80. ANDAI AKU PEKA

618 65 0
                                    

"Kita sudah sampai," ucap Carter menghentikan mobilnya di depan rumah Rose, sementara Sidney menoleh pada bocah kecil yang tertidur dalam pangkuanku.

"Apa anak-anak yang kenyang selalu seperti ini, tidur tanpa perduli di mana mereka memejamkan mata?"

"Oh, Darling, apa kau sudah mau punya anak?'

Sidney langsung memukul lengan Carter yang tertawa pelan lalu keluar dan membuka pintu untukku, "let me," ucap pria yang menjulurkan tangannya untuk mengambil tubuh kecil Banyu dari pangkuanku.

"Ng!'

Aku terkejut saat Banyu menunjukan wajah mengernyit dan kaget dengan tubuh menegang dalam pangkuanku. Kurasa, reaksi Banyu adalah reaksi normal anak-anak yang tidurnya terganggu. Tapi, wajah Banyu membuatku memegang tangan Carter, "ti- tidak apa, Carter, biar aku saja."

"You sure?"

Aku mengangguk dan mengangkat Banyu yang masih memejamkan mata, keluar dari dalam mobil pigeot Carter.

Di dalam rumah, Rose yang masih merajut di samping perapian menyapa kami.

"For you, old women."

Ia tersenyum saat Sidney menyerahkan Pai susu titipan sang bibi untuk wanita tua yang berterimakasih.

"Aku mau menidurkan Banyu dulu," ucapku pamit.

"Sure, aku tahu bocah dengan pipi tembem itu pasti berat," canda Rose membetulkan letak kacamatanya yang melorot.

"Pipinya bahkan bulat sekali," ucap Sidney menoweli pipi Banyu yang bergerak menyembunyikan pipinya, "oh, kenapa kau lucu sekali, Ban-you."

"Aku naik dulu," ucapku pada Sidney yang mengangguk sementara Carter melambai padaku yang menaiki anak-anak tangga berderit.

Dua pasang anak muda yang bercengkrama dengan pemilik rumah tempatku tinggal ini sesekali tertawa di sepanjang jalanku. Meski saat pintu kamar ku tutup, suara mereka tak lagi terdengar.

"Ng~"

Aku meletakan tubuh Banyu yang tangannya memegangi jaketku erat. Mata kantuknya sedikit terbuka namum kembali terpejam saat aku mengusap kepalanya, "tidurlah lagi," ucapku pada Banyu yang memandangiku.

Ia tersenyum, "Tante," panggilnya pelan sebelum kembali terlelap dan melepas cengkraman jemarinya dari jaket yang ku kenakan.

Untuk beberapa lama aku hanya diam memandangi bocah kecil yang langsung memeluk guling di bawah selimutku yang hangat.

Sampai tanganku meraih remot untuk menyalakan penghangat ruangan agar pipi Banyu yang menyembul tak akan makin merah karena dingin.

Aku yang kembali menatapi Banyu menahan diri untuk membuka jaket tebal yang Banyu kenakan, lalu duduk di pinggir ranjang dan terus memandangi Banyu dalam diam.

[Banyu- Banyu mau digandeng saja, Om.]

Penolakan Banyu sebelum kami berangkat ke kedai nyonya Li kembali terdengar. Begitupun wajahnya yang mengucapkan ia anak papa dan mama.

Wajah kecil Banyu membuatku meremas sprei.

Tok! Tok!

Ketukan pelan, membuatku yang entah sejak kapan melamun menoleh pada pintu. Yang berdiri di depan pintu kamarku pasti bukan Sidney atau pun Rose karena pintuku tak langsung terbuka.

Cklek!

Aku yang membuka pintu mendapati senyum Carter yang mengembang, "kau kerja hari ini, bukan?"

Aku menatap jam di pergelangan tangan Carter, "it's still early I guess, tapi, aku bisa mengantarmu dan Sidney yang akan tidur menemani Banyu."

Aku mengangguk, "bisa kau tunggu aku sebentar."

WITHEREDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang