pasti kembali, kan? Kau sudah berjanji waktu itu." 

Lutut Yeonjun melemas, ia jatuh berlutut di sana. Dalam tangis sesak tanpa henti, berharap bahwa Yeji kembali dan semua mimpi buruk ini berakhir. Tapi dadanya semakin sesak mengingat bagaimana senyum teduh dan raut bahagia Yeji terngiang di kepalanya. 

"YEJI!!"

"KU MOHON KEMBALI, ADA JANJI YANG BELUM KAU TEPATI, YEJI!!"

"KEMBALI, YEJI…" 

"YEJIII!!!"

Napas Yeonjun mulai tak teratur ketika teriakan itu usai. Rasanya lebih sesak dari sebelumnya, seperti memasuki ruang hampa yang hanya ada dirinya sendiri. Hanya ada gelap dan ia tak punya apapun untuk di raih, kecuali suara-suara yang terus berdengung di telinganya.

"Hei, Tuan. Bangunlah, Tuan…"

"Paman, bangun. Paman…"

Rasanya begitu nyata. Suara-suara asing yang sedari tadi memanggilnya. Ia tak bisa melihat siapa pemilik suara yang mendengung ini. Terlihat cukup dekat dan terdengar jelas bahwa suara itu ingin ia ikuti dan ia hampirinya. 

huh… huh… huh…

Rasanya sesak sekali, apa aku akan pergi juga? Apa aku akan bertemu Yeji setelah ini?

Yeji… YEJI!!!

Dan semakin lama semakin jelas dan jernih. Tidak lagi berdengung juga mulai ada setitik cahaya yang ia tangkap. Akankah ini awal? Atau justru akhir dari semuanya?

YOUPHORIA [✔]Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα