Bab 13

643 151 20
                                    

"Lah, ternyata beneran nikahnya bukan sama Husna, saya baru aja liat berita kamu, rame banget udah mau seminggu ini!"

Kalina mundur satu langkah, dadanya tiba-tiba bergemuruh, bukan karena Raif merayunya seperti biasa, tapi lagi-lagi karena hal ini. Menghela napas, bingung ia diposisinya sekarang, sedang Raif yang menyadari itu, segera saja mendekati sang istri, menaruh tangannya di punggung Kalina dalam diam, mengelusnya pelan seakan bicara jika tidak ada apa-apa sebelumnya.

Baru Raif akan membuka suara, Nia malah menambahkan. "Ngeri banget ya, awas kalian kena karma loh karena udah bikin sakit hati orang lain, aduh ngeri itu ... apalagi Husna kan baik banget, kenapa coba malah pilih dia?" Bagaikan ditusuk, nyeri langsung dirasakan oleh Kalina, tepat didadanya.

Raif meringis. "Ah, yang Mbak omongin sama yang terjadi aslinya nggak gitu kok," ucapnya, "jangan membuat opini atau terbawa opini orang lain, Mbak, kalau nggak tau bagaimana aslinya, jatuhnya kan jadi fitnah, suudzon sama orang." Lanjut laki-laki itu berusaha tenang, karena jujur, ia bingung harus merespon apa sekarang, apalagi perempuan yang berdiri didepannya ini menatapnya intes, tidak nyaman.

Kalina yang semula menunduk, kini meneggakan kepalanya. Seakan tidak terjadi apa-apa, ia kembali menyunggingkan senyum. "Mbak Nia mau mampir dulu ke rumah kita barang kali?" ramahnya, mengulang ucapannya tadi. Usahanya memutus tatapan intens Nia pada sang suami sukses, terbukti dengan Nia yang langsung melihatnya sekarang.

"Ah, nggak perlu." Nia menggeleng, perempuan itu segera melanjutkan ucapannya, "Saya ada urusan, permisi." Dan dengan cepat, ia berjalan cepat kembali ke rumahnya, meninggalkan Kalina dan Raif yang kini kebingungan, tiba-tiba saja?

Namun, Raif segera melihat Kalina, tatapannya berbeda seakan tahu apa yang ada dipikiran dan apa yang dirasakan istrinya itu sekarang, menghela napas, ia mengusap kembali punggung Kalina dan berucap pelan, "Yuk, masuk."

Kalina tersadar, tersenyum lagi lalu mengangguk, membiarkan Raif yang menutup pagar sedang dia melangkahkan kakinya ke dalam rumah tanpa suara. Ah tidak tahu, mungkin itu adalah hal kecil baru saja, tetapi kenapa sangat berefek pada Kalina sekarang?

Lagi-lagi, pembahasan menghadirkan nama Husna. Ayolah, bahkan Kalina belum pernah bertemu dengan perempuan itu, sama sekali mereka tidak saling mengenal, kenapa selalu saja mereka terkait? Memang, sejak awal ia sudah harus menerima risiko ini, ia tidak masalah, sungguh. Tetapi kadang-kadang Kalina berpikir, kenapa orang-orang begitu mudah berbicara tanpa arah padahal mereka tidak benar-benar tahu?

Raif selesai menutup pagar, laki-laki itu membalikkan badannya dan melihat istrinya yang berjalan tenang. "Ya Allah ...." lirihnya lalu segera mengambil langkah mengikuti Kalina yang kini sudah masuk ke dalam rumah.

"Kal," panggilnya saat mereka sudah sama-sama berada di dalam, Raif menutup pintu, lalu melihat Kalina yang sudah menoleh karena panggilannya. "Duduk dulu, yuk?" ajak Raif, ia melangkah dan bergerak menggandeng Kalina, mereka kini ke ruang tengah, mendudukan diri di sofa.

"Mas Raif tadi kemana, hm?" Seakan tidak terjadi apa-apa, Kalina bertanya pada Raif dengan muka cerahnya seperti biasa. "Bikin tehnya udah, Mas?"

Ah, Raif hampir lupa. "Oh iya, tunggu." Laki-laki itu kembali berdiri, lalu berjalan menuju dapur, mengambil teh yang dibuatnya tadi dan kembali ke ruang tengah dengan tersenyum. "Tadi Mas ke taman belakang sebentar, kamu nggak cek kesana?" Ia kini menjawab pertanyaan Kalina. Ah sebenarnya bukan taman yang seperti kalian kira, dibelakang memanglah ada sepetak tanah berumput yang dijadikan untuk menjemur baju, tetapi karena Kalina menyimpan beberapa bunga disana, mereka menyebutnya taman.

Kalina mengangguk seraya mengambil teh yang Raif sodorkan. "Makasih Mas Raif," ucapnya berterima kasih, mereka kini duduk sembari menyeruput teh yang Raif buat.

RALINAWhere stories live. Discover now