ALTEZZA [ 27 ]

12.1K 620 4
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Jangan lupa tinggalkan vote🌟dan komen 🙌ya guys,
kalau ada typo baca pake mata batin ya.

Mendengar suara berat Altezza yang sedikit menggeram seperti menahan amarah tersebut membuat tubuh Divanya rasanya benar-benar mati rasa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mendengar suara berat Altezza yang sedikit menggeram seperti menahan amarah tersebut membuat tubuh Divanya rasanya benar-benar mati rasa. Bahkan tatapannya sangat tajam juga menusuk seakan ingin menerkam mangsanya hidup-hidup.

Dirinya takut jika hidupnya akan berhenti saat ini juga. Maka dari itu ia langsung menyatukan tangannnya didepan dadanya meminta maaf, tatapannya pun langsung berubah sendu yang tadinya melotot terkejut. Mulutnya masih dibekap oleh telapak tangan Altezza, Divanya mencoba melempaskannya karena tak bisa bernafas. Ia membekap mulut Divanya tapi hidungnya juga terbekap, karena besarnya tangan laki-laki didepannya ini. Ya dirinya jadi tidak bisa bernafas.

Altezza langsung mengangkat tangannya dari mulut dan hidung gadis itu. Divanya langsung bisa bernafas dengan normal.

Sedikit mendongak menatap Altezza yang masih menatapnya lalu tatapan Divanya beralih ke bawahan Altezza yang tidak sengaja terkena lemparan teflonnya hingga hidungnya mengeluarkan darah. Dia meringis ngilu namun tiba-tiba sebuah telapak tangan menghalangi tatapan matanya menatap bawahan Altezza. Ia tau milik siapa tangan itu. Lantas Divanya mendongak, melihat jelas kepala Altezza banyak memar juga banyak goresan bekas cakarannya yang sedikit mengeluarkan darah.

"Jangan menatapnya," dengus Altezza, tak suka ia diabaikan. Apalagi didepan gadis itu.

Divanya menghela nafas. Ia tak yakin setelah ini dirinya akan dibiarkan bebas atau tidak, perihal melukai orang yang dikenal jahat namun disanjung itu. Dengan sedikit keberanian dia memegang kedua bahu Altezza lalu menuntunya untuk duduk disalah satu kursi belajar.

Altezza pun hanya menurut saja. Mengikuti apa yang ingin dilakukan gadis itu. Dia menatap Divanya yang berlari masuk kedalam kamarnya entah mengambil apa. Altezza menoleh melihat bawahannya yang sedang mencoba menghentikan darah yang keluar dari hidungnya.

"Lemah," cibir Altezza. Dengan keadaan yang sama-sama terluka, Altezza masih saja mulutnya bisa mencibir orang. "Pergi, urus luka mu sendiri." usir Altezza dan bawahanya mengangguk mendengar perintah dari Tuannya.

ALTEZZAWhere stories live. Discover now