Bab 13

895 176 29
                                    

Bab 13

Daniel membelokkan kemudi ke gang besar menuju rumahnya.

Apa Anggi sudah tidur?

Daniel mengerutkan kening ketika melihat sebuah motor yang diparkir di depan rumah Pak Eka. Siapa? Teman Resti? Nggak mungkin teman Anggi, kan?

Daniel membuka jendela mobilnya dan mendengar suara tawa dari teras rumah Pak Eka. Matanya menyipit. Itu kan... Anggi sama Gathan? Sejak kapan mereka akrab?

Saat Daniel berpikir apakah sebaiknya ia turun atau tidak, ia melihat Gathan berdiri, sepertinya pemuda itu akan berpamitan. Daniel buru-buru menaikkan jendela mobilnya kemudian melaju melewati rumahnya sendiri.

Ah, sebenarnya apa, sih, yang kulakukan? Kenapa aku kabur? Lagi.

Sembilan puluh menit lalu Daniel kabur setelah mencium Anggrek karena ia benar-benar bingung dengan perasaannya sendiri. Kenapa bisa ia mencium Anggrek padahal ia hanya menganggap gadis itu adiknya? Nafsukah? Atau terbawa perasaan? Apa pun alasannya, seharusnya Daniel bisa lebih menahan dirinya.

Tanpa berpikir lagi, Daniel merogoh ponsel dari sakunya lalu menghubungi Pak Eka.

“Ya, Niel? Gimana? Kamu udah mengambil keputusan?”

“Iya, Pak. Tapi, kalau Pak Eka tidak keberatan... saya sama Anggi sebaiknya bertunangan dulu biar kami bisa lebih saling mengenal. Kalau nanti di tengah jalan ternyata Anggi menyukai laki-laki lain, saya tidak akan memaksakan hubungan kami.”

Hening di sana, membuat Daniel tanpa sadar menahan napas.

“Bagaimana kalau sebaliknya? Di tengah jalan, kamulah yang ternyata mencintai wanita lain?”

Ditembak seperti itu, Daniel tidak bisa menjawab.

Terdengar tawa hangat di seberang sana. “Kalau menurut kamu begitu lebih baik, saya setuju saja. Intinya, saya juga tidak akan memaksakan keinginan saya,” ujar Pak Eka bijaksana.

Diam-diam Daniel mengembuskan napas. “Terima kasih, Pak.”

“Saya yang terima kasih, Daniel.”

Daniel berdeham. “Pak Eka....”

“Ya, Niel?”

“....”

***

Ketika Anggrek akan naik ke kamarnya, Pak Eka memanggilnya dan mengajaknya duduk di sofa.

“Kenapa, Pi?” tanya Anggrek seraya meletakkan totte bag hitam di sofa di sampingnya.

“Ini, Papi mau tanya soal temanmu tadi,” sahut Mami yang duduk di sebelah Pak Eka.

“Oh, maksudnya si Gath... ehm, Bang Gathan? Dia itu emm... guru private Anggi, Pi.”

Pak Eka mengangkat alisnya. “Guru private? Sejak kapan? Bukannya kamu biasa belajar sama Mas Daniel?”

Anggrek menunduk. “Bang Gathan itu pinter, Pi, dan dia butuh duit juga, makanya mulai hari ini dia jadi guru private Anggi.” Iya, akhirnya Anggrek sepakat memakai jasa Gathan sebagai guru private dengan bayaran terjangkau---Anggrek berniat menyisihkan uang jajannya.

“Kamu kenal Gathan di mana?”

“Di... ng... di mana-mana, eh maksud Anggi....”

“Dia itu cowok yang pernah tabrakan sama Mbak Anggi itu loh, Pi, pas Mbak Anggi lari pagi dan dia naik sepeda. Ih, dulu Resti tuh sebel banget sama dia, soalnya nggak sopan banget kayak nggak pernah sekolah. Tapi, tadi dia jago banget ngajarin matematika, terus peer Resti juga jadinya dibantuin deh.” Itu Resti yang menjawab dengan antusias, ia sudah berdiri di belakang sofa yang ditempati Bu Murni dan Pak Eka.

My Innocent Fat Girl by EmeraldWhere stories live. Discover now