#13: Kenyataan Pahit

265 38 2
                                    

Saat ini Jeongyeon sedang berada diruang tunggu di rumah sakit menunggu gilirannya untuk masuk.

Flashback

"Dengan menyesal saya harus katakan mengacu kepada hasil CT Scan, bisa disimpulkan terdata tumor di otak Anda, Tuan Yoo." Berita itu seketika membuat Jeongyeon terdiam. Dia masih mencerna seakan tidak mau memahami ucapan sang dokter.

"Dari bentuk dan letak dapat dipastikan ini merupakam tumor ganas atau biasa kita aebut kanker. Dan tumor ini telah masuk dalam kategori stage tinggi. Kita harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui sejauh mana perkembangan tumor tersebut. Anda termasuk beruntung karena efek yang Anda rasakan tidak parah selama ini. Jeongyeon menatap sendu kepada dokter. Ia sedih sekaligus takut. Baru saja dia merasakan bahagia bertemu orang yang ia cintai tapi kenyataan hidup membawanya ke lembah nestapa.

"Tolong rahasiakan dari adik-adik saya diluar, dok. Bilang saja bahwa sayabhanya kelelahan. Saya hanya butuh waktu." Dokter pun mengangguk dan keluar dari ruangan.

Beberapa hari kemudian Jeongyeon kembali ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Hasil menujukkan bahwa ia telah masuk di stage 4. Itu sangat membuatnya terpukul.

Dokter menyarankan agar Jeongyeon segera melakukan kemoterapi sebelum terlambat. Namun, Jeongyeon merasa masih belum siap.

End flasback

---------

Akhirnya disinilah Jeongyeon datang kerumah sakit untuk menjalani kemoterapi. Ia harus menjalankan kemoterapi selama 8 kali dan tidak ada yang mengetahui sakitnya ini. Bahkan Momo dan Tzuyu para adiknya itu.

*Kringg

---------

Jeongyeon POV

"Annyeong my yeoja chingu." Ucapku semanis mungkin di telpon

"Jeong, kamu dimana?" Terdengar suara manjanya diseberang sana. Terkadang aku masih tidak percaya dia yang sangat dingin diluar, ternyata manja sekali jika sedang bersamaku.

"Wae? Kamu rindu? Aku sedang meeting, sayang."

"Benarkah? Kenapa tidak bilang ada meeting sepagi ini?" Tanyanya.

"Ehm... Ini tiba-tiba, Sayang." Ku lihat suster masuk membawa obat dan memberi kode akan menusukan jarum infus di tanganku. Aku membentuk tanda oke dengan tanganku satunya.

"Sayang, aku lanjutkan meetingku dulu ya. Nanti aku hubungi kembali. Bye, saranghae." Ucapku sambil memutuskan panggilannya tanpa mendengar balasan darinya.

-

--------

Di seberang sana, Nayeon menggerutu dan gelisah. Ia tahu bahwa Jeongyeon berbohong kepadanya. Hanya sayang saja dia tidak bisa membaca pikiran Jeongyeon sama seperti Jihyo.

Hatinya begitu gelisah sejak malam tadi. Tarkhir ia merasakan ini adalah 130 tahun lalu saat malam Jeongyeon menghilang sebelum diketahui bahwa ia di culik oleh Klan Vampir Merah.

---------

Nayeon sedang berjalan-jalan di taman dekat kantornya sambil menunggu kabar dari Jeongyeon yang tak kunjung datang ketika ia dihentikan oleh seorang pria paruh baya.

Naayeon terkejut ketika ia melihat tanda di tangan pria tersebut. Ia sangat tahu bahwa tanda di tangan pria itu adalah lambang Klan Vampir Merah. Namun sayang ia tidak bisa melihat wajah pria tersebut.

Nayeon pun langsung berniat untuk menyerangnya namun terhenti kwtika pria itu berbicara.

"Berhenti atau kekasihmu mati? Aku tinggal mengirim telepati ke anak buahku dan mereka langaung mengeksekusi kekasihmu itu." Ucap lelaki paruh baya tersebut.

Nayeon terdiam. Ia takut dan trauma kejadian masa lalu akan terulang kembali.

"Apa yang kau inginkan?" Ucap Nayeon dingin.

