Sebuah Perpisahan

130 8 3
                                    

Bogor, Senin 17 Juli 2017.

Pukul 17.20.

Seorang wanita cantik berhijab tengah berjalan sambil menenteng kotak kontainer yang sudah kosong, menyusuri gang kecil menuju rumahnya, dengan keringat yang membasahi tubuh. Karena seharian berkeliling kampung untuk berjualan kue.

Anaya Adhira Maharani, adalah wanita cantik dengan balutan hijab di kepalanya, dia terlahir dari keluarga yang sederhana bahkan bisa di bilang serba kekurangan. Dia harus membantu orang tuanya untuk mencari uang agar bisa memenuhi kebutuhan hidup dan biaya sekolah Anaya dan Adiknya, seperti berjualan kue sehabis pulang sekolah.
Ibunya yang hanya penjual kue keliling dan bapaknya yang tidak bekerja karena satu tahun yang lalu di vonis menderita penyakit paru-paru basah.

Bahkan sekarang keadaan Bapaknya semakin parah karena tidak mendapatkan perawatan yang intensif, karena tidak memiliki biaya untuk pengobatan ke rumah sakit, hanya mengandalkan obat-obatan seadanya.

Setelah sampai di rumah, Anaya langsung membuka pintu rumahnya lalu mengedarkan pandangannya ketika ia tidak melihat orang tuanya di dalam rumah.

“Assalamualaikum, Bu, Pak? Anaya pulang.”

Ketika tidak mendapat jawaban, Anaya mengetuk pintu kamar orang tuanya, setelah tak ada jawaban juga ia langsung membuka pintu kamar orang tuanya, dan ternyata kamar orang tuanya pun kosong.

“Buk...Pak...Adrian??” seru Anaya sekali lagi.
Ia pun membuka pintu kamar Adiknya, namun Adiknya juga tidak ada di kamar. Mungkin Anaya pikir Adrian juga belum pulang kerja dari bengkel.

“Ya Allah, Ibu sama Bapak ke mana?”

Lalu Anaya menyimpan kotak kontainer di atas meja ruang tamu.

“Aku harus cari Ibu sama Bapak, takutnya terjadi apa-apa sama mereka, mana Ibu juga lagi sakit.”

Anaya langsung mengambil ponselnya di dompet yang ada di dalam kotak kontainer.

Tapi sayang pulsanya tidak mencukupi untuk melakukan panggilan.

“Ya Allah, pulsanya habis lagi,”
Anaya semakin cemas lalu ia berpikir sejenak,

“Oh iya, mungkin di rumah Bibi Fatma,”

Anaya pun memutuskan untuk mencari kedua orang tuanya ke rumah Bibinya, baru saja beberapa langkah Anaya melihat Adrian tengah berjalan lesu seraya menendang batu kerikil yang menghalangi langkahnya.

“Adrian?” seru Anaya sedikit berlari menghampiri Adiknya.

Adrian pun menoleh ketika mendengar namanya di panggil.

“Lho, Teh, Teteh mau ke mana? Kok mukanya kayak panik gitu?”

Tanpa berpikir panjang Anaya langsung menarik lengan Adrian untuk mengikuti langkahnya.

“Bantu Teteh cari Ibu sama Bapak!! Soalnya Ibu sama Bapak tidak ada di rumah,”

Anaya menjelaskan sambil berjalan dengan tergesa-gesa, sontak Adrian pun membulatkan matanya.

“Lho, kok bisa, Teh? Bukannya Ibu sama Bapak kalau mau magrib itu pasti ada di rumah!?”

Anaya kembali menoleh ke arah Adrian yang tengah menatapnya dengan raut wajah cemas.

Takdir Cinta (TAMAT)Where stories live. Discover now