19 ALINGGA

10.9K 1K 35
                                    

"Lingga, kenapa sih harus lari-lari? Biasanya juga selow."

"Gue ngos-ngosan nih! Lo ngotak dong kalau mau ajak gue pergi, mau bunuh gue ya?!"

"Lingga-"

Dan langkah Alingga tiba-tiba memelan, mereka telah sampai di depan ruangan kakek. Ada om Derry pengacara kepercayaan kakek berdiri di depan pintu dengan kepala menunduk. Alingga segera membuka pintu.

Jantungnya berpacu cepat seperti akan meledak, aliran darahnya seolah berhenti dan dadanya sesak. Tubuhnya terasa dingin, seakan buliran keringat yang jatuh di wajahnya setelah berlarian tadi bukanlah apa-apa.

Ah, sialan.

Lagi-lagi dunianya seolah di patahkan dengan sengaja.

"Kakek lo?" lirih Lyana, teramat pelan.

Alingga melangkah kaku, sejanak melihat kearah Papa yang berdiri bersandar pada tembok dengan mata terpejam rapat. Lalu Alingga kembali menatap kearah tempat tidur, tangannya dengan gemetar membuka kain putih yang menutupi tubuh kakeknya, berharap semua ini tidak nyata dan hanya mimpi.

"Kakek."

Ruangan itu hening, tapi isakan pelan Papa seolah mampu membuatnya tuli.

Lalu ia benar-benar di sadarkan dengan kenyataan yang menyakitinya, wajah pucat itu sudah tertidur damai meninggalkannya tanpa mengatakan apapun. Alingga bahkan belum sempat memperlihatkan nilai ulangannya.

"Kek, ini Lingga.." bisiknya dengan kalut, ia menggeleng dan mendongak menatap langit-langit ruangan, mencoba menahan air matanya.

Tapi gagal, entah sejak kapan air mata itu menggenang di pelupuk matanya hingga menggumpal dan jatuh begitu saja. Kakinya melemah seakan tidak kuat menahan beban yang terlalu berat.

"Siapa yang akan marah kalau nilai Lingga turun? Siapa--" napas laki-laki itu tercekat.

Alingga jatuh terduduk di samping tempat tidur kakek, ia menekuk lututnya dan menyembunyikan wajahnya disana. Bahu laki-laki itu mulai bergetar, ia terisak kuat.

Bagaimana ini? Bagaimana dia melanjutkan hidup jika semua orang pergi meninggalkannya.

Ah, ya Tuhan..

Kenapa hidupnya di buat leluconan seperti ini.

Suara gesekan tempat tidur membuat Alingga mendongak, matanya melihat kakek di bawa keluar oleh beberapa perawat. Laki-laki itu memejamkan matanya, berusaha bernapas dan kembali menatap orang-orang itu. Alingga lalu berdiri, mengusap wajahnya berkali-kali.

Laki-laki itu tidak merespon, ia berjalan tertatih keluar ke tempat dimana kakeknya dibawa. Lalu saat berada di koridor Alingga berteriak nyaring hingga menghentikan langkah orang-orang yang berada di area itu.

"COBA DI CEK LAGI!!!"

"Lingga," Lyana mengusap punggung Alingga perlahan.

"Kayaknya kalian salah," ujar Alingga dengan bergetar. "Kakek itu suka tidur, mungkin sekarang dia cuma tidur?"

Air mata itu menetes lagi, kepala Alingga menggeleng pelan. "Saya mohon, coba di cek lagi."

"Kamu yang sabar," ucap salah satu dari perawat itu, kemudian berlalu dari hadapan Alingga.

"Kalian nggak tau kakek, saya yang tau dia.."

Tangis Alingga pecah, tidak perduli orang-orang memperhatikannya dengan aneh. "Di suka tidur."

"Lingga udah, lo harus sabar," bisik Lyana seraya terus mengusap punggung bergetar itu.

Alingga membalikkan badannya, ia menggapai tangan Lyana berusaha berpegangan, tapi kemudian tubuh Alingga jatuh lantai dan dia menangis seperti seorang anak kecil.

ALINGGA (Completed)Where stories live. Discover now