25. Kesalahan

26.5K 4.7K 3K
                                    

“WUAAA AYAH, KIAN MISS YOU SO BAD!!!” Remaja yang baru pulang sekolah atau mungkin bolos—terlihat jelas dari seragam putih abu-abunya yang telah berantakan— itu menyelondong masuk ke dalam rumah Gwen tanpa permisi sambil merentangkan tangan ketika melihat Riftan berdiri di depan meja makan. Dia bergegas memeluk pria itu dengan wajah cemberut. “Kian kangen banget sama Ayah.”

Gwen yang telah duduk di kursi siap menyantap makan siang menatap Kian tercengang, buru-buru lari menuju depan pintu untuk melihat pagar rumahnya yang ia rasa telah dikunci. Sayangnya hal itu berbanding terbalik dengan kenyataan. Dia tidak melihat kunci gembok di gerbang rumahnya serta ada sebuah motor ninja merah telah terparkir megah di halaman rumahnya. “Lo masuk ke rumah orang sembarangan, ya?!”

“Apaan sih, Kak Gwen? Kata Ayah ini juga rumah Kian.” Remaja itu mencuatkan bibirnya dengan ekspresi lesu. Ia lalu melompat duduk di kursi sembari menatap hidangan di atas meja. “Kebetulan Kian laper banget. Apa jangan-jangan kita sehati, Yah?”

Gwen berjalan kembali ke meja makan. Dia duduk di hadapan Kian, melihat cowok itu menatap ayam goreng di atas meja intens. “Awas, menetes.”

Tanpa sadar Kian mengelap ujung bibirnya. Sadar akan kelakuannya, ia menatap Gwen sambil mencuatkan bibirnya lalu membuang muka. Melihat sifat kekanak-kanakannya, sudut bibir Gwen berkedut. Cewek itu bertopang dagu di atas meja, menatap Kian yang tengah menonton Riftan di dapur yang dapat terlihat dari tempat mereka berada.

“Lo gak dikasih makan sama mereka?”

Kian menatap Gwen polos. “Dikasih. Tapi gak seenak buatan Ayah yang penuh cinta kasih.”

Gwen meringis jijik. “Manis banget tuh mulut. Udah jebak berapa banyak cewek?”

“Kak Gwen!” Kian menatap Gwen serius. Kedua tangannya terlipat didepan dada untuk menunjukkan dia tidak main-main. Namun sikapnya ini malah jatuh di mata Gwen sebagai tindakan yang cukup lucu. “Kian ngomong itu tulus. Bukan sekedar kata-kata manis.”

“Bocil.” Dengus Gwen pelan.

“Kak Gwen!”

“Kalian bener-bener kayak saudara kandung. Suka berantem,” ujar Riftan yang datang membawa semangkuk sup sayur.

“Iya!”

“Nggak sudi.”

Kian dan Gwen berujar secara bersamaan tanpa sadar. Kian menyengir lebar, sedangkan Gwen memalingkan wajah malu. Adik yang muncul tanpa diminta ini benar-benar menyebalkan sekaligus cukup lucu. Gwen merasa tidak begitu buruk dengan kehadirannya, kecuali jika remaja itu datang dengan suatu rencana buruk.

***

Gwen mengusap tengkuknya yang terasa kaku. Belajar mengenai hewan-hewan memang menyenangkan, namun itu berlaku untuk praktiknya, bukan teori. Gwen merasa kepalanya bisa pecah jika memaksakan diri membaca buku di hadapannya lagi.

Menyandarkan punggung ke kursi, Gwen mendongak menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya kosong, tidak mampu memikirkan apapun. Namun jika diingat-ingat, sepertinya ia belum mengetahui kabar sang pacar hari ini.

Memikirkan hal demikian, Gwen refleks menegakkan punggungnya sembari meraih ponsel yang tergeletak di pojok meja belajar. Dia menatap cermat lockscreen yang tidak menampilkan notifikasi apapun, membuat wajahnya kusut dalam hitungan detik. Ia membaringkan kepalanya di atas meja dengan ponsel tergeletak hadapannya. Jari telunjuknya menekan-nekan layar yang gelap secara acak dengan pikiran melayang.

Di saat pikiran Gwen melayang itulah pintu kamarnya tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok Kian dengan rambut dan kaos berantakan. Matanya setengah terbuka dengan ekspresi datar. Gwen kini telah menegakkan punggung sembari mengamati apa yang ingin dilakukanya dalam diam. Tanpa memerhatikan sekitar, remaja itu melangkah masuk lalu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur Gwen.

Mata Gwen melotot. Sontak dia bangun menuju Kian lalu menarik tangan cowok itu berulang kali, berusaha menjauhkan Kian dari kasurnya. “Pergi!”

Bukannya tergerak oleh tarikan Gwen, Kian malah seperti magnet yang menempel kuat pada kasur berseprei ungu tersebut. Remaja itu menarik napas dalam-dalam, menghirup aroma kamar tersebut lalu menghela napas puas. “Kamar Kak Gwen harum. Kian mau tidur di sini aja.”

