5. Kencan?

33.3K 5.4K 3.1K
                                    

“Salga, lo beneran bawa gue ke sini?!” tanya Gwen tak percaya, cukup terpukau menatap wilayah peternakan besar dan luas di hadapannya. Peternakan ini mungkin adalah yang paling besar yang pernah Gwen kunjungi selama ini.

“Lo gak suka?” Salga memperhatikan raut muka cewek itu hati-hati begitu mendengar pertanyaan itu. Melihat ekspresi tercengang cewek itu, Salga memikirkan ulang keputusannya membawa Gwen ke sini. Mungkinkah Gwen hanya menyukai hewan lucu seperti kucing dan kurang menyukai sejenis sapi dan ayam?

“SIAPA BILANG?!” Gwen menatap Salga bersemangat, tanpa sadar mengangkat tangannya menepuk kuat pundak Salga yang setinggi kepalanya. “Kerja yang bagus, bro!”

Salga mengerjap dua kali, membeku akan sentuhan tiba-tiba cewek itu. Melihat ekspresi berbinar Gwen, Salga sedikit rileks. “Kalau begitu ayo.” Telapak tangan lebarnya membungkus pergelangan tangan kecil Gwen, membawanya mendekati gerbang masuk peternakan.

Tak menyadari kontak kecil tersebut, Gwen mengikuti Salga dengan senang hati. Matanya menatap jalan beraspal yang dilaluinya, lalu mengedarkan pandangan pada tempat yang dikelilingi padang rumput hijau. Ketika sampai di pintu masuk, Gwen bisa melihat cowok jangkung tampan yang mengenakan kaos hitam dipadukan outer kemeja kotak-kotak tanpa dikancing.

“Bos! Ayolah, gue masih nongki sama anak-anak udah lo suruh kemari aja. Kalau Babeh tahu gue dateng ke sini, gue bisa jadi budak gratis!” Abe merengut kesal sambil berkacak pinggang. Menilik Gwen di sebelah Salga, alisnya terangkat sambil menatap Salga meminta penjelasan. Ini pertama kalinya Abe melihat ada cewek di samping sahabat perjaka tuanya ini. Jiwa gosipnya seketika meluap.

Karena tatapan Abe, Gwen jadi menyadari genggaman hangat Salga di pergelangan tangannya. Dia terhenyak sejenak, lalu menarik tangannya agar lepas dengan kikuk.

Salga menatap Abe tajam. “Bacot.”

Abe mengelus dagunya yang bersih tanpa janggut, menatap punggung dua orang berbeda gender yang berjalan mendahuluinya masuk. Memikirkan sesuatu, dia menyeringai dan berlari untuk menyusul. “Bos, tungguin!”

“Nah, ini sapi perah. Belakangan produksi susunya menurun sih.” Abe menjelaskan dengan riang kepada dua pengunjung yang datang berwisata ke daerahnya dengan wajah bangga sambil menunjuk anak-anaknya yang berada di dalam kandang.

Gwen menatap sapi-sapi yang dibatasi oleh pagar kayu dengan cermat. Mendengar penjelasan Abe, dia segera menanggapi. “Produksi susunya menurun karena sapi-sapinya sebagian lagi bunting, ya?”

Abe menepuk tangannya seolah jawabannya sangat cermelang, berpikir menemukan teman sefrekuensi. Dia mendekati Gwen dengan semangat. “Bener! Mayoritas sapi perahnya emang lagi pada bunting tua.”

“Kenapa emangnya kalau lagi hamil?” tanya Salga tiba-tiba, menarik perhatian Gwen dan Abe yang lagi membahas masalah penurunan susu sapi.

“Gak bisalah, bos!” sanggah Abe dengan cepat. Ketika membahas ilmu yang dikuasainya, dia seketika menjadi lebih profesionalisme dibanding biasanya.

Gwen menatap Salga lucu tatkala melihat ekspresi kusutnya karena bantahan Abe. “Setahu gue, kalau tetep diperah sewaktu lagi bunting tua, bisa berbahaya buat sapinya. Makanya mending nunggu sapinya lahiran baru diperah lagi.”

“Woah! Jangan-jangan lo anak peternakan juga?” Abe menilik Gwen dari atas sampai bawah. Dia jarang bertemu orang-orang yang tertarik dalam hal peternakan. Semakin Gwen memamerkan ilmunya, semakin Abe excited bersamanya. “Ayo, ayo. Gue tunjukin cara perah sapi!”

Salga yang tiba-tiba merasa ditelantarkan menatap keduanya masuk ke kandang. Air mukanya semakin gelap melihat kedekatan keduanya. Dia jadi berpikir apakah keputusannya sudah tepat memanggil Abe sebagai pemandu wisata. Saat ini Abe sedang menjelaskan kepada Gwen tentang cara perah yang diperagakan oleh para pekerja, lalu menyuruhnya mencoba. Salga melipat kedua lengannya di atas balok kayu pagar, menatap Gwen yang kini menyengir karena salah teknik sehingga susu yang diperahnya melayang ke wajahnya.

