5. Racun

99 27 2
                                    

Suara Retno sumbang. Menyakitkan telinga Tarangga yang terbiasa mendengar suara emas sinden. Namun, kemarin lusa Tarangga terlanjur memuji gadis itu, membuat kepercayaan dirinya melejit setinggi awang-awang. Tarangga sudah mengajari dasar-dasar teknik vokal seorang sinden, tetapi Retno tak kunjung mengalami peningkatan.

Karena para niyaga pun harus dilatih, Tarangga membiarkan Retno senang dengan suara sumbangnya. Besok, ia akan mengajak teman sindennya untuk mengajari Retno.

💮

Ditemani Mbok Inah, emban paling setia, Niskala keluar keraton setelah sekian lama. Pakaian sederhana selayaknya rakyat biasa tidak menutupi aura karismatiknya. Setiap orang yang berpapasan dengannya membungkukkan badan.

Niskala tidak senang mendapati perlakuan itu, tetapi tetap memasang senyum kepada mereka. Di balik kebaya putih dan jarik parang, Niskala memang memancarkan keharuman yang tak dapat dijabarkan. Rambutnya digelung sederhana, wajahnya tidak didempul karena ia tidak mau mencolok. Namun, aura darinya tidak dapat berdalih.

Ia pandangi Plengkung Nirboyo yang seputih gading. Di seberang sana, berdiri kukuh rumah Tarangga dengan seorang perempuan sedang menyapu. Niskala memandang perempuan itu dengan masygul. Ia menyadarinya. Dirinya hanya gadis manja yang setiap waktu dilayani para emban. Sedangkan perempuan di seberang itu, sosok yang keibuan dan rajin. Mungkin itu yang membuat Tarangga terpikat.

Perasaan tidak suka kembali menyelimuti kalbunya. Ia pandangi tajam tubuh berisi yang sedang membungkuk itu. Sumpah serapah bercokol di hati, sungguh sikap yang harusnya dihindari. Namun, memang cinta membutakan dan menulikan. Niskala lupa adanya karma. Saat ini hanya ada kebencian yang tertanam. Untuk Siwi Suryandari.

Ia kembali ke keraton dengan langkah tegak nan anggun. Mbok Inah mengekori.

Sepasang tanaman ceplok piring menyambutnya dengan keharuman. Rumput teki memenuhi halaman, terbelah oleh jalan berbatuan yang lurus. Niskala menuju pendopo kemudian istirahat di sana. Tanpa di suruh, Mbok Inah pergi menuju dapur dan kembali dengan secangkir teh hangat di tangannya.

"Terima kasih, Mbok. Tahu tidak? Selama ini hanya Mbok yang memahami saya. Mengisi kekosongan hati saya," ucap Niskala tiba-tiba.

"Ndoro bisa saja. Mbok ini tidak melakukan apa pun," jawab Mbok Inah.

"Mbok ... Saya kesepian selama ini. Saya pun tidak dapat memiliki apa yang saya impikan. Kebebasan. Cinta. Kasih sayang."

"Semua orang mencintai dan menyayangi Ndoro Ayu."

"Tidak, Mbok. Itu hanya formalitas belaka. Saya ingin bebas, Mbok. Bebas memilih jalan hidup saya."

Akhirnya si emban tidak mampu membalas ucapan ndoronya. Ia menjadi saksi pertumbuhan ndoronya sedari jabang bayi. Ia sudah mengabdi di keraton sebelum Niskala lahir. Ia mesti campur tangan mengurus ndoro ayunya hingga sedewasa ini. Selama itu pula, ia tahu perihal kesepian ndoronya.

Ia tahu perasaan Niskala dan Tarangga hanya dari sorot netra mereka. Ndoro ayu dan dalang itu sudah lama menyiratkan perasaan cinta dalam diam. Selama itu pula ia menyimpan rahasia itu sendirian. Ia membiarkan mereka berdua larut dalam cinta bak racun karena tak mau menghalangi kebahagiaan mereka. Pun ia senang mendapati Niskala bahagia dengan Tarangga yang mengisi hari-hari sepinya. Namun, cinta mereka yang masih mekar-mekarnya dipaksa layu karena terdengar kabar bahwa Tarangga akan menikah dengan kawula alit²⁰. Sungguh beruntung perempuan itu. Kajugrugan gunung menyan²¹.
_______

²⁰ Rakyat kecil.

²¹ Orang yang memperoleh keberuntungan besar sekali.

WikramaWhere stories live. Discover now