8. Pagelaran

105 23 5
                                    

"Ndoro Ayu kan suka sekali dengan Arjuna. Lupakanlah Den Tarangga dengan mengingat betapa senangnya Ndoro dengan Arjuna sedari kecil," kata Mbok Inah.

"Justru itu, Mbok. Di khayalan saya, Arjuna mirip sekali dengan Mas Rangga. Saya ingin menjadi Dewi Srikandi yang mampu memanah hati Arjuna, walaupun sudah memiliki garwa," balas Niskala.

"Aduh, Ndoro ... boleh saja menjadi Dewi Srikandi yang pemberani itu, tapi jangan yang merebut milik orang lain."

"Merebut? Siapa sebenarnya yang merebut? Sedari awal, cinta Mas Rangga hanyalah kepada saya."

Mbok Inah bungkam mendapat nada agak tinggi itu. Ia berjanji pada diri sendiri, tidak akan menghakimi ndoronya lagi. Semalaman itu Niskala tersenyum, membayangkan betapa menyenangkannya esok ketika bertemu dan tampil bersama Tarangga di negeri orang.

Tanpa Siwi Suryandari.

💮

Rombongan itu turun di Bandar Udara Internasional Noi Bai. Mereka kemudian menuju ke pesanggrahan yang telah disiapkan menaiki bus yang telah dihias. Niskala bukan putri keraton saat ini. Ia adalah waranggana atau sinden yang lepas dari hiruk pikuk keraton untuk sementara. Kini ia menjadi tanggungan bibi emban Ningsih yang kalem, bukan Mbok Inah yang cerewet lagi. Kebebasan itu ia manfaatkan dengan mencuri-curi tatap pada Tarangga. Karisma pemuda yang sebentar lagi menjadi bapak itu selalu memikat hati kecil Niskala. Terlebih ketika Niskala memandang blangkon dan cincin akik yang terpajang luwes. Jika sekarang berada di keraton, pasti netranya sudah diculek karena melirik lawan jenis dengan tak beradabnya. Namun, sekarang ia adalah waranggana yang bebas.

Malam itu mereka menginap di hotel berbintang. Kamar Tarangga terdiri atas dirinya dan dua panyumping²⁵. Sedangkan sembilan belas niyaga menempati sembilan kamar lain. Niskala menempati kamarnya bersama Ningsih.

Pagi telah menyingsing, menyadarkan insan yang sedang bermimpi. Pukul delapan, rombongan seni dari keraton itu telah siap di pendopo yang dihadiri pejabat-pejabat dan bangsawan.

Blencong²⁶ menerangi wayang di tengah-tengah cuaca mendung itu, memaparkan lambang sebagai pramana atau denyut jantung yang menjadi tanda kehidupan.

Talu²⁷ dialunkan sebelum sang dalang melakonkan wayang. Setiap ada-ada²⁸ membuat siapa pun yang melihat terpesona dengan seni pewayangan itu ditambah lagi sang dalang antawacana²⁹ dengan eloknya.

Yang menonton terkesima. Mata mereka yang tertuju pada pertunjukan tak bisa berbohong. Tawa mereka sesekali menggema ketika gara-gara³⁰. Pertunjukan epik itu tak luput dari peran niyaga yang meminimalisir kesalahan dalam menabuh gamelan dari perunggu masing-masing. Niyaga yang tak banyak mendapat sorotan justru mendapat tepuk tangan yang meriah ketika tiba di bagian gerong, menabuh gamelan sambil nembang.

Selain itu, sang waranggana pun diam-diam mendapat kata-kata pujian. Suaranya bagaikan emas. Sangat berharga dan indah. Suara keemasan Niskala memikat siapa saja yang mendengar. Paras dan auranya membuat orang-orang kagum dan segan padanya.

Karawitan itu seperti organ tubuh. Butuh kerja sama dan kekompakan. Jika yang satu salah, yang lain akan merasakan akibatnya.

Seperti saat latihan menabuh gending Sekar Dhandhanggula Sastronagaran, penabuh peking melakukan kesalahan, yaitu menabuh irama ro hanya satu kali, jadilah iramanya tidak sesuai dengan gamelan lain dan membuat niyaga lain menjadi kebingungan.

Karawitan tidak hanya sekadar memukul gamelan asal-asalan. Butuh ketelitian dan daya ingat yang tajam. Jika ada yang berkata bahwa karawitan itu membosankan, ia hanya melihat seni karawitan dari satu sudut pandang. Atau ia memang tidak memiliki jiwa seni.
_______

Glosarium

²⁵ Panyumping : yang membantu di kanan-kiri dalang.

²⁶ Blencong : lampu untuk menerangi wayang.

²⁷ Talu : uyon-uyon mengedepankan wiwit jejer pertama kali.

²⁸ Ada-ada : suluk dalang akan menceritakan wayang.

²⁹ Antawacana : membedakan suara antara wayang.

³⁰ Gara-gara : keluarnya Punakawan 4 yaitu Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.

WikramaWhere stories live. Discover now