Melahirkan

13 2 0
                                    

Warning 21+🚫

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini, hm?" tanya Araa yang sudah duduk di pangkuan Hyun sembari membelai wajahnya, lalu tangannya turun ke leher hingga ke dada. Tak cukup di situ, tangan Araa membuka satu-persatu kancing kemeja suaminya, membuat pria itu menelan gugup salivanya pun rambut halus di sekujur tubuhnya berdiri efek merasakan sensasi sentuhan dari istrinya.

Dengan cepat Hyun menahan tangan Araa yang ingin menanggalkan pakaiannya.

"Sayang, aku belum mandi!"

"Nanti, kita bisa mandi berdua, kan?" Hyun kembali menelan saliva, istrinya memang pintar sekali memanipulasi libidonya naik.

"You right baby, baiklah. Buatlah aku puas malam ini, sayang!" Araa menarik sudut bibirnya, merasa puas dengan jawaban sang suami.

Tanpa menunggu lama ia langsung melumat ranum tebal suaminya, membuat mata bulat Hyun terpejam menikmati. Tangan pria itu pun mencengkeram pinggang ramping istrinya, membuat tangan Araa mengalung di lehernya.

Araa memainkan lidahnya membelai indra pengecap lawan mainnya, dan dengan senang hati Hyun pun menerima undangan tamu basahnya.

Hingga posisi mereka berpindah, kini Hyun sudah berada di atas tubuh Araa, masih dengan bibir yang saling bertautan membuat ciuman itu semakin panas.

Hyun pun melepaskan ciumannya untuk sekadar meraup oksigen. Mereka pun saling menatap sayu dengan napas yang terengah-engah, "Ready for long night, baby!?" bisik Hyun, tepat di depan wajah Araa.

Araa pun menarik sudut bibirnya seraya menangkup wajah tampan suaminya. "Yes, im yours tonight, darling."

Baru saja Hyun ingin menyatukan kembali bibirnya, suara dering telepon menghentikan gerakannya.

"Sayang, ada telepon!?" ujar Araa seraya menahan bahu suaminya, membuat Hyun berdecak kesal.

"Ck, siapa sih, ganggu aja," ia pun mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur.

"Jung Yoon?" gumamnya sambil mengusap tombol hijau di layar ponselnya.

"Halo? Yoon, ada apa?"

"Anaya mau lahiran, lo sama Araa ke sini ya! Nanti gue kirim lokasinya."

"Apa? Lahiran? Bukannya kandungan Anaya masih tujuh bulan?"

"Nanti gue ceritain, sekalian kasih tahu Mama!"

"Oke, kamu yang tenang ya, Yoon!"

"iya."

Pip.

"Sayang, Anaya kenapa?" tanya Araa saat melihat Hyun mengancingkan kembali kemejanya.

"Anaya mau lahiran, nanti kita lanjut lagi setelah pulang dari rumah sakit," Hyun bergegas ke kamar mandi untuk sekadar mencuci muka, karena akan lama jika ia harus mandi dulu. Araa pun hanya mengangguk patuh lalu bersiap-siap mengganti pakaiannya.

***


Jung Yoon, Bu Rani dan Adrian menunggu harap-harap cemas di depan ruang operasi, Anaya mengalami kontraksi serta pendarahan yang mengharuskan ia melakukan operasi di kehamilannya yang baru menginjak tujuh bulan.

Ditambah lagi kanker rahim yang bersemayam di tubuh Anaya membuat dokter memutuskan untuk segera mengeluarkan janin yang ada di kandungan Anaya.

Pria itu berjalan mondar-mandir, menambah suasana semakin tegang. Membuat Bu Rani bangkit dari duduknya untuk mengusap lembut punggung menantunya.

"Nak, ayo duduk! Nanti kaki kamu pegal, kamu pasti juga lelah baru pulang kerja langsung mengantarkan Anaya ke rumah sakit, kamu makan dulu ya!? Nanti Ibu akan menyuruh Adrian untuk membeli makan!" ajak Bu Rani dengan lembut.

"Tidak Bu, aku tidak lapar! Aku khawatir dengan kondisi Anaya. Aku takut Bu," lirihnya terdengar bergetar.

Bu Rani menghela napas, lalu menuntun tubuh ringkih itu untuk duduk.

"Sini, duduk dulu ya! Biar lebih tenang, Ibu juga sangat mengerti perasaan kamu, Ibu juga sangat mengkhawatirkan kondisi Anaya, tapi kita hanya bisa berdoa untuk keselamatan Anaya dan calon bayinya. Kita harus yakin kalau semuanya akan baik-baik saja!" pria itu pun hanya mengangguk dalam tunduk.

Tangannya begitu dingin, begitu pula dengan telapak kakinya meski terbalut dengan sepatu pantofel. Detak jantungnya berpacu begitu cepat, pun pikirannya yang berkecamuk membuatnya kesulitan untuk mengambil napas karena rasa sesak di dada. Dingin, lelah dan lapar yang tubuhnya rasakan sudah tak ia pedulikan lagi, karena semua sel dan saraf yang ada di tubuhnya kini hanya tertuju pada istrinya yang sedang bertaruh nyawa di dalam ruang operasi persalinan.

"Yoon, bagaimana keadaan Anaya dan bayinya?" tanya Hyun yang baru saja tiba dengan berjalan tergesa-gesa, di susul oleh Nyonya Min dan Araa yang menggendong putrinya Min Ki-Ran yang berusia tiga tahun berjalan di belakang Hyun.

"Gue juga belum tahu Kak, operasinya belum selesai."

"Kamu yang sabar ya, Yoon! Kita berdoa saja untuk keselamatan Anaya dan bayinya," sela Araa.

Nyonya Min hanya diam tertegun melihat putranya yang terlihat begitu cemas, wajah lelahnya membuat wajah putih pria itu semakin terlihat pucat. Hati wanita itu seakan dicubit melihat betapa besarnya cinta Jung Yoon pada Anaya, meskipun berkali-kali ia berusaha untuk memisahkan mereka berdua.

"Maafkan Mama sayang, Mama sudah jahat sama kamu," batin Nyonya Min seraya menghapus air matanya.

Akhirnya penantian mereka pun selesai, pintu terbuka dengan sang suster mengenakan jubah hijau ada di baliknya, sontak membuat mereka bangkit dari duduknya masing-masing.

"Suaminya, Ibu Anaya?" ujar sang suster.

"Iya saya sus, bagaimana kondisi istri dan anak saya?" tanya Jung Yoon penuh harapan.

"Anak dan istri Anda selamat, dan dokter meminta saya untuk memanggil Anda!" Jelas suster.

Mereka pun menghela napas lega saat mendengar kabar Anaya dan bayinya selamat.

********

Bersambung

********

Takdir Cinta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang