14. Keberuntungan atau kesialan?

25.6K 4.3K 782
                                    

Jika ada yang bertanya apa yang bergumul dalam pikiran Ceisya sepanjang jalan menuju rumahnya, pasti hanya ada satu jawaban. Rubah di rumahnya adalah pemberian kolega ayahnya yang telah dirawat ayahnya dengan susah payah dari dua bulan lalu!

Tangannya yang mencengkam setir mobil tanpa sadar mengerat. Keningnya mengerut semakin dalam, jelas pergumulan dalam otaknya semakin intens. Sedangkan Gwen yang duduk di kursi penumpang sebelahnya malah bersenandung pelan sepanjang jalan dengan wajah semringah.

Menundukkan kepala, dengan senang hati Gwen membaca cara merawat rubah Fennec. Sejak dia menyepakati pertaruhan ini dengan Ceisya, Gwen sudah mendapatkan izin untuk mengadopsi rubah. Meski terkesan dirinya percaya diri memenangkan pertaruhan ini, jujur saja Gwen sangat pesimis. Dia dan Salga awalnya sepasang orang asing yang kebetulan sering bertemu beberapa saat ditempat yang sama.

Sering bertemu bukan berarti kenal. Gwen hanya kepalang tak sabar memiliki hewan mahal itu sehingga menganalisa sekilas bahwa Salga adalah cowok baik tak seperti rumor. Yah, dengan dirinya sebagai contoh nyata, Gwen tidak akan percaya pada yang namanya rumor. Menurutnya bergaul dengan Salga secara sekilas setiap cowok itu datang berkunjung memberi Gwen kesan yang baik tentangnya.

“Gimana kalau gue ganti rubahnya dengan emas? Atau perhiasan berapapun harganya!” kata Ceisya dengan gigi gemertak. Ini adalah konsensus terbaik yang bisa diberikannya kepada Gwen. Membayangkan betapa seram air muka ayahnya jika melihat rubah di dalam rumah menghilang, Ceisya bergidik ngeri. Tidak masalah menguras seluruh uang dalam ATM-nya demi menggantikan rubah tersebut.

Ini memang salahnya yang fatal. Terlalu meremehkan musuh membuatnya tanpa pandang bulu memberikan kesepakatan besar yang tidak bisa ditarik kembali. Dan Ceisya menyesal memikirkan betapa naifnya dia melontarkan pertaruhan itu.

“Nggak bisa. Bahkan kalau lo mau ganti rubah yang disepakati dengan rubah baru, gue gak akan setuju.” Sayangnya ekspektasi Ceisya terlalu tinggi. Penawaran berharganya ditolak mentah-mentah. Lalu rungunya mendengar Gwen bersenandung ringan. “Gue udah terlanjur jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Lili.”

“Lili siapa?” Ceisya mengernyit bingung.

“Rubah Fennec yang sebentar lagi jatuh dalam pelukan gue.”

“Sok tahu ah lo. Rubahnya jantan.”

“Gue udah ada alternatif nama. Liliano. Panggilnya Ano.”

Sudut bibir Ceisya berkedut. “Nama paling idiot yang pernah gue denger.”

“Kurang ajar mulut lo. Kalau orang yang bernama Ano denger lo katain nama mereka idiot, betapa terluka hati mereka.”

Ceisya hanya menanggapi kalimat berlebihan Gwen dengan cibiran pelan. Dia memutar setir, melewati gerbang yang terbuka dan memarkirkan mobil BMW putih itu di depan sebuah rumah bertingkat dua yang berhalaman luas berdinding putih. Gwen melirik penuh keingintahuan melalui jendela, sebelum keluar mengikuti Ceisya yang berjalan lebih dahulu memasuki rumah mewah tersebut.

“Ikut gue.” Ceisya melirik Gwen samar, lalu berjalan melalui ruang tamu menuju belakang rumahnya. Ada kolam renang besar dengan beberapa sun lounger di pinggirnya. Namun itu bukanlah tempat yang dituju Ceisya, melainkan taman mini di samping kolam renang. Terdapat sebuah kandang mini yang menarik perhatian Gwen—lebih tepatnya isi dari kandang tersebut.

Melihat hewan yang diimpikannya di depan mata, mata Gwen berbinar.

“Ini penawaran terakhir.” Ceisya menghadang pandangan Gwen, rautnya lebih serius kali ini. “Apapun yang lo mau bakal gue kasih.”

“Gue nggak kekurangan apapun kecuali rubah itu. Lo nggak mungkin narik kata-kata lo sendiri, kan?” tanya Gwen dengan sebelah alis terangkat. Sudut bibirnya naik, jelas terlihat geli akan tingkah Ceisya.

UNRIVALED ✓Where stories live. Discover now