Bab 21

724 145 20
                                    

Bab 21


Saat akhirnya pintu kamar mandi terbuka, Anggrek menatap ke arah suaminya yang sudah berganti baju dengan kaus putih dan celana panjang krem. Jantung Anggrek berdebar-debar kencang menanti malam pertamanya dengan Daniel.

Dini sudah menasihatinya, ia harus menurut kepada Daniel. Kalau Daniel mau malam ini juga, Anggrek tidak boleh menolak. Jadi, Anggrek saat ini sedang menyiapkan mental. Untuk fisik, ia sudah berendam dalam air mawar dan wewangian lainnya, diberikan oleh Dini.

Dug. Dug. Dug. Anggrek cemas jika suara degup jantungnya terdengar oleh Daniel.

“Om....”

“Anggi... belum tidur?” Daniel sama sekali tidak melihat ke arah Anggrek yang duduk di tempat tidur. Lelaki itu mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk seraya berjalan ke arah balkon.

Anggrek mengerjap. Lalu ia turun dan mengejar Daniel. “Om, nggak tidur?”

Daniel membuka pintu dan melangkah ke balkon, lalu menyampirkan handuk di jemuran yang terletak di sudut balkon. Setelahnya Daniel duduk di salah satu kursi, raut wajahnya tampak muram.

“Anggi tidur duluan aja,” ujar Daniel, pandangannya tertuju ke langit malam di atas mereka. Tampak beberapa bintang menghias di sana, berkilau indah bak intan berlian.

Anggrek menatap Daniel. Ada yang aneh dengan lelaki itu, tidak seperti biasanya, pikir Anggrek bingung. Katanya Bu Hafizah baik-baik saja, tetapi kenapa suaminya masih terlihat muram?

“Om, apa ada masalah?”

“Nggak ada.”

Anggrek menggigit bibir. “Om Daniel... nyesel nikah sama aku?”

Daniel tampak terkejut. Perlahan, ia menoleh dan menatap Anggrek. Hanya menatap, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sorot matanya begitu sendu.

“Om...?”

Daniel tersenyum tipis. “Kenapa Anggi nanya kayak gitu?”

“Soalnya....”

“Ayo masuk, nanti kamu masuk angin.” Daniel berdiri, lalu mengulurkan tangan membantu Anggrek bangkit. Setelahnya, pegangan itu terlepas dan Daniel mempersilakan Anggrek berjalan duluan. Ia menyusul di belakang untuk menutup pintu kaca.

Anggrek belum naik ke tempat tidur sampai Daniel berdiri menjulang di sisinya.

“Anggi kenapa?”

Anggrek menggeleng.

Daniel menarik lengan Anggrek ke arah tempat tidur, lalu mendudukkan gadis itu di tepi kasur. “Anggi tidur duluan, ya.”

“Om mau ke mana?”

“Mau cek soal-soal latihan buat lusa.”

Anggrek mengerjap. Ia tidak menyangka di hari pernikahan mereka, Daniel tidak mengambil libur penuh. Namun, Anggrek tidak berkomentar apa-apa dan mengangguk saja.

Sementara Anggrek berbaring dan menarik selimut, Daniel mengeluarkan laptop dari tasnya lalu duduk di sofa.

Anggrek menatap Daniel yang sibuk berkutat dengan pekerjaannya. Saat ini, mereka sudah menjadi suami istri, tetapi kenapa Anggrek merasa jarak di antara mereka malah lebih jauh dibandingkan sebelum ia berkenalan dengan Daniel? Selama mengenal Daniel, lelaki itu selalu bersikap hangat dan baik kepadanya, tapi malam ini seolah lelaki itu tidak tersentuh. Entah pikirannya berada di mana, dan Anggrek merasa sedih karenanya.

Tidak ada pelukan hangat dan ciuman penuh kasih sayang seperti biasanya, tidak ada obrolan dan candaan yang menghibur hati Anggrek.

Anggrek tiba-tiba bangkit duduk. Ia lalu turun dari tempat tidur dan berjalan ke meja yang penuh dengan makanan juga minuman. Dituangnya air mineral ke dalam teko listrik. Ia berniat menyeduh kopi untuk Daniel. Setelah air matang, ia menuangnya ke cangkir yang telah terisi kopi bubuk instan lengkap dengan gula. Ia tersenyum, kemudian membawa cangkir kopi yang masih mengepul itu dan meletakkannya di meja dekat laptop Daniel.

My Innocent Fat Girl by EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang