172. AYAH DAN IBUKU

312 46 2
                                    

"Wulan?"

Aku yang berpikir sama dengan ibu menatap Arga. Lelaki yang wajahnya belum bisa kulihat meski lengannya masih kupegangi.

"Apa maksudmu?"

Lengan Arga tampak kaget saat mendengar ucapan ibu. Saat ia menoleh ke belakang, aku tahu kalimat yang baru saja ia ucapkan adalah sesuatu yang tidak ingin ia sampaikan.

'Setidaknya tidak dengan cara seperti ini.'

"Apa maksud ucapanmu? Apa hubungan anak buangan ini dengan Wulan?"

Arga tak perduli pada tanya ibu yang menuntut jawaban. Ia terus memperhatikanku yang diam karena aku bahkan tak tahu apa yang sedang kurasakan, kecuali sadar ia mengetahui apa yang tidak kuketahui.

Jikapun tante Wulan tahu tentang siapa diriku, tapi ..., 'bagaimana- bagaimana ia bisa tahu? Aku tidak mengenalnya selama hidup kecuali Tante Wulan adalah ibu dari Anggita. Bahkan, suaminya saja aku baru melihatnya saat aku bertemu dengan ibu di mal- ... jadi bagaimana tante Wulan tahu tentang diriku?' 

Kepalaku jadi terasa pusing seketika. Otakku memutar kembali pertemuan-pertemuanku dengan Tante Wulan yang hanya hitungan jari.

Dan yang paling membekas adalah hari dimana aku bertemu dengan Anggita, putrinya yang mengirimiku Vidio yang tak mampu kulihat.

Hari itu, aku yang ingin tampil baik bertemu dengan ibu dan Tante Wulan di salon dan ... dan wanita yang keramahannya tak kusangka itu menanyakan usiaku. 

Setelah aku berkata berapa usiaku, ia terlihat begitu terkejut lalu memperhatikanku sangat lekat sampai aku merasa heran. 

Nyut!

Kepalaku yang pusing berdenyut-denyut. 

[Berapa usiamu, Ndok?]

Kurasa kalimat ini yang Tante Wulan tanyakan padaku saat itu. 

Nyut! 

[Benar usianmu 23 tahun, Ndok?]

Aku mencengkram lengan kemeja Arga yang terus kupegangi saat kepalaku terasa berputar-putar. Sementara lelaki yang terlihat menyesali apa yang sudah ia katakan, terus menatapku dengan kalimat yang tak terucap.

"Arini-"

Bip! Cklekk!

Ibu hampir jatuh karena punggungnya bersandar pada pintu yang dibuka buru-buru. Jika Ken tak menangkap tubuhnya, ibu pasti sudah jatuh terduduk.

"Ibu?" Suara Ken terdengar begitu jauh dari telingaku yang kepalanya terus berdenyut dengan gambaran hari dimana Tante Wulan terlihat begitu kaget dan tenggelam dengan apapun yang ia pikirkan setelah aku menjawab berapa usiaku lima tahun lalu.

Wajah Khawatir Ken yang nafasnya memburu seolah berlari keluar, langsung berubah kaget saat melihat kami berkumpul di depan pintu.

Sementara ia yang menahan tubuh ibu menatap Arga yang tidak perduli pada kehadirannya. Sedangkan aku terus diam memegangi lengan Arga yang kemejanya kusut berkat remasan jemariku yang terus Arga perhatikan.

"Yang."

"!" aku yang rasanya disadarkan dari pemikiranku, menoleh pada Ken. Menatapi pria yang wajahnya--entahlah, aku sedang tidak ingin membaca apa yang sedang Ken pikirkan.

Setidaknya sampai manik hitam pekatnya membesar saat melihat pipiku. Ia yang masih menahan tubuh ibu melihat kami bertiga bergantian.

"K- Ken?" 

Kurasa wanita yang memanggil putranya itu tahu jadi sedingin apa tatapan Ken. 

"Berdirilah, Bu."

Bahkan suara Ken yang pelan terdengar penuh dengan penekanan.

WITHEREDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang