45 ALINGGA

12.1K 954 89
                                    

Alingga mengambil headset yang tergeletak di lantai lalu meletakkannya di meja belajar. Ia baru saja selesai mandi setelah hampir dua jam belajar untuk persiapan ujian. Belum memakai baju dan rambutnya ia biarkan basah, laki-laki itu langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

Ia menatap ke samping, lalu tangannya yang panjang menarik tubuh perempuan yang sudah tertidur sejak 10 menit lalu itu.

"Udah pakai minyak telon? Minum susu juga udah belum?"

Alingga terkekeh, ia pikir Lyana sudah tidur.

"Udah," balasnya singkat, ia meraba perut Lyana kemudian menarik tubuh perempuan itu hingga punggungnya menempel di dada Alingga.

"Lingga kan udah gue bilang, habis mandi keringin dulu rambut lo. Ih basah semua!" Desis Lyana, ia menarik dirinya menjauh tapi Alingga menahannya dan wajah laki-laki itu mulai menempel di antara bahu dan lehernya.

"Hm."

"Hm, hm aja jawabnya, tapi tetap lo lakuin."

"Iya maaf bunda, ayah emang selalu salah."

"Geli!"

"Hehe."

Lalu, laki-laki memejamkan matanya sebentar, mencium dalam-dalam aroma tubuh Lyana hingga membuat perasaannya tenang. Tidak tahu bagaimana mendeskripsikannya, tapi Alingga sungguh-sungguh menyayangi perempuan dalam pelukannya itu.

"Katanya kalau mau cepat jadi, minimal harus seminggu 4 kali Na," bisik Alingga sambil mencium lembut tengkuk perempuan itu.

Lyana mengernyit bingung, ia menahan gerakan tangan Alingga yang berjalan kedalam kaosnya. "Bikin apa?"

"Penerus bangsa Na, kita juga harus menyumbangkan bibit unggul kita untuk negara ini."

Lyana berdecak mendengarnya. "Nggak mau!" Ketusnya.

"Kenapa?"

"Lo mau bikin gue hamil habis itu lo pergi ninggalin gue, brengsek banget lo nggak mau tanggung jawab!" Ujar Lyana dengan nada sedikit tinggi, ia mendengus kasar. "Kalau mau hamilin gue jangan pergi, atau kalau mau tetap pergi hamilin aja tuh si Jennie!"

Alingga menghela napas pelan, cukup paham bahwa Lyana tidak setuju dengan keputusannya sore tadi. Namun, Alingga tidak bisa terus berada di tempat dengan sejuta kenangan menyakitkan ini, ia butuh suasana baru untuk menyembuhkan lukanya.

Bagaimana cara Lyana berkata bahwa ia tidak ingin dirinya pergi membuat perasaannya semakin tidak karuan. Alingga begitu nyaman bersama Lyana, karena perempuan itu ia bisa mulai mengerti dirinya sendiri. Tapi menetap pun bukan pilihan yang gampang, Alingga belum bisa berdamai dengan semua sumber kesakitannya disini.

Di luar sedang hujan deras, seolah menjelaskan perasaan mereka yang tengah bersedih.

"Udah jelas gue nggak mau LDR apalagi ikut, berarti dia gak boleh pergi. Masih juga belum paham, kenapa sih semua cowok tuh bego?" Tanya Lyana dengan emosi yang menggebu-gebu.

Alingga makin menempelkan tubuh mereka. "Kalau semua cowok bego, berarti papa kamu, Orion sama presiden juga bego?"

"Ih bukan!" Lyana mendesis kesal, ucapan Alingga membuatnya semakin marah. "Tau deh, nggak jadi!"

"Lyana.." Alingga meletakkan tangannya di atas tangan perempuan itu, mengusapnya dengan lembut. Ia sudah lelah sejak tadi berpikir keras bagaimana membuat Lyana mengerti keadaannya. "Aku cuma mau pergi, bukan menghilang kayak cowok brengsek."

"Tapi gue nggak mau lo pergi! Nggak mau!"

"Na-"

"Sampai berapa lama?" Tanya perempuan itu dengan ketus.

ALINGGA (Completed)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें