Bab 6

734 192 15
                                    

"Masya Allah, cantiknya!" Kalina yang kini tengah duduk di sebuah kursi depan cermin menoleh, melihat sang kakak yang masuk ke ruangannya dengan keadaan sudah rapi dalam balutan baju rapi berwarna putih.

Kalina tersenyum. "Mas ganteng juga, masya Allah," balasnya sembari terkekeh. Lalu menggenggam tangan Adnan yang kini sudah berada di sampingnya, menghela napas dalam. "Aku gugup deh, Mas." Lanjutnya lalu mendongak menatap Adnan.

Adnan terkekeh. "Ngapain kamu yang gugup, Dek? Harusnya tuh Raif yang gugup, lihat tuh dia masih santai padahal udah ada di depan Ayah," katanya, "Mas kesini juga cuma mau bilang kalau acaranya mau di mulai."

Kalina menghela napas pelan, lalu mengangguk dan semakin kuat menggenggam tangan kakaknya. Ya, hari ini memanglah hari pernikahannya dengan Raif, seperti kemauannya, mereka hanya melakukan acara di dalam rumah Kalina, dengan hanya mengundang kerabat juga orang-orang yang berada didekat rumah Kalina saja.

"Udah, Mas mau kedepan lagi, enggak usah gugup," ucap Adnan lirih, lalu segera melepaskan genggaman tangan adiknya dan mengusap bahu gadis itu pelan. Setelah itu, Adnan segera keluar dari ruangan.

Kalina kini sudah siap dalam balutan baju pengantin sederhana berwarna putih dan jilbab senadanya, riasan yang tidak berlebihan diwajahnya yang cantik semakin membuat gadis dua puluh satu itu semakin cantik, benar-benar cantik.

Suara pengeras suara terdengar, seseorang sedang memeriksa suaranya, membuat Kalina berdebar, sudah akan pukul sembilan, acara akad memang akan segera dilakukan seperti kata Adnan. "Ya Allah, degdegan banget aku, Mbak," ucap Kalina, pada wanita yang sedari tadi berada disana untuk membantunya merias wajah.

"Udah ini pasti plong, waktu saya nikah juga gitu."

Kalina hanya mengangguk, lalu segera menunduk, menatap tangannya yang tak kalah cantik karena sudah dihias dengan henna berwarna merah bata yang cerah kemarin. Gadis itu lagi-lagi menghela napas, saat mendengar suara sambutan dari seorang laki-laki melalui pengeras suara yang Kalina dengar.

Kalina masih tidak menyangka, beberapa menit lagi statusnya akan berubah. Status yang sama sekali tidak pernah pikirkan beberapa bulan lalu, tetapi kini, ia segera akan menjadi seorang istri bagi laki-laki bernama Raif yang baru saja ia kenal lebih dari sebulan ini. Sungguh waktu yang singkat.

Kalina mendengarkan setiap suara yang ditangkap telinganya, mulai dari pembukaan, pembacaan ayat suci Al-Qur’an, hingga khotbah pernikahan. "Mbak Kalina!" Ia yang sedang menunduk gugup menoleh, gadis itu tersenyum saat melihat Raaida masuk ke dalam ruangannya dengan ceria sembari menggandeng Ayu, gadis itu langsung berlari dan mendekati Kalina. "Mbak Kalina cantik."

Tangan Kalina bergerak membelai pipi gadis tujuh tahun itu. "Raaida juga cantik, masya Allah, bagus banget bajunya," balasnya lembut, lalu menjawil hidung calon adik iparnya itu.

Ayu yang sedari tadi tersenyum, kini membawa kursi dan meletakkannya di samping kursi Kalina. Wanita itu duduk lalu segera mengambil tangan calon menantunya itu untuk ia genggam. "Putri Umi," ucapnya yang sukses membuat Kalina tersenyum hangat.

Tak lama kemudian, terdengar suara Hasan, dengan lantang pria itu mengucapkan ijab yang bisa Kalina dengar, membuat Kalina semakin menggenggam tangan Ayu. Dan tak lama–

"Saya terima nikah dan kawinnya Kalina Nadhira Hifza binti Hasan dengan mas kawin tersebut, tunai."

Suara Raif begitu jelas Kalina dengar, sangat lantang dan yakin, hingga ia kini melemaskan genggamannya, merasa lega. Detik ini juga, hidup Kalina sudah berubah, Raif sudah menjadi suaminya.

Ayu tersenyum haru, mendengar suara putranya mengucap kabul dengan lancar, gadis yang kini berada di sampingnya sudah resmi bisa ia sebut menantu. Wanita itu menoleh, melihat Kalina yang baru saja menghela napas lega, lalu ia berdiri, dan dengan cepat membawa menantunya itu ke dalam pelukannya.

"Alhamdulillah, Nak," ucap Ayu yang kini tidak bisa membendung air mata bahagianya. Kalina tersenyum, membalas pelukan sang mertua dan mendengarkan ucapan Ayu setelahnya, memberikan doa terbaik untuknya dan Raif.

Tak lama, salah satu anggota keluarga Kalina datang, untuk menjemput Kalina bertemu dengan suaminya kini setelah Kalina dan Ayu saling melepaskan pelukan. Ayu tersenyum hangat, mengangguk, lalu segera menggandeng tangan Kalina untuk membawanya keluar.

Saat Kalina keluar, bisa ia rasakan atensi seluruhnya kini ada padanya, termasuk Raif yang kini dengan gamblang menatapnya yang tengah mendekat. Tersenyum, gadis itu sedikit mengangguk lalu tak lama ia sudah duduk di samping laki-laki yang baru saja sah menjadi suaminya itu.

"Salim dulu sama suaminya," ucap Adnan yang baru Kalina sadari ada di dekat Raif. Kalina mengangguk, ia segera menyodorkan tangannya cepat untuk meraih tangan Raif.

Raif pun begitu, walau keduanya sama-sama gugup apalagi semuanya mata melihat mereka, kedua telapak tangan kini sudah saling bertaut. Dingin tangan masing-masing bisa menjelaskan seberapa gugup mereka, Kalina tersenyum tipis, lalu segera mencium punggung tangan Raif.

Ada rasa hangat di hati Raif kala Kalina mencium tangannya, laki-laki itu ikut tersenyum. Setelah Kalina menyalaminya, tangannya bergerak mengusap lembut ubun-ubun Kalina yang masih menunduk. "Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udhu bika min syarri hana wa syarri maa jabaltaha 'alaih."

Kalina memejamkan matanya, sungguh, ada rasa bahagia yang tidak bisa ia jelaskan saat ini, begitu juga Raif. Setelah itu, keduanya sama-sama saling menatap, saling tersenyum hangat ditengah kecanggungan yang ada, membuat beberapa orang yang melihat mereka memekik tertahan. Sungguh indah.

Selanjutnya adalah mereka yang menandatangani semua dokumen yang ada, penanda jika hubungan mereka sudah sah bukan hanya di mata agama tetapi juga hukum. Lalu penyerahan mahar, Raif juga menyematkan cincin indah di jari manis Kalina, begitupun juga Kalina.

Rangkaian acara hampir selesai dengan nasihat pernikahan yang mereka dapatkan dan dengarkan, diakhiri dengan Kalina dan Raif yang berdiri, lalu menyalami tangan Ayu, Hasan, Amar juga Adnan sebagai bentuk doa restu.

"Jangan nangis, nanti make up-nya luntur loh," kekeh Adnan ketika Kalina baru saja menyalaminya, laki-laki itu mengusap bahu adik satu-satunya itu lembut lalu tersenyum. "Mas doain semoga kamu terus sehat, diberi kemudahan dam selalu bahagia." Lanjutnya berbisik lalu memeluk tubuh adiknya itu.

"Udah, sekarang ayo foto!" Adnan segera melepaskan pelukan adiknya, lalu semua keluarga besar itu bersiap untuk melakukan sesi foto bersama layaknya acara pernikahan pada umumnya, dengan Raif dan Kalina yang kini menjadi pemeran utamanya.

Hampir tiga puluh menit mereka habiskan untuk sesi itu, dimulai dari mereka berdua hingga kerabat dan orang-orang yang berada disana. Dan kini, Raif dan Kalina sudah duduk di kursi yang memang disediakan untuk mereka, sedangkan yang lain sudah terlihat sibuk dengan urusan yang lain, ada yang mengobrol sampai memakan hidangan yang sudah disiapkan.

"Kal," panggil Raif memecah keheningan di antara mereka, sedari tadi mereka sama sekali belum mengobrol memang.

Kalina menoleh. "Iya, Mas?"

"Makasih, ya, udah percaya saya untuk menjadi pendamping kamu, saya akan usahain yang terbaik untuk kita setelah ini," kata Raif. Kini laki-laki itu tidak lagi berbicara dengan bola mata yang mengarah ke arah lain, bola matanya kini membalas tatapan Kalina dengan bebas. Laki-laki itu tersenyum, lalu menggenggam tangan Kalina sebentar lalu segera melepasnya.

Kalina mengangguk, membalas senyuman Raif dan membalas, "Allah udah rencanain semuanya untuk kita sampai ada di titik ini, Mas, ini baru permulaan, setelah ini bakalan panjang jalan kita, Insya Allah, Mas Raif enggak usah bilang makasih."

"Saya seneng menikah sama kamu, Kal," ucap Raif. "Ngomong-ngomong, hari ini kamu cantik, bener kata Umi, menantunya cantik banget."

Bersambung

Mohon maaf bila ada kesalahan🙏🏻
Terima kasih sudah membaca part ini, jangan lupa tekan tombol vote jika kamu suka♡

RALINAWhere stories live. Discover now