> 32 <

86 6 0
                                    

Dengan balutan jas  nampak seorang laki-laki memasuki ruang rawat vino di pagi hari, bahkan mentari belum menampakkan sinarnya.

Ia dapat melihat seorang pemuda yg tak lain adalah vian yg masih tertidur pulas di sofa hingga tak menyadari kedatangannya, sedangkan vino yg tertidur di brangkar juga tak tergubris sepertinya.

Ia melangkah mendekati brangkar tempat vino berbaring dengan infus di tanggannya, di balik maskernya ia bersemirik, ia melirik air minum yg berada tepat di meja samping vino.

Mengambil sesuatu dari saku jasnya dan menuangkannya ke minuman itu, sebelum pergi ia sempat menatap vino tajam hingga suara seseorang mengagetkannya.

"Papa?" Terdengar suara vian mengalun pelan.

Laki-laki itu menoleh, mendapati vian yg menatapnya dengan separuh kesadarannya, ia mendekat.

"Beneran papa?" Tanya vian memastikan.

"Iya, papa keluar dulu" adi mengusap rambut vian yg berantakan itu dengan pelan lalu keluar ruangan.

Meninggalkan vian yg masih mencoba mencerna kejadian yg terjadi, benarkah itu tadi sang papa? Tapi mana mungkin sang papa mau meluangkan waktunya bahkan sepagi ini untuk mengunjungi vino.

Ia kemudian menoleh ke arah ranjang vino yg tak jauh dari sofa tempatnya tidur, dapat ia lihat sang adik masih tertidur pulas.

Namun pandangannya teralih ke arah meja tempat beberapa obat dan makanan di taruh, dan yaaa, air minum yg berada di meja  itu menarik perhatiannya.

Vian mendekat ia mengambil gelas itu, menatapnya sedikit curiga, ia mempunyai perasaan tak enak saja, ia berusaha mencium air itu dan benar dugaannya, baunya berbeda, ini sedikit berasa pahit bila di cium.

"Ngapain?" Pertanyaan vino mengangetkannya, hampir saja gelas itu jatuh.

"Emmm ngak kok, gua cuma, ini, cuma, ngecek air minum" gagap vian berusaha bersikap viasa namun terasa sulit.

Vian hanya tak mau vino semakin membenci papanya, bahkan vian saja menaruh benci apalagi vino yg menjadi korbannya.

"Tumben?" Tanya vino lagi.

"Ya, ya, ya kan takut air nya ada kotorannya atau apalah"

"Hmm aneh, tapi yauda"

"Emm oh iya No, kok lo bangun?" Vian mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Gua mau ke kamar mandi" jawab vino, ia mendudukkan tubuhnya meski ya badanya terasa ngilu dan perih karna lukanya.

Dengan sigap vian membantu vino untuk turun dari brangkar dan menuntun nya ke kamar mandi dengan tiang infus yg ia bantu menggerakkan.

Perlahan vino turun dan berjalan, kakinya sangat lemas mungkin efek jatuh dan dirinya yg hanya tiduran dari kemarin, jadi mungkin memang butuh pergerakan agar kembali ke semula.

"Pelan-pelan" ucap vian, vino menutup pintunya dan menuntaskan hajat nya, sementara vian dengan setia menunggu di depan pintu.

Tak lama vino keluar dan vian menuntunnya kembali ke brangkar, vino memilih duduk daripada berbaring, tubuhnya terasa pegal.

Pintu ruangan terbuka, nampak rafa dan sang bunda serta sang adik yg langsung berlari masuk dan mendekat ke brangkar vino, rautnya yg antusias berubah sendu saat mendekat ke arah vino.

"Bang vinooo" panggil bocah perempuan itu dengan suara pelan.

"Sini" vino memberi isyarat agar risa mendekat, ya risa, masih ingat kan?

Vian yg berada di dekat vino paham dan langsung mendudukkan risa di pinggir brangkar vino, vino sendiri sedikit mengeser agar risa dapat duduk.

"Ini sakit ya?" Tanya risa dengan menunjuk perban yg melilit kepala vino.

"Udah ngak kok, risa apa kabar?" Tanya vino, ia cukup rindu dengan adik saudaranya ini.

"Risa baik kok, risa makan banyak sekarang, liat pipi risa aja tambah besar, kak rafa yg bilang"

Dan dengan gemas vino memberi respon dengan menguyel pelan kedua pipi itu, memang lebih berisi dari pada hari dimana ia bertemu dengan risa terakhir kali.

