Chapter 1: Pindah Rumah

313 22 0
                                    

"Jangan takut padaku, aku tak akan pernah menyakitimu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Jangan takut padaku, aku tak akan pernah menyakitimu."

🍂

Alanna Batari Kamala, atau yang biasa dipanggil dengan nama Anna itu sudah berulangkali menghela napas pelan. Ini sudah ketujuh kalinyaㅡatau mungkin kedelapan kalinya keluarganya harus berpindah tempat.

Jika sekali dua kali mungkin ia masih bisa memahami pemikiran orang tuanya, namun lama kelamaan ia merasa ayah dan ibunya itu seperti sudah dalam tahap 'ketagihan' untuk pindah rumah.

Itu baru alasan pertama. Alasan lainnya adalah karena kakak laki-lakinya, Naurel Juan Arkana yang sering sekali sakit-sakitan, jelas menjadi prioritas utama orang tuanya.

Ayah dan ibunya sangat mengkhawatirkan keadaan Juan yang tak kunjung sehat, sehingga ibunya memutuskan mencari rumah baru di daerah pinggiran yang masih memiliki udara bersih atau tak terlalu terkontaminasi polusi.

Anna hanya bisa memanyunkan bibirnya sembari mengemasi barang-barangnya. Ia merasa sedih karena harus meninggalkan teman-teman di sekolahnya yang sekarang.

Anna adalah tipikal anak pendiam dan tertutup yang sangat susah bergaul, jadi ia takut jika dirinya tidak akan diterima seperti di beberapa sekolahnya yang dulu. Tidak seperti di lingkungan sekolahnya sekarang yang sangat menerima dirinya.

"Anna, sudah selesai berkemas? Papa dan kak Juan sudah menunggu." Sahut ibunya dari luar kamar Anna.

Ibunya bahkan tidak membantu anaknya berkemas, dan hanya menyuruh Anna untuk cepat membereskan barangnya seorang diri.

"Iya." Hanya itu yang keluar dari bibir Anna.

Ia sudah terbiasa mendapatkan perlakuan tidak adil dalam keluarganya. Dunia ayah dan ibunya hanya berpusat pada Juan, Juan, dan Juan. Anna sampai berpikir jika dirinya bukan anak kandung kedua orang tuanya.

Sambil membawa dua tas besar di tangan kanan dan kirinya, Anna berjalan terseok-seok menuju mobil ayahnya yang sudah siap di halaman rumahnya. Dengan badannya yang kecil, ia dipaksa untuk mandiri seorang diri, dan ia sama sekali tak pernah mengeluh.

"Kita pindah ke rumah yang agak jauh dari perkotaan, agar kakakmu bisa mendapatkan udara yang lebih bersih. Tolong mengerti ya, Anna." Ucap sang ayah yang mulai menyetir meninggalkan rumah lamanya.

Anna hanya terdiam sambil memalingkan wajahnya ke jendela samping, menahan airmatanya yang hendak mengalir. Percuma jika ia menolak pindah, karena ia tak memiliki hak bicara dalam keluarganya. Ayah dan ibunya hanya mendengarkan perkataan kakaknya, jadi jangan salahkan dirinya jika ia membenci kakaknya sendiri.

"Kenapa kamu tidak menjawab, Anna? Kamu tidak bisa memahami kondisi kakakmu? Kamu mau kakakmu terus sakit-sakitan?" Kali ini ibunya yang mengeluarkan suara. Sedangkan Anna hanya menggeleng, tak mampu mengeluarkan suara karena ia sedang menahan tangisnya.

JAYDEN, 18:23Where stories live. Discover now