39. Can't Hold On

13.4K 3.4K 24.1K
                                    

Salga memasuki rumah dengan wajah murung. 34 hari, 9 jam, 21 menit, 7 detik dia putus dari Gwen. Kepalanya berdenyut menyakitkan karena belakangan tidak tidur dengan nyenyak. Bahkan muncul kantung mata hitam samar di bawah matanya.

Bibirnya cemberut, terlebih melihat sosok pria berjas yang duduk di sofa ruang keluarga sambil menyeruput kopi. Mungkin menyadari presensinya, pria itu menoleh sembari menaikkan satu alis melihat sang putra berdiri mati gaya tak jauh darinya.

Saat melihat Salga merentangkan tangan sembari berjalan mendekatinya, Sagara seolah memiliki ilusi bahwa ekspresi Salga penuh keluhan dan ingin mencari kenyamanan padanya. Tanpa sadar dia ikut merentangkan tangan, menunggu putra yang selalu memiliki harga diri tinggi itu masuk ke dalam pelukannya.

Dengan sabar menanti, Sagara melihat sang putra melengos dan lurus melewatinya hingga akhirnya berhenti di depan Juliet yang sedang tertidur pulas di atas sofa seberang.

Sagara membeku sejenak, perlahan menurunkan tangan sebelum satu tangannya yang terkepal menutupi bibirnya dan terbatuk kering. Dia melirik Salga yang kini memeluk Juliet, menimbang-nimbang hewan itu lalu secara sembarang menggosok bulunya hingga Juliet terbangun dari tidurnya.

Sudut bibir pria itu berkedut, apa lagi melihat Juliet berusaha kabur dari dekapan Salga tetapi segera ditarik kembali oleh cowok itu. Salga terlihat sangat gemas, mencubit pipi Juliet lalu menciumnya ganas hingga Juliet tanpa daya mengeong terus- menerus.

Tidak bisa membiarkan Salga menyiksa Juliet, Sagara segera menarik pundaknya dan merampas hewan tersebut dari lengannya.

“Bodoh, apa yang membuatmu menjadi gila seperti ini?” cibir Sagara lalu melepaskan Juliet. Mungkin karena takut Salga kembali menariknya, Juliet bergegas lari menjauh dari sana dan hilang di balik tangga.

“Saran Papa, tuh, payah! Udah 34 hari Gwen gak pernah hubungi gue!” misuh Salga cemberut, menghempaskan diri ke sofa lalu bersedekap di depan dada.

Ah, jadi ini masalahnya. Sagara tidak pernah membayangkan anaknya yang selalu bersikap sok dewasa sejak kecil ini akan menjadi kekanak-kanakan karena seorang cewek. Cukup menghibur.

“Kamu gak ada inisiatif sendiri buat dekatin dia?”

Salga memikirkannya sejenak, lalu menggeleng kuat. “Gwen mau gue menjauh dari dia.”

“Dan kamu menurut?” tanya Sagara lagi, geli.

“Hm. Katanya kalau gue gak bisa tepatin janji sebelumnya, permintaan dia yang satu ini harus.” Salga tidak ingin pandangan Gwen tentangnya semakin hancur karena ketidaktaatannya.

Ada cemoohan di wajah pria itu. “Makanya jadi cowok peka dikit.”

“Emang Papa peka?” Setelah mengajukan pertanyaan itu, Salga segera mendelik kesal melihat ekspresi sombong pria itu.

Sebelum semakin kesal karena berbincang dengan Sagara tanpa hasil positif, Salga memutuskan pergi menjauh sembari mengotak-atik ponselnya.

Salga : sirkuit, sekarang.

***

Gwen menjalani hari-harinya dengan normal. Hari-harinya terisi jadwal padat, mulai dari kuliah sampai siang, praktikum baik di laboratorium maupun di lapangan.

Sebulan ini pula Gwen merasa ada yang kosong, tetapi dia menutupi kekosongan itu dengan kegiatan-kegiatan sibuknya. Ketika libur, akhirnya dia memiliki banyak waktu santai.

Selain mengontrol diri ke dokter dan minum obat yang diresepkan dengan patuh, Gwen mengistirahatkan diri dengan baik di rumah. Dia tidak berani mengkonsumsi obat antidepresi dan obat tidur lagi, meski terkadang dia berada dalam tekanan batin hingga berakhir insomnia.

UNRIVALED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang