40. Afraid

14.5K 3.2K 28.1K
                                    

Tidak pernah hal macam ini melintas dalam benak Gwen. Napas hangat Salga menyelimutinya, dengan aroma mint yang tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam hidungnya. Telinga Gwen berdengung, pikirannya kosong, bahkan matanya tidak berkedip sedetik pun.

Gerakan cowok dihadapannya tersentak-sentak sejenak, jelas tidak memiliki pengalaman dibidang tersebut. Angin malam yang berembus membuat bulu kuduk Gwen berdiri. Matanya yang masih terbuka memperlihatkan pupil matanya bergetar. Dia bahkan lupa menolak hingga cowok itu menjauhkan wajahnya dan menempelkan kening mereka.

Napas cowok itu sedikit tersengal. Matanya terpejam dengan satu tangan memegang belakang kepala Gwen dan tangan lainnya merengkuh pinggang cewek itu. Rintik hujan turun semakin lama semakin banyak, rambut serta baju Gwen telah lembap karenanya.

"S-salga...." Gwen akhirnya tersadar dan langsung mendorong pundak cowok itu menjauh. Namun tangan cowok itu seperti tentakel gurita yang menempel erat di leher dan pinggangnya. Tak punya pilihan lain, Gwen menggunakan satu-satunya pilihan terakhir yakni menendang tulang kering cowok itu. Begitu cowok itu menarik tangannya sambil meringsut kesakitan, Gwen buru-buru mundur. Wajahnya merah seperti tomat dengan tangan menutup mulutnya. Matanya melebar sempurna, penuh antisipasi. "Lo kesambet?!"

Salga masih sibuk menahan ringisan. Tulang kering yang ditendang ceweknya masih berdenyut-denyut. Ekspresi kusutnya membeku saat mendongak, melihat sorot panik dengan warna merah menyebar di wajah Gwen. 

Sementara waktu cowok itu tertegun. Tatapannya turun dari mata Gwen menuju tangan cewek itu yang sedang membekap mulutnya erat. Menyadari apa yang baru saja dia lakukan, telinganya langsung merah padam. Jakunnya naik-turun, lalu membuang muka sambil menegakkan tubuh.

Mengabaikan kakinya yang terasa sakit, dia membuka mobil di sampingnya sebelum menarik Gwen dan memaksanya masuk. Ketika Gwen memberontak, dia menekan pundak cewek itu agar kembali duduk sembari membantunya memasang seatbelt. Karena Salga masih berdiri di pintu mobil, Gwen tidak punya peluang untuk kabur.

"Gimana motor yang lo tinggalin? Terus lo mau bawa gue ke mana?" tanya Gwen tajam sambil memelototinya. Kecanggungan dan ketakutannya pada Salga malam ini hilang begitu saja karena perbuatan diluar kendali cowok itu padanya.

"Motor? Biar Nakla yang urus. Dan soal ke mana kita pergi...." Salga yang baru selesai memasang seatbelt cewek itu melirik wajah cemberut Gwen. Sudut bibirnya terangkat lalu mencuri kecupan singkat di bibir cewek itu. Sial, dia ketagihan oleh rasa lembut itu. "Tentu aja apartemen gue."


***

"Gak ada baju cewek, lo pakai ini dulu sementara waktu," kata Salga sambil menyodorkan sepasang kaos dan celana training paling kecil yang dia miliki di sini.

Gwen menatap wajah Salga sementara waktu, menatapnya lekat sebelum turun melirik pakaian di tangannya. Perasaannya agak campur aduk saat ini karena berada di apartemen milik Salga yang tidak pernah dia datangi.

Menyentuh rambutnya yang masih lembap, dia tidak mengambil pakaian itu begitu saja, melainkan bersedekap dada sambil memandang Salga serius. "Kita cuma perlu bicara sebentar, Salga. Gue gak perlu ganti baju."

"Siapa bilang cuma sebentar?" tanya Salga sambil menaikkan satu alis. Di bawah tatapan heran Gwen, dia menaruh pakaian itu ke tangan Gwen lalu mendorongnya masuk ke dalam kamar. Sebelum Gwen dapat memprotes tindakannya, Salga mengulas senyum tipis. "Gantinya di kamar gue aja."

Gwen memelototi pintu yang telah tertutup oleh cowok itu. Perasaannya campur aduk, antara kesal dan gugup. Mengingat kejadian beberapa saat lalu, tanpa sadar Gwen menyentuh bibirnya yang masih terasa suatu kelembutan. Dia tersipu dan segera mengibas wajahnya untuk menetralisir rasa panas yang menyengat di sana sembari berusaha melupakan kejadian itu.

UNRIVALED ✓Where stories live. Discover now