26 ALINGGA

11.1K 1K 30
                                    

Dulu saat Papa pergi keluar kota Alingga akan meminta oleh-oleh mainan terbagus yang hanya akan dia yang punya di sekolah, tapi kemudian Papa selalu membelikan satu lagi untuk Lintang hingga mainan itu terasa tidak keren lagi karena Lintang juga punya. Alingga benar-benar menjadi marah saat itu. Ia pikir dia tidak perlu saudara seperti Lintang supaya tidak usah membagi apapun miliknya, ia ingin Lintang pergi jauh keluar angkasa supaya di makan alien dan tidak kembali lagi ke rumah.

Tapi saat Lintang benar-benar pergi entah mengapa ia menyesal pernah menginginkan hal itu, ia berharap Lintang bisa kembali ke rumah supaya dia tidak kesepian, supaya dia tidak hidup dengan beberapa tinjuan rasa bersalah yang menyakitinya setiap hari. Tidak masalah jika ia harus membagi semua mainannya, bahkan jika Lintang meminta semua apa yang dia miliki, Alingga akan tetap memberikannya asal Lintang mau kembali.

Laki-laki itu memejamkan matanya,  menekuk kedua kakinya dan menunduk. Ia menghela napas berusaha menahan rasa ketakutan yang mendobrak pikirannya, berkali-kali ia membentak dirinya bahwa ia tidak boleh cengeng, semua sudah berlalu dan Alingga tidak perlu merasa bersalah.

"Kamu nggak sengaja, abang kamu aja yang gak hati-hati," ucapan kakek beberapa tahun lalu kembali teringat.

Alingga terdiam, tidak sengaja katanya? Jelas-jelas ia yang membunuh kakaknya sendiri.

Laki-laki itu menarik napas lelah lalu mengusap wajahnya dan menempelkan dahinya di lututnya yang tertekuk, memikirkan seberapa benci Lintang sekarang pada dirinya.

Kalau Lintang sekarang berada disini dan melihatnya selalu merasa bersalah setiap saat, apa ia akan menertawai Alingga? Atau dia akan mengadu pada Papa kalau Alingga nakal?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu membuatnya semakin lelah, pertanyaan yang sudah jelas tidak akan pernah terjadi tapi selalu mampu membuatnya ketakutan.

Alingga kembali terisak, pikirannya kembali hingar bingar dengan semua kenangan buruk itu. Sampai suara deritan pintu terdengar dan gadis dengan rambut di ikat rapih itu muncul dengan sebuah baskom berisi air hangat di tangannya.

"Lingga.." suara yang biasanya sering berteriak kesal entah mengapa tiba-tiba berubah melembut.

Alingga menatap jari-jari kakinya cukup lama, ia menarik napas sebentar sebelum akhirnya memberanikan diri mendongak.

"Gue bawa air hangat, gue kompresin lo ya? Soalnya tubuh lo panas banget."

Bahkan Alingga pikir demamnya tidak seberapa di bandingkan rasa bersalah yang selalu menghantuinya.

Gadis itu berjalan kaku kearahnya. "Sebenarnya gue penasaran kenapa karena mimpi lo bisa sampai demam gini, tapi bukan hak gue untuk maksa lo cerita cuma karena rasa penasaran gue doang."

"Tapi lo jangan lupa, gue istri lo sekarang. Lo bisa cerita apapun ke gue," Lyana mengusap air matanya yang menetes. "Gue nggak akan ngulang kesalahan yang sama."

Alingga menghela napas.

"Gue nggak akan ceritain itu ke orang lain."

***

Gadis itu selesai mengompres kening Alingga, ia meletakkan sisa airnya di nakas lalu kembali mengusap rambut laki-laki itu dengan lembut. Dengan posisi Alingga yang berbaring sambil terpejam dan Lyana yang duduk di sampingnya, ia sudah seperti seorang ibu yang merawat anaknya yang sakit.

"Mimpi apasih, serem banget ya?" Tanya Lyana dan akhirnya karena sudah lelah ia merubah posisinya setengah berbaring menghadap kearah Alingga.

"Mimpi di kejar Popo."

"Ih masa di kejar Popo doang takut, cemen."

ALINGGA (Completed)Where stories live. Discover now