3. Niskala yang Lain

144 36 6
                                    

"Hati-hati di jalan, Kangmas."

Tarangga tersenyum kecil, membiarkan istrinya mencium tangan besarnya. Blangkon menutupi rambut cepaknya. Setelan batik mempertegas kedewasaan seorang Tarangga. Ia mengayuh sepeda ontelnya menuju Sanggar Sekar Sapta.

"Pulangnya jangan kesorean, Mas!" Di belakang, Siwi setengah berteriak dengan ceria tatkala Tarangga mulai melaju. Pemuda itu tersenyum, amat manis dengan kumis tipis menghiasi. Tatapannya senantiasa awas di bawah alis nan tebal memperhatikan jalanan. Diam-diam, Tarangga senang mendapat perhatian istrinya. Setelah kehilangan biyung tercintanya, hanya Siwi yang memberinya kasih sayang.

💮

Lancaran Geger Sekutha mengalun penuh estetika. Tarangga tidak menangkap banyak kesalahan dari para niyaga Sekar Sapta yang masih remaja itu. Kesempurnaan itu berkat pengajaran dari Tarangga yang penuh kesabaran. Kini, Tarangga memberikan materi lain yang bertemakan asmara. Secara, beberapa bulan lagi Sekar Sapta akan ditanggap di resepsi pernikahan putra lurah.

Dalang yang menguasai karawitan itu menulis angka-angka irama beberapa gending baru. Mulai dari Gubuk Asmara, Podang Kuning, Asmarandana, Semar Mantu, Sriuning, hingga yang tersulit, Bang-bang Wetan. Papan tulis itu penuh angka, dari ji (1) sampai pi (7). Tentu saja semua materi itu belum bisa dikuasai oleh para niyaga muda. Mereka sedikit demi sedikit lancar, itu pun sambil melihat papan tulis. Yang membuat mereka kesulitan adalah gending yang terdapat umpak. Mereka harus menabuh dengan lebih cepat dan keras. Namun, itu mengasyikkan. Sungguh indah jika para penabuh kompak.

Latihan itu diberi jeda sepuluh menit. Tarangga memahami para niyaga yang pegal karena duduk lama di belakang gamelan. Para niyaga muda keluar ruangan. Hanya tersisa seorang perempuan yang selonjoran di belakang saron⁸. Gadis itu sanggulnya seperti hendak terlepas. Namun, masih memperlihatkan leher kuning jenjangnya.

"Tidak ingin beli dawet?" tanya Tarangga mencairkan suasana. Hanya seorang penjual dawet yang berjualan di dekat sanggar itu, sering kali dikerubungi niyaga saat istirahat.

Gadis penabuh saron itu mendongak kepada Tarangga yang duduk di kursi, menyesap kopi. "Tidak, Pak. Takut batuk." Bersamaan dengan itu, sanggulnya terlepas. Membuat wajah si gadis semakin ayu dengan rambut panjang tergerai. Segera niyaga perempuan itu menggelung kembali rambutnya, berpaling dari keterpakuan Tarangga.

Gadis itu mirip sekali dengan Niskala. Suaranya pun tak kalah mendayu dari Niskala.

"Bagaimana kalau kau memegang posisi sebagai sinden? Kau bisa menunjukkan bahwa Sekar Sapta memiliki sinden muda. Kau bisa ditanggap di acara mana pun," saran Tarangga.

Gadis itu mencondongkan tubuhnya, tertarik dengan usulan itu. "Benarkah? Apa suara Retno bagus?"

"Retno bakal mengungguli Putri Keraton sekaligus."

"Ah Pak Tarangga berlebihan."

Latihan karawitan dicukupkan tatkala baskara telah mencapai ufuk barat. Tarangga mengayuh sepedanya, mendahului murid didiknya yang setia menebarkan senyum padanya.

Ia disambut oleh Siwi di teras, yang menunggu dengan duduk anteng di kursi rotan. Ingin Tarangga mengatakan, jangan di luar sore-sore begini, nanti masuk angin. Namun urung karena tidak ingin Siwi bungah⁹ dan berharap lebih padanya.