Pria itu melempar sebuah amplop dan Nayeon mengambilnya. Seketika matanya berair membaca isi amplop tersebut.

"Aku tidak perlu repot membunuh kekasihmu karena dia sendiri sedang sekarat. Hahaha..." Pria itu tertawa keras dan langsung pergi meninggalkan Nayeon.

Nayeon segera mengambil HP-nya dan menghubungi Jeongyeon.

"Kamu dimana?" Tanyanya dengan nada dingin. Ia berusaha mati-matian menahan getaran pada suaranya.

"Kenapa, bunny? Nada bicaramu membuatku takut, sayang. Aku di kantor, wae?" Tanya Jeongyeon dengan nada senangnya.

"Kenapa tidak hubungi aku jika meetingmu telah selesai??"

"Mianhae, Nay. Aku langsung mengerjakan beberapa berkas. Ini aku berniat mengubungimu saat telponmu masuk. Mianhae, sayang." Jeongyeon merayu Nayeon agar tidak marah kepadanya.

Namun Nayeon tidak menjawab dan segera mematikan telpon tersebut. Ia melesat menuju kantor Jeongyeon sambil mengirim telepati ke Sana dan Dahyun.

---------

Jeongyeon sedang berada dibalkon ruang kantornya saat melihat Nayeon tiba dari arah taman. Ia bingung tidak melohat mobil Nayeon, namun bingung itu hilang ketika ia melihat sekelompok orang mencegat Nayeon. Jeongyeon berniat turun menghampiri untuk menolong Nayeon. Tapi Jeongyeon terkejut saat melihat Nayeon menyerang orang-orag itu dengan membabi buta.

Setelah selesai, Nayeon pun berniat melanjutkan tujuannya namun tidak sengaja melihat Jeongyeon yang menatapnya dengan heran dari balkon. Kepalang basah, Nayeon pun melesat dan melompat ke balkon yang membuat Jeongyeon tekejut.

"Ke-kenapa kamu... bisa begini?" Tanya Jeongyeon gugup sambil memundurkan tubuhnya untuk menjauh dari Nayeon.

Tidak lama kemudian, pintu kantor Jeongyeon terbuka dan munculah Sana, Dahyun, Momo, dan Tzuyu. Mereka sedang bersama ketika Dahyun dan Sana mendapat telepati bahwa Jeongyeon dalam bahaya dan Nayeon baru saja bertemu aeorang Klan Vampir Merah dan juga saat itu sedang melawan beberapa orang di depan kantor Jeongyeon. Dahyun pun langsung memberi kode ke Momo dan Momo menarik Tzuyu yang tidak tahu apa-apa.

Setelah memberi kode satu sama lain Nayeon pun membuka suara.

"Aku, Sana, dan Dahyun adalah keluarga vampir, Jeong." Ucap Nayeon. Sontak itu membuat Jeongyeon dan Tzuyu terkejut bukan main. Selama ini mereka hanya tahu vampir itu di dunia dongeng saja.

"Hahaha... Jangan bercanda, bunny." Jeongyeon tertawa miris sedangkan Tzuyu menjauh dari Sana dan membuat Sana tersenyum getir.

"Mereka benar, op-oppa." Ucap Momo.

"Kau tahu, Mo? Dan kau tidak bilang kepada kami??" Tanya Jeongyeon sedikit emosi kepada adiknya itu.

"Hyung, jangan marah pada Momo. Marahlah padaku aku yang memintanya merahasiakan ini." Ucap Dahyun yang telah memeluk Momo yang hampir menangis itu.

Jeongyeon mencoba mencerna semua informasi yang tiba-tiba ini. Tapi tiba-tiba kepalanya sakit dan hidungnya mengeluarkan darah. Tzuyu yang berada di sebelahnya pun panik dan langsung menahan tubuh Jeongyeon yang hampir tumbang itu.

Mereka segera membawa Jeongyeon ke rumah sakit dan mencoba untuk mengesampingkan masalah dulu.

Sepanjang perjalanan, Nayeon menangis melihat kondisi kekasihnya sangat lemah.

.

.

.

.

.

.

. Bersamboeng

Kalau suka Vote & Comment ya ges ya.

Eternal Love || 2Yeon NaJeong || Jeongyeon Nayeon || ENDOnde as histórias ganham vida. Descobre agora