"Adek, kamu ini, bang vino kan lagi sakit" ucap anin, ia hanya khawatir bila anak gadisnya itu menyentuh luka atau membuat vino kesusahan.

"Ngak papa kok bun"

"Tu kan, bang vino aja bilang ngak papa" risa menjawab demikian saat merasa di bela.

Sedangkan vian yg melihat vino sedang asik bercanda dengan risa memanfaatkan situasi, ia mengambil gelas yg berisi obat tadi dan beranjak pergi.

"Raf, ikut gua sebentar" pinta vian dan rafa hanya mengangguk, mengikutinya keluar.

"Bun, rafa sama vian ke luar sebentar" pamitnya dan di jawab 'iya' oleh sang bunda.

Di taman rumah sakit, vian menceritakan sesuatu yg terjadi sebelum rafa datang, menceritakan opininya, bahkan ia sempat menitipkan air tadi untuk di periksa, apakah benar kecurigaannya benar.

Rafa sendiri semakin tak habis pikir dengan om nya itu, mana ada seorang ayah yg tega mencelakai anaknya, bahkan ini hampir membunuhnya.

Mereka kembali ke lab untuk menunggu hasil nya keluar, dan yak, benar saja dugaan vian, air itu telah di beri obat, tepatnya obat yg di berikan kepada orang yg menderita penyakit komplikasi.

Sedangkan di kamar rawat vino, risa tak henti-hentinya berceloteh ria, entah tentang sekolahnya, ataupun hal hal yg menurut nya menyenangkan dan membuat vino tertarik.

"Bang vino ngak laper?" Tanya risa dengan mata bulat yg berkedip lucu.

"Ngak, risa laper hemm?" Tanya vino dengan mengelus surai yg lumayan panjang itu.

"Risa laper hehe" cengirnya yg membuat vino tersenyum maklum, beginilah risa, ia biasanya akan menanyakan sesuatu agar mendapatkan sesuatu.

"Hemm kamu ini, kalau lapar bilang aja sama bunda, ngak usah tanya abang laper atau ngak" ucap anin yg tadinya duduk di sofa berjalan ke brangkar vino.

"Adek mau makan apa?" Tanya vino.

"Risa mau makan roti aja, sama susu, boleh?" Pertanyaan itu terlontar untuk sang bunda.

"Boleh, bunda beli dulu ya, sekalian panggil abang yg lain, tapi inget! Risa ngak boleh nakal sama abang, selama bunda ke luar"

"Ay ay captain"

Anin melangkah keluar meninggalkan ruangan vino, dan sekarang hanya mereka berdua yg mengisi ruangan itu, risa yg sibuk dengan boneka di pangkuannya dan vino yg hanya memperhatikan apa yg dilakukan adiknya.

"Risa?"

"Iyaaa, abang mau apa? Biar risa ambilin" kata itu keluar mulus dari mulut kecil itu, padahal untuk naik ranjang saja ia masih belum bisa sendiri.

"Ngak, abang cuma mau tanya"

"Tanya? Tanya apa?" Ia memutar posisi duduknya, yg semula kakinya menjuntai ke bawah, sekarang ia tarik dan duduk bersila menghadap vino.

"Emm risa ketemu om adi tadi?" Tanya vino, ia sedikit ragu menanyakannya.

"Ngak kok, risa udah lama ngak ketemu om adi, kata bunda om adi sibuk, jadi ngak ketemu sama risa"

"Owh yauda"

"Oh iya, om adi ngak ke sini? Kan abang sakit"

"Kan risa sendiri yg bilang om adi sibuk, jadi ngak bisa jenguk atau jaga anbang, lagian kan ada abangnya risa sama vian yg njaga"

"Oh iya ya, risa lupa"

Dan ya
Untuk kejadian pagi tadi, sebenarnya vino tau, tau apa yg di lakukan sang papa, perihal menuangkan obat dan saudaranya mencoba menyembunyikannya.

Ia tak marah, hanya saja merasa kecewa, kecewa bahwa begitu inginnya sang papa supaya bisa menghilangkannya dari dunia, melenyapkan semua mimpinya.

Mimpi yg ia harap bisa menjadi nyata, bukan hanya hayalan semata.

Hello
Epel balik🐣
Lumayan lama nggak up
Maaf kalau pendek🙏
Maafin typo nya juga yaaa🌱
Silahkan  vote kalau suka

Dan kasih saran biar ceritanya bisa jadi lebih baik yaa
Oke sampai sini aja
Daaaa👋👋👋👋

Aku Bukan Dia ( kita Berbeda )Onde histórias criam vida. Descubra agora