Ia hanya memberi tangannya untuk dicium oleh Siwi, kemudian berlalu ke dalam dengan tampang datar. Hatinya masih ingin teguh mencintai sang pujaan hati, Niskala Acalapati yang mustahil digapainya.

💮

Terlalu banyak perbedaan yang menghalangi cintanya. Dua hal yang paling mendasar ; keyakinan dan status. Mereka berbeda agama. Tarangga pun kini telah menjadi suami orang lain. Angan-angan Niskala pupus. Semuanya. Ia hanya ingin bebas seperti gadis lainnya. Ia ingin lepas sejenak dari unggah-ungguh¹⁰. Ia ingin bebas memilih jalan hidupnya.

Tubuh semampainya semakin kurus seperti hanya tulang yang terlapisi kulit. Hari dan malam ia jalani dengan banyak melamun. Ibunda selalu memberi wejangan, ia harus senantiasa sabar dan ikhlas dengan apa yang menimpanya. Tarangga Narapraja bukan jodohnya. Dari segi spiritual saja sudah jelas.

Di dalam senthong¹¹, Mbok Inah memijat kakinya dengan mata berkaca-kaca. "Aduh Ndoro Ayu, mengapa terus tenggelam sampai seperti ini ..." ratapnya.

Niskala setia memandang hamparan rumput teki dari jendela. Menunggu kehadiran seseorang yang mampu menolong hatinya dari keretakan.

"Mas Tarangga tega, Mbok. Dia melupakan janjinya untuk terus mencintaiku. Mana buktinya? Dia malah menikah dengan sepupunya." Setelah itu, Niskala kembali menangis sembari memegang dadanya yang sesak.

Namun, Mbok Inah bagai penyembuh melalui kalimatnya. "Ndoro Ayu, apalah guna berlarut dalam kesedihan? Itu tidak akan mendatangkan Den Tarangga. Alangkah baiknya Ndoro Ayu bangkit dan menunjukkan padanya bahwa Ndoro Ayu bahagia tanpa janjinya."

Ndoro Ayu bahagia tanpa janjinya. Seperti mantra. Niskala membaringkan badannya, memejamkan mata. Nanti ia akan bangun sebagai Niskala yang lain.

💮

Alis nan tebal itu kian menukik ketika ia mengerut. Kopi yang dibuat Siwi terlalu pahit di lidahnya.

"Maaf, Kangmas. Gula ternyata tinggal satu sendok," kata Siwi.

Netra lebar perempuan itu menatap suaminya dengan khawatir. Wajah beningnya selalu memerah setiap bertemu tatap dengan suaminya.

"Kenapa tidak beli?" tanya Tarangga mengintimidasi.

Siwi tak punya nyali untuk menyahut. Ia hanya menunduk seraya menjiwit¹² jarinya hingga timbul sayatan kecil.

Tarangga tidak puas dengan tanggapan itu. Ia terus menatap mata istrinya sampai perempuan mungil itu membuka suara. "Saya tidak punya uang."

Sang Narapraja akhirnya sadar, ia belum pernah memberikan uang kepada istrinya. Ia melupakan kewajibannya. Ia mengambil uang receh dari saku kemeja batiknya kemudian menyuruh Siwi pergi ke warung.

Malu. Ia menggulung rokok tingwe¹³  kemudian menyesapnya. Kepulan asap dari mulut dan hidung membawa terbang sebagian rasa malu.

Rintik-rintik hujan terdengar berjatuhan di atap. Tarangga menengok melalui jendela kepada awan kelabu. Ia mengambil dua payung, menyusul istrinya.
_______

⁸ Salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan.

⁹ Rasa senang berlebihan.

¹⁰ Tata cara dalam berbicara dan bertingkah laku.

¹¹ Kamar.

¹² Mencubit.

¹³ Linting dewe ; linting sendiri.

WikramaWhere stories live. Discover now