Bab 15

1.1K 166 52
                                    

Anggrek memandangi langit-langit kamarnya. Di sebelahnya, Dini melakukan hal sama.

“Untung ada Pak Nandar, kalau nggak, gue nginep di gudang sampai besok.”

Anggrek bergumam.

“Besok... lo masuk sekolah, kan? Gue bakal selalu di samping lo, kalau perlu ke toilet atau ke mana pun gue anter. Biar geng Menor Rese atau gengnya Shaka nggak gangguin lo.”

Anggrek menghela napas. “Gara-gara bantuin gue, lo kena juga, kan, Din.”

“Emang kenapa? Nggak masalah, kok. Nih, buktinya gue baik-baik aja, kan.”

Lagi, Anggrek menghela napas. “Gue... ngerasa jijik sama diri sendiri.” Ia menutup wajah dengan kedua tangan. “Jijik banget, Din....”

Dini tidur menyamping lalu merangkul sahabatnya. Tidak ada yang bisa Dini katakan untuk menenangkan Anggrek karena jika ia yang berada di posisi Anggrek, mungkin akan merasakan hal sama.

Namun, tiba-tiba saja mulut kurang ajar Dini tidak bisa diajak kompromi. “Nggi, kalau misal yang pegang dada lo itu Om Daniel, lo jijik, nggak?”

Anggrek terdiam, masih menatap langit-langit. Lalu dadanya berdetak tidak beraturan. “Ng... nggak tau.”

Dini menatap wajah putih Anggrek yang tampak memerah. Ia mengulum senyum. “Ya udah yuk bobo, biar besok nggak kesiangan.”

“O iya,” Anggrek menoleh kepada Dini, “besok lo berangkat bareng gue apa dijemput sama Pak Nandar? Motor lo nginep di sekolah, kan.”

“Tadinya Pak Nandar mau jemput, tapi gue nggak enaklah, Pak Nandar kan guru, bukan tukang ojek,” ucap Dini cengengesan. “Jadi besok gue nebeng lo ke sekolah, sekalian biar gue gampang jagain lo dari para tukang risak itu.”

“Uu Dini, lo co cwiitt amat ciii. Tapi lo masih normal, kan?”

Dini mencubit pipi chubby Anggrek dengan sebal. “Anggiiiii, lo ngeselin banget, sih!”

Anggrek tergelak. “Bercanda, sih, Din.”

“Eh, tapi... lo beneran nggak bakal cerita soal kejadian tadi pagi sama Tante Murni dan Om Eka?” tanya Dini mengerutkan kening.

Anggrek kembali menatap langit-langit. Ia menggeleng. “Nggak mau cerita. Gue malu dan jijik....”

“Iya udah. Yuk, bobo.”

Keduanya lantas memejamkan mata, mencoba untuk tidur.

“Din, lo yakin senior yang namanya Shaka itu adik tiri Pak Nandar?” tanya Anggrek untuk ketiga kalinya.

“Iyaa, kan gue udah bilang, lagian itu Pak Nandar sendiri yang cerita. Gue aja kaget, masa Pak Nandar punya adik tukang risak.”

Anggrek memejamkan mata, tetapi belum tidur. Setengah jam kemudian, Anggrek dan Dini baru bisa terlelap.

***

Pagi sekali, Daniel sudah datang ke rumah Anggrek, hanya untuk memberikan sarapan.

“Om masak sendiri?” tanya Anggrek takjub menatap nasi kuning, perkedel kentang, irisan telur dadar, abon, dan kerupuk yang tersaji di meja makan.

“Iya, kecuali abon, itu sih stok di rumah,” ujar Daniel tersenyum. “Sarapan yang banyak, ya.” Setelahnya, Daniel pulang untuk mandi dan bersiap berangkat kerja.

Dini yang berdiri di sebelah Anggrek, menyenggol lengannya. “Ciee, sarapan buatan Ayang tercinta, so sweet banget, sih.”

“Ayang?” tanya Pak Eka dan Bu Murni yang mendengarnya.

My Innocent Fat Girl by EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang