Ketoprak

119 32 97
                                    

“Kak Gema, anterin Kinara beli ketoprak dong.”

“Naik mobil, ya. Udah malam soalnya,” ujar Gema sambil menyambar kunci mobil di atas meja belajarnya. “Makan di rumah, kan?”

Terdengar suara berisik dari seberang telepon. “Pengen makan di luar, Kak. Kak Gema sibuk, ya?”

“Nggak. Tapi, kan, besok Senin takut kamu bangun kesiangan.”

Eh, Kinara nggak pernah bangun kesiangan, Kak. Pokoknya makan di luar, ya?”

“Ki, siap-siap. Ini aku udah di mobil.”

“Kinara udah siap, Kak.”

“Oke.”

Setelah panggilan terputus, Gema mengemudikan mobilnya ke rumah Kinara yang jaraknya tidak terlalu jauh. Hanya melewati empat rumah dan Gema akan sampai di rumah Kinara.

“Kak Gema!” teriak Kinara yang sudah berdiri di depan pintu pagar. “Mbok, Kinara pergi dulu, ya.” Kinara melambaikan tangannya pada mbok Siti yang menatapnya dengan senyum teduhnya.

“Mbok, Gema sama Kinara pergi dulu,” pamit Gema.

“Iya, Den. Hati-hati ya.”

Gema dengan sabar menunggu Kinara memasangkan seat belt, barulah ia menjalankan mobilnya. “Kak Gema udah makan?”

“Udah. Kenapa? Mau traktir?”

“Tadinya. Tapi karena Kak Gema udah makan Kinara batalin aja niatnya,” terang Kinara santai. Tangannya sibuk memainkan ponselnya. Sesekali ia cekikikan melihat video fyp di TikTok-nya.

Melirik sekilas ke sampingnya, Gema menggelengkan kepala tak habis pikir dengan Kinara yang senyum-senyum sendiri melihat orang-orang berjoget asal-asalan. Jujur saja, Gema itu paling anti menonton sesuatu yang tidak ada manfaat bagi dirinya.

“Ki, ngapain, sih, ngabisin waktu buat nonton orang joget-joget nggak jelas gitu?” Gema tidak dapat lagi menahan rasa penasarannya. Bagaimana tidak, isi media sosial sekarang memang lebih banyak seperti yang ditonton Kinara.

Kinara menoleh setelah mem-pause video di ponselnya. “Mungkin buat sebagian orang, joget-joget kayak gini nggak ada manfaatnya. Tapi buat mereka, bisa jadi ini salah satu cara untuk mengekspresikan diri. Menyalurkan hobi atau sekadar mengisi waktu luang."

Kali ini, atensi Gema tertuju sepenuhnya pada gadis manis yang duduk di sebelahnya. Bersyukurlah pada lampu merah yang berhasil menghentikan laju kendaraan roda empat milik Gema.

Rasa takjub akan penjelasan sederhana yang diutarakan dengan baik oleh Kinara menciptakan lengkungan bulan sabit di bibir Gema. Jujur, Gema baru tahu Kinara yang manjanya overdosis itu ternyata bisa menjadi bijak.

"Udah gede, ya? Ngomongnya bijak banget," ujar Gema.

Kinara mencebik. "Harus nunggu gede dulu baru bisa ngomong bijak?"

Gema tergelak. Tidak menyangka Kinara akan bertanya balik. "Kalau udah gede berarti ke sekolahnya bisa sendiri dong?"

"Ih, Kak Gema kok lepas tanggung jawab sih?" Kinara mendelik, ia putar tubuhnya agar menghadap Gema. "Kak Gema harus ingat, Papa sama Mama udah kasih amanah ke Kak Gema buat jaga Kinara. Jadi Kak Gema nggak boleh biarin Kinara sendiri."

"Kinara ...."

"Kak Gema nggak lupa, kan, sama janji Kak Gema ke Papa dan Mama?" Dengan tatapan sendunya, Kinara menatap polos ke dalam kedua bola mata Gema.

Gema mengembuskan napas dalam-dalam, dengan sangat lembut ia usap puncak kepala Kinara. "Ki, kamu itu tanggung jawabku. Jadi nggak mungkin aku melupakannya," sahut tegas.

Gemara [On Going]Where stories live. Discover now