45. Something Bad

18.7K 2.1K 288
                                    

"Hai," sapa cowok yang baru saja datang dengan jas putih melekat di tubuhnya. Dia meraih belakang kepala cewek yang duduk di sebuah kursi yang menghadap ke jendela yang terbuka lalu merundukkan tubuh untuk mengecup kening cewek tersebut.

"Gimana keadaan lo?" Tanpa menghiraukan keterkejutan cewek di hadapannya, Salga berjongkok di hadapannya dan bergegas meraih buku yang hendak jatuh dari tangan pacarnya.

"Ngagetin aja!" seru Gwen pelan setelah tersadar, mencebikkan bibirnya sembari merampas bukunya dari Salga. Melihat gurat kelelahan terpampang di wajah cowok itu, seketika dia merasa tertekan. "Gue baik-baik aja. Lo tuh, mending istirahat."

"Gue juga baik-baik aja." Salga meraih satu tangan cewek itu lembut. Jari jempolnya mengelus pelan permukaan kulit punggung tangan Gwen dan menatapnya penuh perhatian. "Gimana tadi?"

Gwen langsung mengerti arah pembicaraan Salga. Setiap dia melakukan cuci darah, Salga selalu menanyakan hal yang sama.

Semua itu bermula ketika pertama kali Gwen menjalani terapi tersebut. Dia cukup ketakutan saat melihat jarum yang mengarah pada pembuluh darahnya dan menolak melakukannya beberapa kali.

Salga merasa cemas sekaligus lucu melihat hal itu. Minggu-minggu awal melakukan cuci darah, Gwen harus ditenangkan oleh berbagai kalimat. Oleh sebab itu, ketika terkadang Salga tidak bisa menemaninya karena tugas, Salga akan selalu melayangkan pertanyaan tersebut sewaktu tiba.

Berbicara tentang tugas, saat ini Salga sudah menjalani koas selama beberapa bulan yang mana rumah sakit tersebut adalah tempat di mana Gwen dirawat. Tugasnya saja sudah menyita banyak waktu dan hanya memiliki sedikit istirahat, namun yang membuat Gwen terbebani adalah cowok itu selalu meluangkan waktu untuk menjenguknya dan berbincang sementara waktu.

Terkadang Gwen akan mendapati gurat kelelahan terpatri di wajahnya, seperti saat ini. Melembutkan ekspresi wajahnya, Gwen mengulurkan tangannya yang bebas untuk mengelus wajah Salga. "Lo remehin gue? Gini-gini gue udah jalani cuci darah beberapa kali." Jadi, jangan cemas. Imbuhnya dalam hati.

Terkekeh pelan, Salga menangkap tangan Gwen yang berkeliaran bebas di wajahnya lalu membawanya mendekati bibirnya sebelum mengecup jemarinya lembut sambil bergumam, "Hm."

"Ngomong-ngomong gimana tugas lo hari ini? Ah, gue liat postingan perawat dokter di sosmed, katanya pantang ya kalau bilang pasien sepi? Apa lagi waktu di UGD, bisa-bisa pasien membeludak!" ujar Gwen menggebu.

Alis Salga sedikit terangkat mendengar hal tersebut. "Mungkin, iya. Soalnya selama gue jaga di sana, gak ada yang bilang sepi. Tapi karena gue belum rasain, gue gak percaya sama hal begituan."

"Ish, awas lo tiba-tiba bilang sepi. Bisa-bisa lo diamuk yang lain kalo beneran kejadian!" Gwen berwanti-wanti dengan ekspresi serius, membuat Salga mau tak mau mengekeh pelan sembari mencubit pipinya gemas. "Nah, karena lo gak percaya sama hal itu, kalau gue bilang gue cinta sama lo, lo percaya, gak?"

Tiba-tiba melontarkan pertanyaan tersebut sontak membuat lawan bicara Gwen tertegun dan membisu. Bahkan Gwen bisa merasakan satu tangan Salga yang sejak tadi menggenggamnya menjadi kaku.

Meski Gwen berniat bercanda dengan membandingkan dua hal tersebut, namun mendapati reaksi Salga yang diluar perkiraan, dia jadi gugup sendiri. Jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Baru saja membuka mulut hendak menjelaskan, dia melihat Salga menurunkan pandangan dengan dua sudut bibir terangkat.

Tak ayal, senyum cowok itu begitu tampan hingga Gwen sedikit tercengang. Bukannya Salga tidak pernah tersenyum di hadapannya, melainkan senyuman kali ini berbeda dari biasanya. Senyum yang sangat cerah sekaligus bahagia, dengan ujung telinganya yang mulai berubah warna kemerahan. Matanya berkilau.

UNRIVALED ✓Where stories live. Discover now