Tanpa sadar senyum Salga melengkung samar. Cewek itu terlihat sangat menikmati waktunya berada di sini. Menyadari tanda-tanda Gwen akan menoleh, raut wajah Salga kembali seperti biasa. Benar saja, cewek itu berbalik lalu berlari kecil mendekatinya.

“Salga, ayo masuk. Lo coba perah juga! Seru, tahu!” bujuk Gwen.

Salga menggeleng pelan, menolak lembut, lalu mengulurkan tangan dari sela pagar untuk menghapus percikan susu yang menempel di pipi cewek itu. “Lo aja.”

Gwen yang sejak tadi diliputi kesenangan akhirnya menyadari sentuhan Salga. Wajahnya memerah samar, mundur selangkah sambil memegang pipinya. Dia menatap Salga sekali lagi sebelum berbalik pergi dengan canggung. Abe yang menonton daritadi mendekati Salga sembari menyeringai lebar melihat penolakan seorang gadis pada Salga. Sadar akan tatapan Abe, Salga mendengus.

“Duit ATM aja gemuk, ternyata bos gak modal jajanin doi ke kencan yang lebih mewah.” Ejek Abe pelan, tidak ingin Gwen mendengarnya.

Salga meliriknya sinis. “Watch your mouth.”

Selain bermain di kandang sapi, mereka juga mengunjungi kandang peternakan lain seperti ayam, kambing, dan lele. Peternakan milik keluarga Abe memang sangat besar dan berkualitas. Itu juga yang menyebabkan Sagara, ayah Salga, bekerja sama dengan peternakan ini dalam menjalankan restoran di dalam hotel milik keluarga Salga.

Di sela wisata singkat itu, akan ada kejadian di mana Salga menyempil di tengah-tengah, antara Abe dan Gwen, membuat Abe semakin menatapnya menggoda sehingga berakhir di dorong jauh oleh Salga.

“Salga, thanks buat sore yang menyenangkan ini. Kapan-kapan ayo kencan lagi!” Gwen bergegas menutup pintu mobil setelah mengatakan kalimat terakhir dan masuk ke dalam rumahnya dengan langkah terburu-buru seolah takut mendengar tanggapan cowok itu. Salga diam menatap rumah cewek itu sejenak lalu melajukan mobil pergi.

***

“Kamu ke rumah papamu?” Riftan mengerutkan kening dalam sambil mengoles salep ke pipi Gwen. Meski ekspresinya serius, kekhawatirannya meluap dari matanya.

Mata Gwen terasa memanas. Jika saja dia tidak keluar kamar, dia tidak akan bertemu Riftan di dapur dan membuat pria itu mengkhawatirkan pipinya yang masih merah bengkak ini.

“Meski Ayah gak larang kamu bertemu mereka, tapi jika mereka memperlakukan kamu secara kasar seperti ini juga gak bakal Ayah diamkan.”

“Ayah....” Gwen memanggil sedih sambil memeluk lengan pria itu. “Pipi Gwen sakit.”

“Siapa suruh sok kuat.” Riftan menyentil kening sang putri, membuatnya langsung mengaduh dramatis. Pria itu menggeleng-geleng lalu mengelus rambutnya. “Tidur sana. Besok kuliah, kan?”

“Mm. Good night, Yah.”

Menatap punggung Gwen yang menjauh, Riftan melepaskan kacamatanya lalu memijat pangkal hidungnya. Tiba-tiba dia teringat betapa sedihnya Gwen sewaktu berada di sekolah menengah pertama.

Kenapa bukan nama Ayah yang tertulis di rapornya Gwen? Kenapa orang tua jahat itu.” Cewek berseragam putih biru itu menangis tersedu-sedu sambil menatap rapornya setelah berhasil menerima pengumuman sebagai peringkat satu di kelasnya. “Padahal Ayah yang biayai sekolah Gwen, ajarin Gwen dan kasih makan Gwen. Gwen gak suka sama orang tua jahat itu.”

Menatap sang putri yang sudah dewasa, Riftan tersenyum sambil menghela napas lega. Anak keras kepala itu sudah menjadi sosok yang sedikit lebih lembut dibanding masa lalu.

TBC

July 19, 2022.

Kamu lebih suka ngedate kayak gimana?

—Nonton bioskop berdua diakhiri dinner romantis.

Atau...

—Ngedate hal yang kamu suka kayak yang dilakukan Salga kepada Gwen.

Aslinya tiap part tuh 1000+words. Tapi diusahakan lain kali lebih panjang deh biar endnya partnya gak banyak👍🏻

3K komen. Vote jangan dilupa~

UNRIVALED ✓Where stories live. Discover now