“Enak aja! Pergi atau gue usir lo dari rumah gue?”

Ancaman Gwen berhasil membuat Kian terduduk di atas kasur. Ekspresi cowok itu rumit, samar-samar ada tuduhan menyedihkan dari sorot matanya. “Jangan usir Kian.”

Gwen mendengus bangga akan kepatuhannya. “Makanya nurut ke tuan rumah.”

“Tapi kata Ayah rumah ini milik Kian....” Kian spontan menunduk tatkala pelototan tajam Gwen terarah padanya. “...juga”

Gwen kesal dengan presensi sosok Kian dalam hidupnya yang begitu mendadak, membuat dirinya belum bisa beradaptasi dengan baik. Namun melihat remaja itu duduk dipinggir kasurnya dengan kepala tertunduk menyedihkan, hati nubari Gwen tergelitik oleh rasa kasihan. Mau tak mau cewek itu menghela napas sembari memalingkan wajah.

“Dasar bocil. Jangan tiduran di kasur gue yang steril dari kuman kayak elo,” ujarnya sembari kembali menuju meja belajarnya.

Merasa tidak ada penolakan lagi dari Gwen, Kian mendongak dengan mata berbinar. Dia menatap sang kakak yang sibuk membolak-balikkan halaman bukunya lebih dari sepuluh menit, sebelum mengalihkan perhatian ke penjuru kamar sang kakak.

Kamar yang luasnya tak lebih dari setengah kamarnya itu didesain sederhana dan minimalis. Ada single bad di dekat jendela yang mengarahkan pemandangan halaman belakang. Samping kasur ada sebuah nakas tempat diletakannya lampu tidur dengan sebuah novel yang kemungkinan besar sedang dibaca cewek itu ketika senggang dan sekotak tisu. Di dinding atas kepala tempat tidur terdapat rak dinding yang berisi novel-novel yang berjejer. Di depan kasur yang berjarak dua langkah, terdapat lemari kayu besar. Dan terakhir, di sebelah lemari terdapat meja belajar yang kini ditempati Gwen.

Meski kamar tersebut kecil, Kian merasakan kehangatan. Apa lagi aroma khas cewek-cewek. Jujur saja ini pertama kalinya Kian memasuki kamar perempuan. Karena watak keras Deshira, Kian enggan masuk ke kamarnya sehingga ketika dia iseng memasuki kamar Gwen, dia merasakan kenyamanan luar biasa.

Menatap Gwen yang masih sibuk belajar, Kian melangkah menuju nakas, melihat novel di atasnya sekilas lalu meletakkannya kembali. Kemudian ia berjongkok, membuka laci nakas untuk melihat isinya. Ada beberapa bungkus tisu wajah yang memenuhi laci atas. Kian lalu membuka laci paling bawah, seketika tertarik dengan album foto yang tergeletak manis di sana.

Buru-buru cowok itu mengambil dua album foto. Satu berukuran besar berwarna hijau, dan yang satunya berukuran kecil berwarna merah muda. Album foto berukuran besar berisi banyak orang yang tidak dikenali Kian. Tapi melihat kebanyakan terdapat Gwen dan Riftan serta seorang wanita yang familier, Kian akhirnya ingat bahwa beliau adalah ibu sang kakak.

Setelah selesai melihat, perhatiannya teralihkan pada album kecil. Halaman pertama membuat Kian tertegun, lalu kekehan lembut keluar. Tingkah laku konyol Gwen dan temannya di album itu cukup menghibur Kian. Ternyata sisi lainnya sangat menggemaskan.

Gwen menggosok pelipisnya menggunakan pensil. Dia merasakan keanehan, seperti sesuatu telah ia lupakan. Teringat Kian masih ada di sana, alisnya terangkat samar. Dia berbalik, melihat Kian sedang menunduk melihat sesuatu di pangkuannya. Gwen cukup penasaran apa yang bisa membuat remaja itu duduk anteng, sehingga ia menujunya tanpa menimbulkan suara dan mengintip.

Sayangnya isi album itu hal yang telah dilupakan Gwen sejak lama. Luka yang ingin ia kubur dalam-dalam hingga berharap bahwa itu adalah mimpi. Senyum cerah di foto-foto dalam album itu sangat menyengat mata Gwen, membuat matanya terasa panas dengan air yang perlahan menggenangi pelupuk matanya. Rasa sakit yang ia takuti kembali muncul dalam dadanya.

Kian menutup album dengan seringai tipis di bibirnya. Masih membayangkan ekspresi lucu Gwen dalam album tersebut. Begitu mendongak, dia akhirnya menyadari sosok Gwen di sampingnya bergeming dengan air mata yang terus mengalir membasahi wajahnya.

Mata cowok itu melebar, tiba-tiba tenggorokannya tercekat. Tanpa alasan jelas, Kian merasa dialah yang berbuat kesalahan hingga menyebabkan air mata sang kakak meluruh tanpa henti.

TBC

November 22, 2022.

3K komen~

UNRIVALED ✓Where stories live. Discover now