Harus Gerak Cepat

78 14 55
                                    




"Ki, tangannya udah nggak sakit?

"Iya. Kak Gema ke sini, ya? Jemput Kinara."

"Iya, Sayang. Siap-siap, ya."

Gema memasukkan ponselnya ke dalam kantong celana, meneguk habis susu cokelat miliknya.

"Ma, Pa, Gema pamit ke sekolah," ucap Gema sembari mencium punggung tangan kedua orang tuanya bergantian.

"Hati-hati, Ge."

"Iya, Pa."

"Jangan ngebut, Sayang."

"Iya, Mamaku tercinta."

Selepas berpamitan Gema berlari kecil menuju mobilnya yang terparkir di halaman rumah. Dengan gerakan cepat Gema membuka pintu mobil, melempar tas ranselnya ke kursi belakang.

Jalan kompleks perumahan indah permata, menyambut pagi Gema dengan ceria. Seceria hati Gema saat mendengar suara gadis kesayangannya.

Jarak antara rumah mereka yang tidak terlalu jauh membuat Gema tidak membutuhkan waktu lama untuk tiba di rumah Kinara. Laki-laki dengan seragam SMA itu turun dari mobil, membawa kakinya mendekati pintu gerbang rumah Kinara.

Baru saja Gema akan menekan bel, Kinara muncul bersama mbok Darmi. Gadis yang sudah rapi dan mengenakan seragam serupa dengan Gema itu berjalan santai, sementara tas sekolahnya di tenteng mbok Darmi.

"Pagi, Mbok Darmi." Sapaan hangat itu disertai Gema dengan mencium punggung tangan keriput milik mbok Darmi.

Kerutan kecil di tepian bibir wanita paruh baya yang disapa mbok Darmi itu terlihat saat ia membalas sapaan hangat Gema, "Pagi juga, Den Gema."

"Kinara nggak disapa? Oh, iya, soalnya sekarang Kinara nggak cantik lagi. Nggak menggemaskan lagi," cerocos Kinara sembari menunduk, memandang kedua tangannya yang menyedihkan.

Gema mengulum senyum, rasanya menyenangkan sekali melihat Kinara cemberut hanya karena ia menyapa mbok Darmi. Dengan langkah pasti Gema mendekati sang gadis, memegang kedua pundak Kinara sembari menatapnya dalam. "Selamat pagi, My little Angel," sapa Gema lembut, selembut cintanya pada Kinara.

Awan mendung yang sempat menyelimuti wajah cantik Kinara kini perlahan luntur. Gadis kesayangan Gema itu tersenyum lebar hingga memperlihatkan deretan giginya yang tersusun rapi.

"Kak, jangan panggil Kinara kayak gitu."

"Kenapa?"

"Nanti Kinara terbang. Ini aja Kinara mau terbang lho kalau nggak dipegang Kak Gema," ujar Kinara dengan nada manjanya.

Gema tertawa, gemas dengan tingkah Kinara yang apa adanya. Tak tahan, ia layangkan tangannya di kepala Kinara dan langsung mengacak-acak rambut gadisnya.

"Ih, rambut Kinara jangan diacak-acak, Kak!"

Mbok Darmi tersenyum mafhum menyaksikan pemandangan penuh asmaraloka itu. Diam-diam mbok Darmi memuji pilihan kedua majikannya yang mempercayakan anak semata wayang mereka pada laki-laki seperti Gema. Lelaki itu adalah orang yang tepat, bisa dipercaya, dan sangat peka dengan perasaan Kinara.

"Maaf, Aden, Non, sebaiknya berangkat sekarang saja. Mbok khawatir nanti di jalan macet," sela Mbok Darmi. Ia pandangi Gema dan Kinara dengan senyum lembutnya.

"Astaga! Untung Mbok Darmi ngingetin." Gema menepuk jidatnya, baru sadar jika ia dan Kinara sudah cukup lama berbicara. "Ayo, Ki. Kita berangkat."

Kinara mengangguk. Ia kemudian berbalik dan mengambil tasnya yang dipegang mbok Darmi. Namun, Gema lebih dulu mengambilnya. "Biar aku aja. Tangan kamu masih sakit," ujar Gema. "Mbok, Gema sama Kinara pamit, ya."

Gemara [On Going]Where stories live. Discover now